Home / Romansa / Terpaksa Jadi Istri CEO Dingin / Bab 3 : Musuh dalam Pelaminan

Share

Bab 3 : Musuh dalam Pelaminan

Author: qia
last update Last Updated: 2025-09-05 08:34:59

Pagi itu Keira bersiap dengan gelisah, firasatnya mengatakan pertemuan yang diminta ayahnya bukan hal biasa. Di sebuah restoran mewah, ia dan Nero mendapati Ervan Valen sudah menunggu dalam keadaan lemah dengan selang infus, namun tetap menyimpan sorot mata dingin penuh kendali.

“Jadi, kalian sudah resmi suami istri.” suara Ervan terdengar pelan namun tegas.

“Aku senang kalian datang,” kata ayahnya pelan, suaranya terdengar serak tapi tegas. “Aku ingin lihat langsung, seperti apa kalian hidup bersama.”

“Kami baik-baik saja,” jawab Nero tenang.

Keira mengerling ke arahnya. Ia tidak yakin dengan definisi baik-baik saja yang dimaksud Nero. Tapi ia tidak membantah. Ia memilih diam dan membiarkan ayahnya melanjutkan.

“Ada hal yang perlu kalian tahu,” kata Ervan. “Tentang masa lalu.”

Keira menggenggam jemarinya sendiri. Ini. Ini yang selama ini ia tunggu sekaligus ia takutkan.

“Ayah Nero dulu pernah jadi rekan bisnis ayah. Tapi ibunya…”

Ervan terdiam sejenak, seolah berpikir apakah ia harus melanjutkan kalimat itu. Lalu ia menatap Keira, dan berkata pelan.

“Ibunya adalah wanita yang sangat dekat dengan ayah. Mungkin terlalu dekat.”

Jantung Keira berhenti berdetak sejenak. Ia menatap Nero yang tetap tenang, seolah kalimat itu bukan sesuatu yang baru baginya.

“Jadi… maksud ayah, ibunya Nero adalah…?”

“Wanita yang pernah ayah cintai. Tapi keadaan tidak mengizinkan. Kami berpisah dalam situasi yang… rumit. Sangat rumit.”

Keira tidak bisa berkata-kata. Ini lebih dari yang ia duga. Jauh lebih dari sekadar pernikahan politik. Ini adalah pernikahan antara dua generasi yang menyimpan konflik darah dan rahasia.

“Apakah ibu tahu ini?” tanyanya, nyaris berbisik.

Ayahnya tidak menjawab. Tapi tatapannya cukup untuk membuat Keira tahu bahwa ibunya tahu. Dan mungkin itu alasan ibunya membenci pernikahan ini secara diam-diam, tapi tidak bisa menolaknya secara terbuka.

“Keira,” ujar Nero pelan, memecah keheningan. “Kamu tidak perlu merasa bersalah. Apa pun yang terjadi di masa lalu, tidak menentukan siapa kita hari ini.”

Keira menatap Nero. Untuk pertama kalinya, ia melihat sesuatu dalam mata pria itu. Bukan dingin, bukan hitam yang kosong. Tapi luka. Luka yang disimpan terlalu lama hingga membatu.

“Aku tidak tahu harus percaya pada siapa,” kata Keira jujur. “Kamu… bisa saja memanfaatkan semua ini. Pernikahan ini, perusahaan keluargaku, bahkan aku.”

Nero tidak membantah. Ia hanya menatap lurus dan berkata tenang.

“Kalau aku memang ingin menghancurkan kalian, aku bisa lakukan sejak dulu. Tapi aku tidak.”

“Apa karena kamu masih simpan dendam itu?” tanya Keira tajam.

Nero terdiam. Hening itu cukup menjelaskan bahwa luka masa lalu tidak pernah benar-benar sembuh. Dan sekarang, mereka berdua berdiri di pusaran yang diciptakan oleh generasi sebelum mereka.

Ayah Keira berdiri pelan, dengan bantuan tongkatnya. Ia berjalan ke arah jendela besar, menatap langit Jakarta yang mulai gelap.

“Kalian masih muda. Kalian bisa memilih jalur berbeda. Tapi ingat, dunia tidak peduli pada perasaan. Dunia hanya peduli siapa yang menang dan siapa yang tumbang.”

Keira menggigit bibir bawahnya. Ia tidak ingin tumbang. Tapi ia juga tidak tahu bagaimana caranya bertahan tanpa kehilangan dirinya sendiri.

Setelah pertemuan itu selesai, Nero dan Keira kembali ke rumah dalam keheningan. Di dalam mobil, tidak ada yang berbicara. Hanya suara AC dan bisik mesin yang menemani perjalanan pulang. Tapi di kepala Keira, semuanya riuh. Ia merasa seperti tengah terjebak dalam cerita yang bukan miliknya, tapi ia harus menjadi pemeran utama di dalamnya.

