Beranda / Horor / Teror Hantu Janda Muda / Kejadian di Rumah Aryo

Share

Kejadian di Rumah Aryo

Penulis: M Nur Fadli
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-08 17:11:53

Baru saja terfokus dengan pekerjaannya, suara itu muncul kembali. Jantungnya berdebar hebat. Ia sudah memikirkan sesuatu yang buruk tentang sang pengetuk. Namun rasa penasarannya mengalahkan ketakutannya. Pada akhirnya pun ia memilih untuk membukakan pintu tersebut.

Dengan langkah yang sangat berhati-hati, ia pun langsung menuju ke sana. Hal pertama yang ia lakukan sebelum membuka pintu adalah melihatnya dari jendela. Tapi sialnya, itu tak cukup membantu untuk melihat siapa yang kini tengah berdiri di depan pintu.

Tidak peduli dengan apa yang akan terjadi, Aryo pun memutuskan untuk membuka pintu. Dengan pelan ia menarik gagang pintu dan akhirnya bisa melihat tentang siapa yang datang bertamu.

"Wahyu. Saya kira siapa. Kenapa malam-malam datang ke sini?" tanya Aryo.

"Kenapa Pak Aryo panik kayak gitu?" tanya Wahyu.

"Enggak. Nggak apa-apa," jawab Aryo.

"Hmm. Saya cuma mau minta air putih, Pak. Hehehe. Haus habis keliling kampung," katanya.

"Oh. Sebentar saya ambilin," kata Aryo.

Bingung, itulah yang Aryo rasakan saat ini. Muncul pertanyaan di dalam hatinya. Apakah tadi yang mengetuk pintu juga Wahyu? Tapi kalau itu Wahyu, apa manfaatnya buat dia?

Aryo membuang jauh-jauh pemikirannya itu. Ia mengambil sebotol air yang ada di dalam kulkas untuk diberikan kepada Wahyu.

Tepat ketika ia mengambil, sebuah suara seperti benda jatuh terdengar jelas di telinganya. Arahnya berasal dari ruang dalam. Entah itu dapur atau kamar mandi. Rasa takut dan penasaran kembali menyerangnya. Namun sekali lagi rasa penasarannya yang menang. Ia memutuskan untuk memeriksanya. Di dapur, tidak ada apapun yang jatuh. Tapi ketika ia memeriksa ke arah kamar mandi, ia melihat ada gayung yang sudah tergeletak di lantai. Pikirnya, mungkin suara itu datang dari gayung yang terjatuh.

Ternyata tidak ada apa-apa. Selepas ia menaruh gayung itu ke tempatnya, ia pun kembali menemui Wahyu untuk memberikan sebotol air itu kepadanya.

"Kamu keliling kampung sendirian?" tanya Aryo.

"Kelilingnya sih sendirian, Pak. Karena kami berpencar. Tapi kalau di pos, ada banyak orang," jawab Wahyu. Aryo mengangguk paham.

"Itu rumahnya masih gelap. Orangnya belum pulang, Pak?" tanya Wahyu sambil menunjuk rumah Marni menggunakan isyarat matanya.

"Belum," jawab Aryo.

"Oh. Ya sudah, saya lanjut keliling. Terima kasih airnya," ucap Wahyu.

"Iya. Sama-sama."

Entah kenapa seperti ada yang disembunyikan oleh Wahyu.  Pandangan dan tingkahnya seperti menaruh kecurigaan ke Aryo. Tapi tak tahu curiga atas apa. 

Ia pergi dari rumah Aryo dan menuju ke warung kopi Pak Slamet yang letaknya lumayan jauh dari rumah Aryo. Ada beberapa orang di sana, termasuk juga teman-teman rondanya.

"Cak Met, kopi satu," ucapnya.

"Siap," kata sang penjual.

"Aman, Yu?" tanya salah seorang temannya.

"Aman. Tapi kalian harus tahu ini," kata Wahyu.

Tentu perkataannya itu membuat yang lainnya penasaran. Namun tak ada yang bertanya. Mereka lebih memilih untuk menunggu Wahyu memberitahukannya.

"Ternyata Marni udah pulang," kata Wahyu.

"Ah, yang bener?"

"Iya. Tapi bukan pulang ke rumahnya," kata Wahyu.

