Share

Kejadian di Rumah Aryo

Baru saja terfokus dengan pekerjaannya, suara itu muncul kembali. Jantungnya berdebar hebat. Ia sudah memikirkan sesuatu yang buruk tentang sang pengetuk. Namun rasa penasarannya mengalahkan ketakutannya. Pada akhirnya pun ia memilih untuk membukakan pintu tersebut.

Dengan langkah yang sangat berhati-hati, ia pun langsung menuju ke sana. Hal pertama yang ia lakukan sebelum membuka pintu adalah melihatnya dari jendela. Tapi sialnya, itu tak cukup membantu untuk melihat siapa yang kini tengah berdiri di depan pintu.

Tidak peduli dengan apa yang akan terjadi, Aryo pun memutuskan untuk membuka pintu. Dengan pelan ia menarik gagang pintu dan akhirnya bisa melihat tentang siapa yang datang bertamu.

"Wahyu. Saya kira siapa. Kenapa malam-malam datang ke sini?" tanya Aryo.

"Kenapa Pak Aryo panik kayak gitu?" tanya Wahyu.

"Enggak. Nggak apa-apa," jawab Aryo.

"Hmm. Saya cuma mau minta air putih, Pak. Hehehe. Haus habis keliling kampung," katanya.

"Oh. Sebentar saya ambilin," kata Aryo.

Bingung, itulah yang Aryo rasakan saat ini. Muncul pertanyaan di dalam hatinya. Apakah tadi yang mengetuk pintu juga Wahyu? Tapi kalau itu Wahyu, apa manfaatnya buat dia?

Aryo membuang jauh-jauh pemikirannya itu. Ia mengambil sebotol air yang ada di dalam kulkas untuk diberikan kepada Wahyu.

Tepat ketika ia mengambil, sebuah suara seperti benda jatuh terdengar jelas di telinganya. Arahnya berasal dari ruang dalam. Entah itu dapur atau kamar mandi. Rasa takut dan penasaran kembali menyerangnya. Namun sekali lagi rasa penasarannya yang menang. Ia memutuskan untuk memeriksanya. Di dapur, tidak ada apapun yang jatuh. Tapi ketika ia memeriksa ke arah kamar mandi, ia melihat ada gayung yang sudah tergeletak di lantai. Pikirnya, mungkin suara itu datang dari gayung yang terjatuh.

Ternyata tidak ada apa-apa. Selepas ia menaruh gayung itu ke tempatnya, ia pun kembali menemui Wahyu untuk memberikan sebotol air itu kepadanya.

"Kamu keliling kampung sendirian?" tanya Aryo.

"Kelilingnya sih sendirian, Pak. Karena kami berpencar. Tapi kalau di pos, ada banyak orang," jawab Wahyu. Aryo mengangguk paham.

"Itu rumahnya masih gelap. Orangnya belum pulang, Pak?" tanya Wahyu sambil menunjuk rumah Marni menggunakan isyarat matanya.

"Belum," jawab Aryo.

"Oh. Ya sudah, saya lanjut keliling. Terima kasih airnya," ucap Wahyu.

"Iya. Sama-sama."

Entah kenapa seperti ada yang disembunyikan oleh Wahyu.  Pandangan dan tingkahnya seperti menaruh kecurigaan ke Aryo. Tapi tak tahu curiga atas apa. 

Ia pergi dari rumah Aryo dan menuju ke warung kopi Pak Slamet yang letaknya lumayan jauh dari rumah Aryo. Ada beberapa orang di sana, termasuk juga teman-teman rondanya.

"Cak Met, kopi satu," ucapnya.

"Siap," kata sang penjual.

"Aman, Yu?" tanya salah seorang temannya.

"Aman. Tapi kalian harus tahu ini," kata Wahyu.

Tentu perkataannya itu membuat yang lainnya penasaran. Namun tak ada yang bertanya. Mereka lebih memilih untuk menunggu Wahyu memberitahukannya.

"Ternyata Marni udah pulang," kata Wahyu.

"Ah, yang bener?"

"Iya. Tapi bukan pulang ke rumahnya," kata Wahyu.

"Maksudmu?"

"Tadi, aku lihat dia mengetuk pintu rumah Pak Aryo. Pak Aryo membukanya dan Marni masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu dia menutup pintunya," kata Wahyu.