Sesampainya di rumah, Keira langsung menuju kamarnya. Ia melepas sepatu dengan tergesa, lalu membanting tubuhnya ke atas ranjang. Wajahnya menenggelam dalam bantal, air mata menetes perlahan tanpa suara.

Ia tidak menangis karena sedih. Tapi karena marah. Pada ayahnya. Pada Nero. Pada dirinya sendiri. Dan pada kenyataan bahwa semua ini terjadi tanpa ia minta.

Beberapa menit kemudian, pintu kamarnya diketuk pelan. Keira tidak menjawab.

Nero masuk tanpa bicara. Ia berdiri di tepi ranjang, lalu duduk di kursi dekat jendela. Tidak ada kontak mata. Tidak ada suara.

“Aku tahu kamu membenciku,” kata Nero akhirnya.

Keira mengangkat wajahnya. Matanya sembab, tapi tajam.

“Aku tidak membencimu. Aku hanya tidak tahu siapa kamu.”

Nero mengangguk. “Itu adil.”

“Kalau kamu memang tidak ingin menyakitiku… jangan paksa aku pura-pura bahagia.”

Nero menatapnya, dan untuk pertama kalinya, wajahnya terlihat lelah.

“Aku tidak ingin kamu pura-pura. Aku hanya ingin kita bisa saling jujur.”

Keira menghela napas panjang. Ia tahu ini baru permulaan. Tapi ia juga tahu, pertarungan terbesarnya bukan dengan Nero.

Melainkan dengan dirinya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Istri CEO Dingin   Bab 6 : Sahabat yang Berkhianat

    Keira duduk di ruang kerjanya yang sepi. Lampu meja menyinari setumpuk laporan keuangan, tapi matanya tak benar-benar membaca angka-angka itu. Sejak pagi, pikirannya kacau. Nero meninggalkan rumah tanpa banyak bicara, sementara kata-katanya semalam masih menusuk seperti duri.Ia mengusap wajah lelahnya, mencoba fokus. Namun suara pintu diketuk pelan membuatnya mendongak.“Masuk,” katanya.Shena muncul dengan senyum hangat yang biasa, membawa nampan kecil berisi teh jahe kesukaan Keira. “Kamu kelihatan pucat. Minum ini dulu, biar agak tenang.”Keira menatap sahabatnya itu. Ada rasa lega melihat wajah familiar, tapi entah kenapa, kali ini ia tidak bisa sepenuhnya merasa nyaman. Ia menerima gelas itu, menyesap sedikit, lalu bertanya, “Shen… kamu percaya sama Nero?”Shena sedikit terkejut, namun cepat menutupi ekspresinya dengan senyum tipis. “Kenapa tiba-tiba tanya begitu?”Keira menunduk. “Aku hanya… bingung. Semakin banyak yang aku tahu, semakin sulit membedakan siapa kawan, siapa lawa

  • Terpaksa Jadi Istri CEO Dingin   Bab 5 : Petunjuk dari Masa Lalu

    Keira menatap berkas di tangannya. Map tipis itu tergeletak di atas ranjang, lembaran-lembarannya berantakan. Data dan salinan email di dalamnya jelas menuliskan satu nama: Nero.Seharusnya malam ini ia bisa tidur nyenyak, tapi kepalanya justru dipenuhi ribuan pertanyaan. Nero pernah melindunginya, bahkan beberapa kali menyelamatkan nyawanya. Lalu kenapa namanya tercatat dalam dokumen sabotase?Ia bangkit, berjalan mondar-mandir, lalu berhenti di depan cermin. Rambutnya kusut, matanya sembab. Bayangan yang menatap balik bukan lagi pewaris keluarga Valen yang disegani, melainkan seorang perempuan yang dilanda keraguan pada suaminya sendiri.Kalimat ibunya tiba-tiba terngiang: “Kalau kamu ingin tahu siapa teman atau musuhmu, lihat siapa yang diam saat kamu dijatuhkan.”Dengan tangan gemetar, Keira membuka kotak kayu berukir nama Amara di gudang bawah. Di dalamnya, sebuah buku harian tua. Halaman demi halaman ia baca, sampai pada kalimat yang membuatnya membeku:"Aku tahu Marina akan kem