"Maksudmu?"

"Tadi, aku lihat dia mengetuk pintu rumah Pak Aryo. Pak Aryo membukanya dan Marni masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu dia menutup pintunya," kata Wahyu.

"Lalu setelah itu saya coba bertamu ke rumahnya untuk memastikan apa yang kulihat itu benar atau salah. Anehnya, saat dia membukakan pintu rumahnya, dia seperti terkejut atas kedatanganku. Aku yakin dia pasti takut jika aku melihat Marni ada di dalam sana," lanjutnya.

"Jangan asal bicara! Nanti jadi fitnah bisa gawat."

"Aku melihat dengan mataku sendiri. Gak mungkin kalau salah," kata Wahyu.

"Tapi Pak Aryo kan punya istri dan anak. Masa mengajak Marni ke rumahnya. Itu sama aja dengan mencari malapetaka," kata salah seorang temannya.

"Jangan-jangan yang kamu lihat itu bukan Marni, melainkan istri Pak Aryo," ucap yang lain.

"Tidak. Aku yakin sekali kalau itu Marni. Kalau gak percaya, sekarang saja kita buktikan," kata Wahyu.

Karena rasa penasaran dan tidak percaya dengan perkataan dari Wahyu, semuanya pun menyetujuinya. Bahkan kopi yang baru saja dipesan pun dibiarkan begitu saja. Mereka berlima pergi dari warung kopi tersebut untuk menuju ke rumah Aryo.

Sebelumnya, Wahyu sudah menginstruksikan ke semuanya agar datang secara sopan. Biar apa? Biar tidak terjadi keributan. Kalaupun benar Aryo membawa Marni masuk ke rumahnya, masalah itu bisa diselesaikan baik-baik.

"Ingat! Datang secara sopan. Jangan melakukan tindakan yang gegabah!" ucap Wahyu.

"Iya. Kami paham."

Setelahnya, pintu rumah Aryo pun diketuk oleh Wahyu. Bukan cuma mengetuk, melainkan juga memanggil nama sang pemilik rumah agar mau keluar. Dan ternyata, tak lama kemudian, Aryo pun membuka pintu rumahnya.

"Ada apa ini?" tanya Aryo bingung.

"Gak ada apa-apa, Pak. Kami cuma ingin bertamu ke rumah Bapak. Kalau Pak Aryo mengizinkan," kata salah satu dari mereka.

"Maaf ya, Bapak-bapak. Bukannya saya tidak mengizinkan. Tapi ini sudah larut malam. Takut nanti mengganggu anak sama istri saya," kata Aryo.

"Begitu ya, Pak? Ya sudah kalau begitu langsung ke intinya saja."

"Sebentar! Ini sebenarnya ada apa? Apa yang langsung ke intinya?" tanya Aryo lagi.

Salah satu dari lima orang itu tersenyum dan berjalan mendekati Aryo. Pastinya dengan maksud mempertanyakan perihal Marni yang katanya masuk ke dalam rumah Aryo.

"Sebelumnya maaf ya, Pak. Bukannya kami lancang. Tapi bolehkah kami menggeledah rumah Bapak?"

"Kenapa?" tanya Aryo.

"Ini soal hilangnya Marni, Pak."

"Jadi maksud kalian saya yang sembunyikan Marni, begitu?" tebak Aryo.

"Oh. Bukan, Pak. Dengarkan dulu! Tadi, kami melihat Bapak membuka pintu. Dan kami melihat dengan jelas kalau yang bertamu itu adalah Marni."

"Anda jangan sembarangan kalau bicara! Saya punya istri dan anak. Mana mungkin saya mengizinkan wanita lain masuk ke dalam rumah saya. Apalagi di malam hari," ucap Aryo tegas.

"Iya, Pak. Saya mengerti. Tapi izinkan kami untuk menggeledahnya terlebih dahulu."

Aryo mencoba mengontrol emosinya. Bisa-bisanya para warga melayangkan tuduhan semacam itu kepadanya. Itu sungguh di luar dugaannya. Tapi, demi untuk menjaga nama baiknya, ia pun memutuskan untuk menuruti apa yang diminta oleh para warga.

"Baiklah. Silahkan geledah rumah saya. Tapi jangan sampai membuat istri dan anak saya terbangun," ucap Aryo.

