Share

Tante Intan atau Siapa?

"Tepat," jawab Sendy. Sontak hal itu membuat suasana menjadi hening. Semua mata tertuju padanya.

"Hahaha ... Bercanda. Aku minta sama Pak Mamat, bukan nyuri," lanjutnya.

Semuanya pun akhirnya bisa bernapas lega. Wajar saja kalau mereka khawatir. Sebelumnya pernah ada kejadian pencurian pisang di kebun tersebut. Pencurinya adalah seseorang dari desa lain. Anehnya, pencuri itu malah mengembalikan pisang yang telah ia curi kepada Pak Mamat. Katanya ia tak sanggup diteror oleh sosok hantu bungkus. Sampai sekarang pun tidak ada yang tahu apakah sosok hantu itu memang peliharaannya Pak Mamat yang ia suruh untuk menjaga kebunnya atau cuma hantu yang kebetulan menghuni daerah tersebut. Itu adalah misteri yang belum terpecahkan sampai saat ini, tapi juga tidak terlalu penting untuk dipecahkan.

"Daripada kita berdiam diri, mending kita bercerita tentang suatu hal," ucap Sendy.

"Cerita apa? tanya Miya penuh kebingungan.

"Sesuai dengan yang lagi viral di desa ini," jawab Sendy.

"Jangan bercanda kau. Kalau aku tidak berani pulang gimana nanti?" tanya Miya.

"Nginep di sini juga boleh. Hahaha."

"Boleh juga. Asalkan kau tidur di luar," kata Miya.

"Kalau seperti itu, lebih baik kau pulang saja. Lagian rumahmu sama rumahnya Nana kan gak terlalu jauh dari sini. Jalan kaki aja bisa sampai," kata Sendy. Yang lainnya menahan tawa.

Suasana malam masih jauh dari kata menyeramkan. Hal itu dikarenakan mereka masih berkumpul bersama. Dengan begitu, ketakutan pun tak mudah muncul di hati mereka. Demikian pula dengan hantu yang mungkin juga tak berani muncul di hadapan banyak orang. Jadi, sebuah keberanian pun masih bisa melekat kuat di dalam diri lima remaja itu.

Namun, sebuah ide buruk terlintas di pikiran Sendy. Lelaki berbadan kekar itu dengan bodohnya mengajak teman-temannya untuk membahas hal-hal yang berbau mistis. Padahal kata orang-orang, jika mereka dibicarakan, maka itu sama saja dengan mengundang mereka. Bahkan membaca sebuah cerita tentang mereka saja pun juga termasuk mengundang kehadiran mereka.

"Aku rasa malam ini akan ada lagi yang ngelihat hantu itu," kata Sendy.

"Woi, jangan dibahas! Nanti kalau dia nongol baru tahu rasa kau," kata Rio.

"Tidak, dengarkan ceritaku dulu! Dulu juga pernah ada kejadian seperti ini di kampung nenekku. Tiap malam ada aja orang yang mengaku melihat hantu. Kejadiannya terjadi secara terus-menerus dan berakhir ketika mayat hantu itu ditemukan," ucap Sendy.

"Jadi maksudmu hantu yang meneror desa kita itu aslinya adalah orang mati yang mayatnya belum dikubur secara layak?" tanya Rio.

Sambil mengelus-elus janggutnya, Sendy membenarkan apa yang Rio katakan. Sekarang ia bagai seorang paranormal yang tahu segalanya tentang hal supranatural. Itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri untuknya.

"Tante Marni," ucap Thomas.

"Apa maksudnya dengan Tante Marni?" tanya Nana.

"Apa jangan-jangan Tante Marni yang jadi hantu itu?" tebak Thomas.

"Maksudmu Tante Marni sudah meninggal? Kalau menurutku tidak mungkin. Karena kata orang-orang, dia pergi ke tempat saudaranya yang berada di luar kota. Tapi gak ada yang tahu apa nama kotanya dan siapa saudaranya itu," kata Sendy.

"Dari mana kau tahu?" tanya Thomas.

"Waktu bapak dan beberapa warga lainnya menggeledah rumahnya, mereka menemukan tulisan di sebuah kertas. Di situ tertulis bahwa Tante Marni berpamitan ke seluruh warga desa bahwa dia ingin tinggal di rumah saudaranya yang terletak di luar kota," kata Sendy.

