Share

Melanggar Perjanjian

last update Last Updated: 2024-12-14 21:55:33

Berulang kali Bulan menghela nafas dalam kebingungannya, detik itu juga pintu rumah terbuka. Ia terkesiap ketika melihat sosok pria paruh baya berdiri tegak di hadapannya.

Senyum itu semakin membuat rasa bersalah yang mendera kembali muncul. Matanya berkaca-kaca, hatinya remuk menyadari telah menyakiti pria yang menyambutnya penuh kehangatan. Tanpa mampu diri dia menabrak tubuh pria itu—tangisnya pecah.

“Papi...”

“Sst, sudah... Papi di sini, sayang.” Bisik pria yang di panggil Papi itu.

Lukman sendiri merasa terkejut melihat putri semata wayangnya menangis begitu pilu. Sejak kepergian istrinya, jarang sekali Bulan menunjukkan air mata.

Dan hari ini, dia kembali melihat putrinya menangis. Rasa khawatir dan ingin tahu mulai menyelimuti hati pria berusia empat puluh lima tahun itu.

“Sayang, ada apa?“ tanya Lukman dengan suara lembut, seraya mengusap kepala Bulan, mencoba menenangkan dan mengobati luka di hati sang putri.

Dalam pelukan Lukman Bulan menggeleng, “Aku sayang Papi,”

Lukman tersenyum lega, ia pikir ada apa pulang-pulang putrinya itu langsung menangis. Lukman mengurai pelukannya, kedua tangan besar itu menangkup pipi Bulan, menggunakan ibu jarinya Lukman menghapus sisa air mata di mata putri satu-satunya itu, lalu…

Cup

Satu kecupan kasih sayang ia berikan di kening permata hatinya itu, “Papi lebih menyayangi kamu, Nak. Kamulah harta Papi yang paling berharga,” ucap Lukman dengan senyum hangat.

“Ayo, masuk. Papi ingin bicara sama kamu,” Lukman merangkul Bulan membawanya masuk kedalam rumah.

“Pi, ada acara apa? Kenapa orang-orang terlihat sibuk sekali?” melihat para asisten rumah tangga yang tampak sibuk lalu lalang.

“Inilah yang ingin Papi bicarakan dengan kamu,” meraih tangan kecil putri semata wayang untuk digenggam.

“Papi mau bicara apa?” tanya Bulan melihat muka sang Papi berubah serius.

Terdengar helaan nafas panjang dari pria paruh baya itu, tangan besarnya menepuk-nepuk punggung tangan Bulan yang berada dalam genggaman tangannya. Jika sudah seperti itu, biasanya yang akan dibicarakan oleh Papi-nya sesuatu yang sangat besar.

Jantung Bulan berpacu kuat, ia takut Lukman mengetahui apa yang terjadi padanya semalam. Bulan tidak sanggup melihat ayahnya tersakiti atas perbuatannya, Bulan sangat menyesali-nya. Tapi semua sudah terjadi, tidak bisa dirubah lagi.

“Pi…” panggil Bulan dengan debaran jantung tak karuan.

Lukman memaksakan senyum di wajahnya, “Kamu kenapa tidak pernah cerita kalau kamu punya hubungan dengan Tuan Muda Zelandra.”

Bulan mengernyit, “Tu-Tuan Muda Ze-Zelandra?” ulang Bulan. Zelandra? Sepertinya nama itu tidak asing baginya, tapi di mana dia melihat atau mendengar nama itu.

Lukman mengangguk sambil tersenyum, “Kalau saja kedua orang tuanya tidak menghubungi Papi tadi, kamu akan menyembunyikan terus dari Papi, hm?” goda pria itu.

“Tu-tunggu Pi, maksud Papi apa? Orang tuanya menghubungi Papi untuk apa? Dan mereka siapa, Pi?”

Bulan betul-betul tidak mengerti dan mengetahui siapa yang dimaksud oleh sang Papi. Masalah dia dengan pria dewasa itu saja sudah membuatnya pusing dan sekarang ada masalah lain lagi. Kenapa jadi rumit seperti ini!