Setelah mendapatkan persetujuan dari tuan rumah, lima lelaki itupun langsung masuk dan memeriksa segala yang ada di dalam rumah tersebut. Lumayan lama mereka melakukan pemeriksaan, tapi tak menemukan sosok yang mereka maksud. Alhasil mereka pun kembali tanpa mendapatkan hasil apa-apa.

"Bagaimana? Apa Marni yang kalian cari ada di sini? Kalau ada, di mana dia sekarang? Kenapa tidak kalian bawa ke sini?" tanya Aryo.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Teror Hantu Janda Muda   Keanehan Ayahnya Thomas

    Sendi berusaha untuk mengatur napasnya yang tak beraturan. Bayang-bayang tentang wajah mengerikan dari sang hantu masih terus singgah di kepalanya. Sangat menyeramkan memang.“Dia di sini,” ucap Sendi pelan.Thomas langsung paham dengan apa yang Sendi katakan. Ia tentunya terkejut sekaligus takut. Ia arahkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, tapi tak ada apapun di sana. Ia tahu, hantu itu pasti hanya akan memunculkan diri di depan satu orang. Mungkin setelah ini, giliran dia yang akan didatangi.“Gak ada apa-apa, Sen. Udah, tenanglah!” pinta Thomas.“Dia di sini, Thomas.”Thomas bingung harus berbuat apa. Di satu sisi, ia memang takut. Tapi di sisi lain, ia juga ingin permasalahan ini cepat-cepat selesai. Ia tak mau ini jadi teror yang berkelanjutan tanpa ada ujungnya. Rasanya sudah lelah kalau tiap hari harus dihantui oleh hantu Marni. Ia ingin hidup dengan tenang seperti sedia kala.“Hufff ....” Thomas mengembuskan napas pelan.“Kalau kamu beneran Tante Marni, keluarlah! Kami i

  • Teror Hantu Janda Muda   Dihantui Lagi

    "Udah, jangan banyak nanya. Lupakan saja! Intinya fokus nyetir supaya bisa cepat-cepat sampai," kata Rio."Oke, oke."Entah makhluk yang dimaksud Rio masih mengejar atau tidak, Thomas pun tak tahu. Rio pun mungkin juga sama tidak tahu. Akan tetapi hal itu sudah tak perlu dikhawatirkan lagi kala mereka sudah sampai di rumah Thomas."Cepetan Thom, buka garasimu. Biar aku yang masukin motornya.""Tam Tom. Aku bukan kucing.""Sudahlah, jangan protes! Cepat!" perintah Rio lagi."Iya, tunggu!"Thomas langsung berlari masuk ke dalam rumah dan segera membuka pintu garasi. Selepas itu ia pun langsung menyuruh kedua temannya itu untuk memasukkan motor ke garasi.***"Hufff. Emang kamu lihat apa tadi?" tanya Sendi sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur kamar Thomas."Biasalah. Ya tahu sendiri, lah," jawab Rio."Kurasa kita memang harus cepat-cepat memecahkan misteri ini, deh. Kita gak bisa membiarkan hantu itu meneror kampung kita lebih lama lagi," ucap Thomas."Iya, emang. Makanya itu kita h

  • Teror Hantu Janda Muda   Pulang Tanpa Hasil

    Sendy yang mendengar ucapan Thomas pun langsung terkejut dan melihat ke arah yang ditunjuk. Ternyata di sana tidak ada apa-apa."Mana?""Hahaha. Nggak, nggak. Aku cuma bercanda.""Sialan! Jangan kayak gitu!""Kenapa mendadak jadi penakut? Padahal tadi siang berani banget nyelidiki sampe toilet," ucap Thomas."Masalahnya ini baru aja habis ngelihat hantu. Ya kesan takutnya masih kerasa, lah. Entah kalau nanti. Mungkin akan hilang. Ya biasanya kayak gitu," ucap Sendy."Berarti berani pulang sendiri, entar?" Kali ini Rio yang bertanya."Mungkin.""Yeee. Ya jangan mungkin. Yang yakin, dong.""Hmm. Ya, ya. Aku berani. Aku laki-laki. Ngapain juga harus takut," ucap Sendi."Baguslah. Kita emang gak boleh takut," ucap Thomas.Setelah itu, ketiganya pun diam. Musik mulai menyala, dan sang penyanyi di cafe itupun mulai menyanyikan sebuah lagi. Thomas, Rio dan Sendi dapat melihat dengan jelas tentang bagaimana penyanyi cantik itu bernyanyi serta berjoget di sana. Namun itu bukan tujuan utama mer