Tak bisa dipercayai. Jika itu memang benar adanya, kenapa  ia tidak mendengar berita tentang hal tersebut? Itulah yang dipikirkan Thomas saat ini. Namun apapun alasannya, tidak ada pilihan lain selain hanya percaya. Lagipula, jika tebakannya itu benar bahwa Tante Marni telah menjadi hantu gentayangan, bukankah seharusnya hantu itu sudah ada sejak tiga hari yang lalu? Tapi desa itu baru dihebohkan oleh teror hantu tadi malam.

"Sepertinya apa yang dikatakan Sendy memang benar. Baru tadi malam kejadiannya. Aku mendengar suara tangisan perempuan waktu aku akan tidur. Besar kemungkinan kalau tangisan itu berasal dari hantu yang meneror desa kita. Tentang kenapa dia menangis, mungkin saja ia butuh pertolongan agar jasadnya ditemukan," ucap Thomas.

"Tunggu! Tangisan? Dari mana asal tangisan itu?" tanya Miya.

"Nggak tahu juga. Suaranya pelan. Mungkin dari luar rumah," jawab Thomas.

"Hahaha ... Kau salah. Jika suaranya pelan, berarti hantu itu sedang ada di tempat yang sangat dekat denganmu. Mungkin dia juga ada di kamarmu. Di kolong tempat tidurmu, di lemari mu ataupun di atasnya, atau juga bisa di pojokan kamarmu. Begitu juga sebaliknya. Kalau suaranya keras, justru dia sedang berada di tempat yang jauh dari kamu. Berarti tadi malam itu kamu mungkin tidur dengan ditemani sama dia," kata Sendy.

Lalu, bagaimana ekspresi Thomas ketika dia mendengar ucapan Sendy? Tentu saja dia terkejut setengah mati. Walau bagaimanapun juga dia itu bukan tipe orang yang pemberani. Apalagi kalau sudah berurusan dengan makhluk tak kasat mata.

Saking takutnya ia sudah tak bisa berkata-kata lagi. Pikirannya hanya tertuju pada kejadian semalam. Kalau saja ia tahu tentang itu dari awal, mungkin tadi malam ia sudah berlari dari kamarnya. Manusia mana yang mau satu kamar dengan hantu?

"Aku kebelet kencing. Numpang ke toilet dulu, Sen," ucap Thomas.

"Iya, silahkan. Gratis, gak dipungut biaya," kata Sendy. Yang lain pun tertawa pelan.

Tak ingin menanggapi ucapan dari sang tuan rumah, Thomas bergegas untuk menuju ke toilet. Namun ketika dirinya baru sampai di dapur, lampu rumah tiba-tiba mati. Ia agak terkejut sebenarnya, tapi setelahnya ia berpikir bahwa itu semua ulah dari teman-temannya.

"Sialan mereka. Kurang kerjaan," ucapnya dan memutuskan untuk kembali.

Tapi, ada satu hal yang menarik perhatiannya. Samar-samar ia melihat ada seseorang selain dia yang berada di dapur. Dari pandangan matanya, itu adalah seorang perempuan. Ia cuma melihatnya sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya.

"Tante Intan," panggilnya. Itu adalah nama dari ibunya Sendy.

Yang ia panggil tidak menjawab. Bahkan menoleh pun tidak. Wanita itu terus saja membelakangi dia seakan-akan sedang sibuk dengan sesuatu yang berada di meja dapur. Thomas kembali berusaha untuk memanggil orang itu.

"Tante Intan, saya mau numpang ke toilet, tapi tiba-tiba lampunya mati. Tante Intan sendiri lagi apa?" tanyanya.

Tapi, hal yang sama pun terjadi lagi. Tidak ada jawaban yang ia terima atas pertanyaannya. Mulai timbul pertanyaan di hatinya. Tentang siapa, mengapa dan ada apa. Tapi, ia memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu sambil setengah berlari. Di dalam larinya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara yang begitu menggema di telinganya. Ia pun sampai melompat kaget dibuatnya. Suara apakah itu?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status