Sesuai rencana hari ini Ammar akan pergi ke luar kota karena salah satu proyeknya mengalami kendala. Pagi-pagi sekali sudah berangkat bandara tanpa berpamitan pada kedua orang tuanya. Pria itu masih merasa kesal atas kedatangan mamanya yang membawa Raline ke rumahnya. Tidak tahukah sang mama betapa bencinya Ammar pada Raline? Sesakit apa hatinya saat melihat mantan kekasihnya itu. Apakah mendapatkan penerus lebih penting dari perasaan putranya sendiri? Sehingga wanita itu menjilat ludahnya sendiri dengan memberi restu pada Raline yang dulu dia tolak mentah-mentah. Kali ini Ammar merasa kecewa dengan sikap sang mama yang menurutnya mengkhianati Ana karena bersikap baik pada Raline. Begitu kecewanya hingga sebelum pergi Ammar bahkan berpesan pada art dan security rumahnya untuk tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam rumahnya termasuk Rosa terlebih lagi Raline apapun alasannya. Pukul sebelas siang Ammar telah sampai di kota kecil yang baru kali ini didatanginya. Sebuah kot
"Jika memang dia bisa membuatmu bahagia, Mama merestuimu," ucap Rosa. Helaan nafas berat terdengar dari mulut Ammar. Pria itu membuang muka. "Mama sudah berdiskusi dengan Oma dan Papamu, kami merestui kalian jika memang dia yang bisa membuatmu bahagia." Ammar mengarahkan pandangan ke sang mama. "Dalam kehidupan ini aku hanya akan memiliki satu istri, dan itu Renjana Zuhayra." Rosa berdecak kesal. "Dulu kamu bahkan menyalahkan Mama karena memaksamu menikahinya, dan sekarang saat dia sudah tiada kamu bersikap seolah sangat mencintainya sampai tidak bisa menerima wanita lain." "Itulah kenyataan, Ma. Hatiku sudah mati bersamanya," "Astaghfirullah..... Lalu, Mama harus bagaimana jika dua putra Mama menolak menikah karena patah hati?" Rosa merasa frustasi, kedua putranya menutup hati setelah kematian Renjana. Ammar tak menyahut, pria itu menunduk menatap benda mengkilat yang melingkar di jari manisnya. Bukti ikatannya dengan sang istri yang sangat terlambat dikenakannya.
Kedatangan Alex membuka mata Ammar. Meski belum bisa memaafkan dirinya namun perlahan pria itu mulai bangkit. Semangat hidupnya mulai kembali dan hal pertama yang dilakukannya adalah mencetak ulang foto pernikahannya dengan Renjana. Beberapa foto dibingkai dengan pigura besar. Diletakkannya di dinding ruang tamu, ruang tengah dan di kamar Renjana yang ada di lantai atas rumahnya. Tak hanya di rumah, foto pernikahannya juga di pajang di ruang kerjanya. Bagi Ammar itu satu-satunya penyemangat yang dimiliki. Selain itu Ammar juga menanam banyak bunga mawar merah kesukaan Renjana di halaman rumahnya. Diteras juga diletakkan pot-pot berisi tanaman bunga berduri itu. Ammar ingin semua sisi rumahnya dipenuhi dengan hal-hal yang berhubungan dengan Renjana. "Apa kamu sudah siap?" tanya Alex saat melihat Ammar keluar dari rumahnya dengan pakaian rapi. Semalam Ammar mengirim pesan pada Alex, memberitahu jika dirinya sudah siap kembali ke perusahaan. "Aku siap," jawab Ammar.
Seperti perintah Oma Rumana, Ammar tak lagi menjabat sebagai CEO perusahaan keluarganya. Sebagai gantinya Maliq kembali mengambil alih posisi yang sebelumnya sudah dia serahkan pada Ammar setelah putranya itu menikahi Renjana sesuai wasiat khalid Zafier. Meski sudah tak punya hak mewarisi perusahaan Zafier namun pria itu masih memiliki hakmu untuk mendapatkan warisan dari kekayaan almarhum kakeknya yang lain. Seperti hotel fan villa juga saham di rumah sakit. Ammar sendiri juga memiliki perusahaan yang baru dirintisnya dengan seorang temannya yang tentu saja masih dibawah naungan Zafier's Group. Sekua itu menjamin hidup Ammar tidak akan kekurangan meski tidak menjadi seorang CEO di perusahaan keluarganya lagi. Sayangnya, hal itu tak membuat pria itu senang. Ammar yang bersemangat dan ambisius sudah hilang entah kemana? Sekarang yang ada hanya seorang pria rapuh yang mengurung diri di rumahnya karena tersiksa oleh rindu dan penyesalan. Putra sulung Maliq Zafier itu setiap h
"Kenapa Papa nggak bilang kalau Ana putrinya Gayatri?" tanya Rosa pada Maliq. Rasa penyesalannya semakin besar setelah mendengar semua cerita Maliq tentang asal-usul menantunya itu juga kebenaran tentang Gayatri yang mengorbankan dirinya demi menyelamatkan Rosa. "Sejak awal kamu tidak menyukainya. Papa takut jika kamu tahu akan semakin membencinya," jawab Maliq. Saat ini semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah. Oma Rumana sengaja mengumpulkan anak cucu untuk mengungkapkan kebenaran tentang Renjana dan alasan menjodohkannya dengan Ammar "Critanya akan berbeda kalau dari awal Papa menceritakan pengorbanan Gayatri demi menyelamatkan kehormatanku," bantah Rosa tidak terima. "Sekarang aku bagaimana aku harus menebus kesalahanku?" Rosa menangis. Merasa serba salah, Maliq memilih diam sambil mengelus punggung istrinya lembut. Di atas sofa paling ujung, Oma Rumana hanya bisa mendesah berat. Hatinya juga dipenuhi penyesalan karena kepergian Renjana. Di tempatnya Ammar dan S
Sudah seminggu berlalu sejak kecelakaan pesawat yang dialami Renjana. Dan pagi ini dari perusahaan maskapai mengeluar pernyataan resmi jika bangkai pesawat yang jatuh ke laut lepas tidak dapat ditemukan. Semua awak pesawat dan seluruh penumpang dinyatakan meninggal dunia. Semua portal berita baik online maupun offline menyiarkan berita tersebut. Banyak ucapan bela sungkawa yang berseliweran di media sosial untuk menunjukkan rasa berkabung dari semua pengguna media sosial. Di dalam kamar di atas sisi tempat tidur Ammar terduduk dengan pandangan mengarah keluar jendela. Tatapannya menerawang jauh, sejauh rindunya yang menghilang entah kemana. Di sisinya tergeletak ponsel yang layarnya sedang menampilkan berita tentang tragedi jatuhnya pesawat. "Aku yakin kamu masih hidup. Kamu tidak boleh pergi begitu saja, kamu masih berhutang penjelasan padaku," gumam Ammar dengan suara tercekat. Matanya yang setajam elangnya itu seolah kehilangan ketegasannya. Netra hitam itu kini namp