Lukman mencubit gemas hidung kecil putrinya, sudah ketahuan bukannya mengakui masih juga berpura-pura.

“Jadi, kamu tidak mau jujur sama Papi, kalau kamu diam-diam menjalin hubungan dengan Tuan Raka. Bahkan hari ini, mereka akan datang kesini untuk melamarmu.”

Jedderr

Bagai disambar petir, tubuh Bulan membeku seketika, ‘melamar’? Ia tidak salah dengar kan, dia menjalin hubungan dengan Tuan Raka dan mereka akan datang melamarnya. Kenal saja tidak, bagaimana menjalin hubungan?

“Pi, Bulan tidak ada hubungan apa-apa dengan Tuan Raka. Ke—”

Tuan Lukman menyela, ia mengerti mungkin putrinya masih malu untuk mengakui. Salah dia juga tidak pernah menanyakan pada Bulan, dia yang dulu seumur Bulan sudah memiliki rasa suka pada lawan jenis. Begitu juga dengan putrinya, bersyukurnya Lukman, Bulan bersama orang yang tepat.

“Papi paham, kamu takut membuat Papi sedih karena kalau sudah menikah kamu akan ikut bersama suamimu. Maka itu kamu tidak mau jujur pada Papi, kalau ternyata selama ini putri cantik Papi memiliki seorang kekasih?”

“Pi, bukan begitu maksud Bulan…” Gadis itu terlihat frustasi, bagaimana dia akan menjelaskan pada sang Papi

“Papi tidak apa, sayang. Waktu itu pasti akan tiba, dimana kamu akan menikah dan hidup bersama keluarga kecilmu.”

‘Tamat riwayatku, kalau aku melanggar perjanjian dengan pria mesum itu, Perusahaan Papi terancam bangkrut. Aduh, bagaimana ini?’

***

Gadis berambut coklat kehitaman itu tampak gelisah, ia berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya sambil menggigit-gigit kuku jemari tangannya. Bulan, sudah berganti pakaian dengan baju yang disiapkan oleh Tuan Lukman, untuk menyambut keluarga calon suaminya.

Wajah cantiknya dipoles sedikit dengan riasan sederhana agar terlihat segar. Garis wajah Bulan menuruni perpaduan paras kedua orang tuanya.

Di tengah kegundahan hatinya yang dilema, terdengar ketukan pintu kamar dari luar. Bulan menghela nafas panjang, kemudian mengizinkan orang di balik pintu untuk masuk.

“Bi, tolong bantu aku kabur dari sini” Bulan memelas pada asisten rumah tangganya yang baru saja masuk.

Wanita yang akrab disapa Bibi Tin itu selama ini yang merawat dan mengurus segala kebutuhan Bulan. Hubungan mereka dekat sekali, Bibi Tini sudah menganggap Bulan seperti anaknya sendiri.

Bibi Tini tersenyum tipis, ia tau jika gadis cantik di depannya tengah dilanda rasa gugup.

Bibi Tini pun kemudian berkata, “Kenapa harus kabur, Nona? Kekasihnya sudah datang, Nona pintar sekali cari kekasih. Sangat tampan.” Bi Tini mengacungkan kedua jempolnya di depan wajah sebagai bentuk pujian.

“Iihhh.. Bibi Tini, kenapa malah memuji dia! Tolong bantu aku kabur, Bi.” Desak Bulan sudah tidak sabar.

“Sudah, nona jangan aneh-aneh. Mau kabur segala. Sekali-kali kekasihnya datang malah mau kabur. Percaya sama Bibi, semuanya pasti baik-baik saja.” Bibi Tini mencoba menenangkan Bulan dengan perkataannya, berusaha meredakan keresahan dalam diri anak majikannya.

“Bi, Bulan tidak punya kekasih. Itu Tuan, Tuan siapa lagi, kenal saja Bulan tidak, Bi…”

Mata Bulan memerah ia sudah menahan tangis, ia merengek seperti anak kecil. Menggoyangkan lengan Bibi Tini, berharap pada wanita bertubuh gemuk itu untuk membantunya melarikan diri.

