Share

#7 Serangan Pertama

Author: Herolich
last update Last Updated: 2021-10-06 10:51:40

Artin berjalan di tepian jalan raya, di mana terjadi kemacetan lalu lintas. Semua orang terlihat panik, saling berebut menggunakan akses jalan, yang justru membuat jalanan padat dan tak terkendali.

 

Beberapa berlarian dengan tas dan barang-barang lain yang mungkin mereka butuhkan. Berlari ke arahnya, sekelompok keluarga dengan wajah panik dan tegang, menabrak tubuh Artin dan membuatnya terpental jatuh ke tanah.

 

"Maaf maaf"

 

Seorang ayah yang menggendong putrinya yang masih kecil meminta maaf dan membantu Artin bangun, lalu berlari menjauh.

 

Kepercayaan diri yang Artin miliki sebelumnya telah menyusut, dan kali ini makin kecil hingga nyaris hilang sepenuhnya. Jika ditabrak oleh manusia biasa saja terjatuh, bagaimana dia bisa melawan monster?

 

"Aku merindukan hidupku yang membosankan."

 

Artin kembali merenungkan situasi tersebut dan berharap dapat bertemu dengan orang lain yang juga memiliki tanggung jawab yang sama dengannya untuk kemungkinan bergabung dan bekerja sama.

 

15 menit sebelum serangan.

 

Artin berjalan tanpa tujuan. Dia hanya punya beberapa menit sebelum hidupnya akan benar-benar berubah.

 

Menjadi manusia pilihan dan bertanggung jawab atas keselamatan manusia lain tidak sekeren yang ia kira sebelumnya.

 

Dalam keadaan seperti ini, Artin merasa bahwa orang-orang yang menghabiskan waktunya berlatih pertempuran, atau bahkan orang-orang dari militer, masih lebih berguna daripada dia, yang dipilih langsung oleh Sistem.

 

Artin berharap ada cukup banyak orang yang mengerjakan tugas ini sehingga dia tidak perlu bekerja terlalu keras untuk mengerjakannya sendiri.

 

Masih berkeliaran, dan melewati setiap pejalan kaki yang bergerak berlawanan arah dengannya.

 

Sembilan menit sebelum serangan.

 

Artin belum bisa menghubungi ibu dan adiknya. Kondisi ini membuat dia semakin merasa tidak nyaman, terbebani dengan pemikiran tentang apa yang mungkin terjadi pada mereka.

 

Artin berjalan, dan di ujung penglihatannya, beberapa orang berdiri dengan senjata di tangan mereka, tongkat golf, balok kayu, atau benda lain yang dapat digunakan untuk bertarung.

 

Sekitar selusin orang berkumpul dan berdiri berkelompok, tampak sedang berdiskusi. Artin mencoba mendekat. Ia berpikir mungkin mereka adalah salah satu orang terpilih yang juga mendapat tugas yang sama dengannya.

 

Artin mendekat, tetapi tidak berusaha menegur. Hanya berdiri di dekat kerumunan. Dan seorang pria dewasa, terlihat berusia 40-an tahun berjalan mendekatinya.

 

"Hei, kenapa kamu tidak pergi menyelamatkan diri?"

 

Artin masih terdiam, memperhatikan pria di depannya. Dia mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menyampaikan bahwa dia juga salah satu dari mereka.

 

“Aku juga seorang pemain, atau apa pun sebutannya. Beberapa dari mereka juga.”

 

Pria itu berbalik dan menunjuk beberapa orang yang berdiri di belakangnya. Sebagian melambai, dan salah satu dari mereka berjalan mendekati Artin. Dia adalah seorang pemuda yang terlihat seumuran dengan Artin, tersenyum, dan menawarkan jabat tangan.

 

“Aku bukan yang terpilih atau apalah itu. Tapi aku percaya, ini adalah tugas kita semua untuk melawan apa pun yang akan datang! Namaku Jon."

 

Pemuda di depannya memperkenalkan diri, Artin menerima jabat tangannya. “Artin”

 

“Ok Artin. Persetan monster atau apalah! Mari kita bertarung dengan bangga malam ini!"

 

Jon tersenyum lebar dengan matanya yang bersinar menggenggam tangan Artin dengan erat.

 

Artin, yang merasakan sentuhan penyemangat Jon, kemudian juga tersenyum dan membalas.

 

'Kurasa tidak ada cara lain selain bertarung.’

 

“Semoga aku tidak menjadi beban untuk kalian.”

 

Dua menit sebelum serangan.

 

"Ada yang tahu kira-kira dari mana serangan itu akan datang?"

 

“Tidak, tentu saja. Atau akan lebih baik jika kita menyebar?”

 

“Dan meningkatkan peluang kita untuk mati? Tentu saja tidak. Lebih baik kita bergerak bersama dan memantau informasi dari militer. Banyak warga yang telah bergabung dan siap memberikan informasi tentang lokasi serangan."

 

"Oke, aku setuju. Lebih baik jika kita tetap bersama dan meminimalkan risiko sebanyak mungkin."

 

“Satu menit lagi guys, bersiaplah!"