  • Terpaksa Jadi Istri CEO Dingin   Bab 4 : Pria yang Tak Bisa Dipercaya

    Hari-hari setelah makan malam itu berubah jadi sunyi yang berbeda. Rumah yang mereka tinggali tak lagi hanya sepi, tapi dipenuhi ketegangan yang menggantung di udara. Keira tak bisa tidur dengan tenang. Tatapan ayahnya, suara Nero, dan kenangan ibunya datang silih berganti dalam mimpi yang tak pernah utuh. Ia menjalani rutinitas sebagai komisaris muda seperti biasa, tapi segalanya terasa hampa. Wajah-wajah di ruang rapat tampak seperti bayangan. Ia hadir, tapi jiwanya tak ikut bersama.Sore itu, ia memberanikan diri membuka kembali ruang kerja ayahnya. Sudah lama ruangan itu terkunci, tapi ia menyimpan kunci cadangannya. Begitu pintu terbuka, debu tipis dan aroma kayu tua menyambutnya. Di dalam lemari arsip, ia menemukan satu map berlabel Kemitraan Adhitya Group 2009. Saat membukanya, jantungnya seakan terhenti. Sebuah foto tua menunjukkan ayahnya berdiri berdampingan dengan seorang wanita bergaun hitam elegan. Senyum wanita itu tajam, begitu percaya diri. Di bawah foto tertulis nama

  • Terpaksa Jadi Istri CEO Dingin   Bab 3 : Musuh dalam Pelaminan

    Pagi itu Keira bersiap dengan gelisah, firasatnya mengatakan pertemuan yang diminta ayahnya bukan hal biasa. Di sebuah restoran mewah, ia dan Nero mendapati Ervan Valen sudah menunggu dalam keadaan lemah dengan selang infus, namun tetap menyimpan sorot mata dingin penuh kendali. “Jadi, kalian sudah resmi suami istri.” suara Ervan terdengar pelan namun tegas. “Aku senang kalian datang,” kata ayahnya pelan, suaranya terdengar serak tapi tegas. “Aku ingin lihat langsung, seperti apa kalian hidup bersama.” “Kami baik-baik saja,” jawab Nero tenang.Keira mengerling ke arahnya. Ia tidak yakin dengan definisi baik-baik saja yang dimaksud Nero. Tapi ia tidak membantah. Ia memilih diam dan membiarkan ayahnya melanjutkan. “Ada hal yang perlu kalian tahu,” kata Ervan. “Tentang masa lalu.” Keira menggenggam jemarinya sendiri. Ini. Ini yang selama ini ia tunggu sekaligus ia takutkan. “Ayah Nero dulu pernah jadi rekan bisnis ayah. Tapi ibunya…”Ervan terdiam sejenak, seolah berpikir apakah ia

  • Terpaksa Jadi Istri CEO Dingin   Bab 2 : Suami Dingin Tanpa Senyuman

    Keira membuka matanya perlahan. Kamar yang baru ia tempati masih terasa asing, meski tertata rapi dan mewah. Cahaya pagi menyusup malu-malu dari sela tirai, mengusir sisa gelap. Ia menoleh ke sisi ranjang. Kosong. Rapi. Dingin. Seakan tak pernah ada seseorang yang tidur di sana semalam.Seketika hatinya terasa hampa. Keira menatap langit-langit beberapa detik sebelum akhirnya bangkit, kaki menyentuh lantai kayu dingin. Perasaan itu terus menghantuinya lebih mirip penyewa kamar hotel daripada seorang istri.Langkahnya membawanya ke dapur. Aroma kopi menyeruak, pekat dan pahit. Di sana berdiri sosok asing yang kini sah menjadi suaminya. Nero, dengan kemeja santai, mengaduk cangkir tanpa ekspresi. “Pagi,” ucap Keira hati-hati. Nero menoleh singkat. “Pagi.” Hanya satu kata. Datar. Tanpa senyum. Suara yang sopan, tapi dingin seperti tembok marmer.Keira diam. Matanya mengikuti gerakan tangannya yang tenang saat meletakkan sendok di atas meja. “Kamu biasa buat kopi sendiri?” tanyanya, be

  • Terpaksa Jadi Istri CEO Dingin   Bab 1 : Pernikahan Tanpa Pilihan

    “Keira, ayah ingin kamu menikah minggu depan.”“Apa?” suaranya bergetar, tak percaya.Ia menatap ibunya yang berdiri kaku di depan jendela besar. Wanita itu berbalik perlahan, wajahnya tenang seperti biasa, tetapi matanya menyimpan badai yang hanya bisa dikenali oleh orang yang tumbuh dari rahimnya.“Ini keputusan ayahmu. Dan kamu tahu keadaan perusahaan. Jika kita tak bertindak sekarang, seluruh keluarga akan jatuh dan kamu akan kehilangan segalanya, Nak.”Segalanya. Kata itu menggema dalam kepalanya. Segalanya yang tidak pernah ia minta. Perusahaan yang diwariskan dengan darah dan kebohongan. Gelar komisaris muda yang disematkan bukan karena kemampuan, tapi karena garis keturunan. Keira menggigit bibirnya, mencoba menahan tanya dan marah yang berselimut satu: siapa pria itu?“Siapa dia?” bisiknya akhirnya.“Namanya Nero Adhitya.”Keira tidak pernah mendengar nama itu. Atau mungkin ia pernah, tapi otaknya menolak mengaitkannya dengan realita yang tengah dipaksakan padanya sekarang. I

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status