  • Teror Hantu Janda Muda   Gangguan Perjalanan

    "Gak, gak. Aku berani," ucap Sendy."Oh. Syukur deh. Kalau begitu tunggu di rumah dulu. Jangan berangkat dulu.""Kenapa?""Aku belum izin orang tua. Hahaha. Kalau gak diizinin ya gak jadi.""Lah. Parah banget.""Lha iya. Tapi akan tetap aku usahakan. Ya udah. Udah dulu. Aku mau bilang ke mereka.""Siap, deh."Thomas mematikan panggilan teleponnya. Ia pun kemudian berniat untuk menemui orang tuanya yang kini sedang menonton televisi. Entah diberi izin atau tidak, ia tetap harus mencoba untuk meminta izin."Eee ... Aku mau keluar, boleh nggak?" tanya Thomas ke keduanya."Keluar ke mana, sih? Harusnya kalau malam-malam di rumah aja," kata ibunya."Harusnya sih gitu, Bu. Tapi ini penting banget," kata Thomas."Penting apa?" Kali ini ayahnya yang bertanya."Ada tugas. Lagian entar aku juga sama Rio. Sama si Sendy juga. Aku gak sendiri, kok."Ada keraguan di hati kedua orang tuanya untuk memberikan izin kepada sang anak. Tentu itu disebabkan oleh teror hantu yang akhir-akhir ini ada di kamp

  • Teror Hantu Janda Muda   Dugaan Pemerkosaan dan Pembunuhan

    "Rumit, sih. Kalau aku hubungkan dengan yang difilm-film, kayaknya Tante Marni ini diperkosa seseorang. Mungkin sampai hamil. Lalu setelah mengetahui bahwa dirinya hamil, dia jadi malu dan memutuskan untuk pergi dari kampung sini," ucap Thomas."Terus soal teror hantu itu?""Kurasa itu emang hantunya Tante Marni. Ini mungkin, ya. Mungkin ketika perjalanan pergi, si pelaku itu membunuh Tante Marni dan membuangnya di suatu tempat yang kita tidak tahu di mana. Makanya itu arwahnya jadi tidak tenang dan menghantui kampung ini.""Nah, sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa yang dihantui kampung ini. Maksudku, kenapa dia gak menghantui orang yang udah memerkosa dia?" tanya Nana.Thomas tersenyum meremehkan. Ia sudah menebak dari awal kalau bakalan ada yang bertanya seperti itu, dan ternyata benar, Nana bertanya seperti yang ia pikirkan."Itulah alasan kenapa aku tidak ingin siapapun tahu tentang penemuan test pack itu, tak terkecuali juga Pak RT. Hantu Tante Marni meneror kampung ini, kemung

  • Teror Hantu Janda Muda   Test Pack

    Wajah makhluk itu tak nampak karena tertutup oleh rambut panjangnya. Namun tetap saja terlihat sangat menyeramkan.Thomas mengembalikan pensil alis itu ke tempat semula. Setelah itu ia memutuskan untuk mencari sesuatu yang lain. Di saat yang bersamaan, sosok hantu menyeramkan itu juga sudah menghilang dari sana."Ah, apa Tante Marni tidak meninggalkan sesuatu yang lain soal kepergiannya?" tanya Thomas pada dirinya sendiri.Ia mengembuskan napas pelan. Entah kenapa ia merasa bahwa penyelidikan ini pasti akan berakhir dengan sebuah kegagalan. Itu yang ada di pikiran Thomas saat ini.Thomas terus mencari sesuatu yang berada di kamar itu. Ia benar-benar mengesampingkan rasa takutnya, atau bahkan bisa dibilang menghilangkan rasa takutnya itu. Berada di dalam kamar yang gelap dan sepi tanpa ditemani oleh siapapun. Jelas itu terasa seperti uji nyali baginya. Namun ia seolah tak peduli dengan itu semua. Misinya jauh lebih penting daripada rasa takutnya."Seandainya aku punya indera ke-enam. A

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status