 

“Yuhuuuu, tentu saja, aku siap. Bunuh monster sebanyak mungkin dan naik level.”

 

Mereka berdiskusi satu sama lain dan berteriak. Pria yang pertama kali menyapa menepuk pundak Artin dan tersenyum. Artin menoleh sejenak dan melihat kembali sekelompok orang di depannya.

 

30 detik.

 

Mereka berdiri di tengah jalan raya, yang sekarang tampak lebih sepi. Beberapa kendaraan masih melintas, tetapi orang-orang di depan Artin tidak peduli dan masih saling berteriak.

 

“Yuhuuuuu 20 detik lagi.”

 

“Ayooo, datanglah Monster bangsat!”

 

"Kita mati bersama malam ini kawan!”

 

“Kau saja yang mati. Aku akan tetap hidup sampai game ini tamat.”

 

Sepuluh detik.

 

Artin menguatkan dirinya. Dia akan melakukan yang terbaik untuk bertahan melewati setidaknya serangan pertama ini. Artin sudah membulatkan tekadnya, dia harus bertahan sampai dia benar-benar memastikan keselamatan ibu dan adik perempuannya.

 

Artin membawa kembali Palu Keadilan ke tangannya. Dia berusaha untuk tidak menjatuhkan senjata itu, merasa sedikit malu jika orang-orang di sekitarnya memperhatikan bahwa dia masih kesulitan mengangkat senjatanya sendiri.

 

Beberapa dari mereka meliriknya dan tercengang. Yang lain bersiul dan menjawab.

 

“Yuuhu, pemain lain, ada di sini.”

 

Tiga detik.

 

Dua detik.

 

Satu detik.

 

[[ Gelombang Pertama Dimulai ]]

 

[[ Monster datang untuk menyerang. Pertahankan ras kalian! ]]

 

ARH-WOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO

 

ARH-WOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO

 

Suara serigala melolong terdengar di kejauhan.

 

"Ok guys, sepertinya musuh pertama kita adalah sekumpulan anjing lucu."

 

Mendengar jeritan serigala tiba-tiba membuat mereka berlari ke arah suara tersebut. Artin mencoba mengikuti di barisan belakang.

 

Beberapa dari mereka berlari sangat cepat, kemudian berhenti sejenak karena merasa telah meninggalkan yang lain dan mulai berlari lagi dengan kecepatan yang sama.

 

"Namaku Leo."

 

Pria yang pertama kali menegur Artin berlari di sampingnya, memperkenalkan diri sambil tersenyum.

 

"Mari kita melewati malam ini dan kembali menikmati udara pagi, Artin."

 

Artin mengangguk dan masih berlari mengejar yang lain. Kali ini suara lolongan tampak semakin dekat, ditandai dengan orang-orang berlarian dari arah berlawanan.

 

“Tolongggggg.”

 

Seekor serigala dengan tinggi lebih dari 1 meter dengan bulu berwarna biru tua berdiri dan bersiap untuk menyerang dari gedung perbelanjaan di pinggir jalan.

 

Beberapa detik kemudian, ia melompat ke arah sekelompok orang yang melarikan diri. Melempar cakar dan beberapa kali menggunakan rahangnya yang besar untuk menggigit. Puluhan orang tergeletak di jalan dengan bagian tubuh terpisah satu sama lain.

 

Serigala itu kemudian berjalan menuju Artin dan kelompoknya. Sebuah geraman memperlihatkan giginya yang berlumuran darah dengan sikap mengancam. Sebagian besar orang di depan Artin berlari menyambut serigala yang datang dengan senjatanya masing-masing.

 

“SERANGGGGG!!!!!”

 

"Hanya anjing guys. Jangan menghukumnya terlalu keras."

 

“HAJAR!!!”

 

[[ Serigala Mutan Lvl 5 ]]

 

[[ HP: 1000/1000 ]]

 

Sebuah tulisan hijau muncul di hadapan Artin ketika wujud Mutant Serigala tersebut mulai terlihat jelas.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mato Marton
terlalu banyak poin yg digunakan untuk membuka bab selanjutnya, 12 poin terlalu tinggi biasax yg populer hanya 5 poin sekali buka bab
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Karakter Utama   #80 Kondisi Darurat

    Setelah mengetahui bahwa orang yang mencari Artin adalah Teddy, Laila memutuskan untuk menunggu di luar sementara Artin mengikuti kemana pria militer itu membawanya. Di lantai tertinggi, sebuah ruangan dengan dua pintu kayu terbuka ketika Artin berada tepat di depannya. Pria militer yang menemaninya mempersilahkan Artin untuk masuk. Sebuah ruangan dengan sofa dan meja kaca di tengah, juga beberapa meja dengan kursi serta seperangkat komputer di sisi lain. “Halo, Artin. Mari, silakan duduk.” Artin berjalan mendekat dan duduk berseberangan dengan Teddy. Dalam kondisi selarut ini, dia masih menggunakan seragam militer yang biasa dia kenakan. Apakah semua orang dari militer bekerja 24 jam? Atau hanya karena keadaan darurat yan

  • Terpaksa Jadi Karakter Utama   #79 Ada Yang Mencariku?