"Lalu setelah itu saya coba bertamu ke rumahnya untuk memastikan apa yang kulihat itu benar atau salah. Anehnya, saat dia membukakan pintu rumahnya, dia seperti terkejut atas kedatanganku. Aku yakin dia pasti takut jika aku melihat Marni ada di dalam sana," lanjutnya.

"Jangan asal bicara! Nanti jadi fitnah bisa gawat."

"Aku melihat dengan mataku sendiri. Gak mungkin kalau salah," kata Wahyu.

"Tapi Pak Aryo kan punya istri dan anak. Masa mengajak Marni ke rumahnya. Itu sama aja dengan mencari malapetaka," kata salah seorang temannya.

"Jangan-jangan yang kamu lihat itu bukan Marni, melainkan istri Pak Aryo," ucap yang lain.

"Tidak. Aku yakin sekali kalau itu Marni. Kalau gak percaya, sekarang saja kita buktikan," kata Wahyu.

Karena rasa penasaran dan tidak percaya dengan perkataan dari Wahyu, semuanya pun menyetujuinya. Bahkan kopi yang baru saja dipesan pun dibiarkan begitu saja. Mereka berlima pergi dari warung kopi tersebut untuk menuju ke rumah Aryo.

Sebelumnya, Wahyu sudah menginstruksikan ke semuanya agar datang secara sopan. Biar apa? Biar tidak terjadi keributan. Kalaupun benar Aryo membawa Marni masuk ke rumahnya, masalah itu bisa diselesaikan baik-baik.

"Ingat! Datang secara sopan. Jangan melakukan tindakan yang gegabah!" ucap Wahyu.

"Iya. Kami paham."

Setelahnya, pintu rumah Aryo pun diketuk oleh Wahyu. Bukan cuma mengetuk, melainkan juga memanggil nama sang pemilik rumah agar mau keluar. Dan ternyata, tak lama kemudian, Aryo pun membuka pintu rumahnya.

"Ada apa ini?" tanya Aryo bingung.

"Gak ada apa-apa, Pak. Kami cuma ingin bertamu ke rumah Bapak. Kalau Pak Aryo mengizinkan," kata salah satu dari mereka.

"Maaf ya, Bapak-bapak. Bukannya saya tidak mengizinkan. Tapi ini sudah larut malam. Takut nanti mengganggu anak sama istri saya," kata Aryo.

"Begitu ya, Pak? Ya sudah kalau begitu langsung ke intinya saja."

"Sebentar! Ini sebenarnya ada apa? Apa yang langsung ke intinya?" tanya Aryo lagi.

Salah satu dari lima orang itu tersenyum dan berjalan mendekati Aryo. Pastinya dengan maksud mempertanyakan perihal Marni yang katanya masuk ke dalam rumah Aryo.

"Sebelumnya maaf ya, Pak. Bukannya kami lancang. Tapi bolehkah kami menggeledah rumah Bapak?"

"Kenapa?" tanya Aryo.

"Ini soal hilangnya Marni, Pak."

"Jadi maksud kalian saya yang sembunyikan Marni, begitu?" tebak Aryo.

"Oh. Bukan, Pak. Dengarkan dulu! Tadi, kami melihat Bapak membuka pintu. Dan kami melihat dengan jelas kalau yang bertamu itu adalah Marni."

"Anda jangan sembarangan kalau bicara! Saya punya istri dan anak. Mana mungkin saya mengizinkan wanita lain masuk ke dalam rumah saya. Apalagi di malam hari," ucap Aryo tegas.

"Iya, Pak. Saya mengerti. Tapi izinkan kami untuk menggeledahnya terlebih dahulu."

Aryo mencoba mengontrol emosinya. Bisa-bisanya para warga melayangkan tuduhan semacam itu kepadanya. Itu sungguh di luar dugaannya. Tapi, demi untuk menjaga nama baiknya, ia pun memutuskan untuk menuruti apa yang diminta oleh para warga.

"Baiklah. Silahkan geledah rumah saya. Tapi jangan sampai membuat istri dan anak saya terbangun," ucap Aryo.

Setelah mendapatkan persetujuan dari tuan rumah, lima lelaki itupun langsung masuk dan memeriksa segala yang ada di dalam rumah tersebut. Lumayan lama mereka melakukan pemeriksaan, tapi tak menemukan sosok yang mereka maksud. Alhasil mereka pun kembali tanpa mendapatkan hasil apa-apa.

"Bagaimana? Apa Marni yang kalian cari ada di sini? Kalau ada, di mana dia sekarang? Kenapa tidak kalian bawa ke sini?" tanya Aryo.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status