    “Aku bisa mengontrol kecepatan tumbuh tanaman rambat.” Dan coba jelaskan jenis kekuatan yang dia miliki.Artin menganggukkan kepalanya pada jawaban dari anak laki-laki itu. Seperti yang dia duga, Dan adalah orang yang sama yang datang untuk menyerangnya saat itu.'Jika memang orang yang sama, apakah dia hanya berpura-pura tidak ingat apa yang terjadi?'Artin berusaha menyembunyikan rasa penasarannya. Dia akan mencoba mencari cara lain untuk mengorek informasi dari bocah itu. Salah satu dari lima, seorang gadis berambut perak seusia Dan, tampaknya memiliki kemampuan telepati dan cukup tahu tentang apa yang terjadi. Mungkin Artin bisa mengetahui siapa lawannya jika berhasil menemukan gadis itu.“Kekuatan yang cukup menarik, Dan. Bisakah kamu menggunakan kekuatanmu untuk mengunci pergerakan lawan?"

  • Terpaksa Jadi Karakter Utama   #78 Suatu Kebetulan Lainnya

    Tempat yang sedang Artin datangi adalah sebuah kubah besar dengan beberapa lantai, kamar dan ruangan besar di tengahnya. Tempat itu menjadi salah satu pusat penampungan bagi korban serangan monster. Ada beberapa Player dari militer yang juga menjaga area tersebut. Salah satu dari mereka berjalan memberi salam saat Artin dan Laila mendekati gerbang masuk. Seorang pria dengan pakaian militer mengangkat dan melambaikan tangannya. "Hai, Artin. Aku bersamamu dalam serangan terakhir beberapa hari yang lalu." Artin menundukkan kepalanya. "Aku mendapat izin dari Teddy untuk masuk ke dalam." Pria di hadapan mereka menoleh ke Laila yang berdiri di samping Artin, menggandeng tangannya.

  • Terpaksa Jadi Karakter Utama   #77 Kembali Tersenyum

    Beberapa hari setelah pertarungan dengan Beastmaster berlalu dengan cukup damai. Tidak ada serangan apapun yang datang pada malam hari atau siang hari. Meski begitu, Artin dan Laila tetap rutin bersiaga, terutama di malam hari. Tentu saja, tugas mereka kali ini menjadi lebih mudah karena dukungan Fang, yang juga tanpa lelah berkeliling di sekitar rumah Laila. Sebuah portal berbentuk lingkaran kembali muncul mengambang di langit. Namun bedanya, kali ini tidak hanya ada satu, melainkan puluhan. Itu sebabnya militer dan beberapa Guild besar juga telah membagi kekuatan mereka secara merata untuk menangkal kemungkinan yang akan terjadi. Artin menyandarkan tubuhnya ke sofa besar di ruang utama rumah Laila. Malam itu, dia kembali bersiap untuk melakukan jadwal jaga seperti malam-malam sebelumnya. Awalnya, sulit untuk mengubah jam tidur dari malam ke siang, namun perlahan akhirn

  • Terpaksa Jadi Karakter Utama   #76 Kehilangan Nyawa Atau Sebaliknya

    Artin membaringkan tubuhnya di atas batu besar, yang setengahnya terendam di tepian danau. Suara serangga terdengar saling bersahutan. Dan angin yang bertiup dari permukaan danau berulang kali menghembuskan aroma kesegaran, membuat ketenangan yang coba Artin cari dengan segera terwujud di dalam dirinya.Suara percikan air, terdengar. Setelah beberapa saat Laila membenamkan dirinya, di badan besar danau yang memantulkan cahaya bulan dengan sempurna malam itu.Artin masih memastikan mereka aman dengan meminta Fang untuk terus berkeliling dan menyisir area di sekitar mereka.“Kakak…”Beberapa percikan air mengenai wajah Artin. Tetesan air yang segera berlomba antara membeku atau mengering diterpa angin. Artin terbangun dari lamunannya, menyadari bahwa akhirnya, Laila mencoba berinteraksi kembali deng

  • Terpaksa Jadi Karakter Utama   #75 Sedang Kehilangan Cahayanya

    Mereka, anggota Beastmaster, tampak bersikeras dengan niat mereka. Mereka tidak akan mundur sedikit pun sampai mencapai apa yang mereka inginkan. Membawa orang sebanyak ini padahal targetnya hanya dua orang. Laila sudah mencapai batasnya. Pertarungan lain yang dia lakukan akan benar-benar membahayakan nyawanya. Sedangkan, Artin yakin bahwa mereka tidak akan mundur sedikit pun setelah mengetahui, dua dari rekan mereka juga telah kehilangan nyawanya di tangan Laila. "Laila, bisakah kamu pergi menyelamatkan diri?” Artin mencoba berbisik pada Laila yang berlutut di belakangnya. Laila telah melakukan pertarungan dengan tiga orang sekaligus. Ia mampu bertahan hingga saat ini saja sudah merupakan prestasi yang cukup membanggakan. Artin bukan tidak memercayai Laila, tapi tentu saja, ada batas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status