“Tidak baik bicara seperti itu, kekasih sendiri tidak mau diakui.” Bibi Tini geleng-geleng kepala dibuatnya.

Biasanya wanita dilamar pria yang dicintainya akan merasa senang, namun Nona mudanya malah ingin kabur. Apa anak zaman sekarang seperti itu? Memiliki kekasih tapi tidak mau mengakui. Bibi Tini pusing sendiri memikirkannya, berbeda sekali dengan zamannya dulu, mereka menikah tanpa saling kenal apalagi pacaran.

“Lelaki yang berani datang kerumah membawa orang tuanya untuk melamar sudah langka, Nona. Seharusnya Nona bersyukur bisa bertemu laki-laki seperti kekasih Nona itu. Sudahlah Nona, tidak perlu malu-malu. Nona juga jangan berbuat aneh-aneh. Di bawah juga ada Tuan besar.” Ucap Bibi Tini wanita itu, mengingatkan Bulan.

“Apa? Kakek juga datang!” teriak Bulan histeris, seraya bahunya luruh lemas.

Dia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, kalau kakeknya saja datang, mana bisa ia berkutik. Bisa dicoret dari ahli waris.

“Lebih baik sekarang kita turun. Ayo! Kasihan kekasih Nona. Terlalu lama menunggu bisa lumutan dia.” Ucap Bibi Tini dengan nada lembut sambil terkikik. Kemudian menambahkan, “Senyum Nona jangan cemberut, nanti cantiknya pindah ke Bibi.” Ia melempar guyonan, berharap dapat membuat anak majikannya tersenyum walau sedikit.

Sepanjang menuruni anak tangga pikiran Bulan bercabang-cabang seperti akar mangrove, ia teringat perjanjiannya dengan pria dewasa yang telah menodainya.

Bagaimana cara ia mengabarkan pada lelaki itu kalau ada pria lain yang datang melamarnya, Bulan merutuki dirinya yang bodoh. Kenapa dia tidak meminta kontak pria itu, seharusnya dia bisa lebih cerdas. Mungkin dia bisa minta tolong pada pria itu untuk membawanya kabur.

“Bulan,” gadis itu tersentak, dia tertarik dari pikirannya kembali pada kenyataan yang harus dihadapinya.

Sudah tiba di ruang tamu dan entah kapan Bibi Tini yang tadi mengantarnya sudah tak lagi ada di sampingnya.

“Kenapa melamun di sana, kemarilah,” Tuan Lukman menyunggingkan senyuman hangat, meminta putri tercintanya untuk mendekat dan memperkenalkan tamu mereka.

Bulan mengangguk kaku pada dua orang yang usianya tidak lagi muda namun masih terlihat gagah dan anggun. Hingga netranya bertemu tatap dengan sosok yang tak asing baginya.

“Kau?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   End

    Dua tahun usia Xabiru, Air membuat perayaan untuk putranya. Halaman Mansion sudah di dekor sedemikian indah dengan dominan warna biru sesuai nama putra kecilnya. Acara sederhana namun terlihat mewah. Tanpa sepengetahuan Bulan, sang Mr. Arogan mengundang sahabat istrinya. Kejutan itu tentu saja diberikan Air untuk istri tercinta. Dan kedatangan mereka akan menjadi acara reuni. Xabiru terlihat sangat tampan dengan jas biru dan dasi kupu-kupu yang dipakainya. Tak beda dari sang putra, Air pun terlihat gagah dan makin mempesona di usianya yang semakin matang dengan jas senada dengan sang putra. Begitu pula dengan Bulan yang terlihat semakin cantik dengan gaun birunya, rambutnya disanggul kecil menambah kesan elegan, tidak terlihat jika wanita muda itu telah melahirkan seorang putra. “Jagoan Daddy, ayo potong kue dulu. Nanti baru main lagi,” bujuk sang Daddy pada putranya yang tidak mau turun dari mobil-mobilannya. “Kue, aku mau!” Serunya semangat menyodorkan kedua tangannya minta dig

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Alur Hidup

    Alur hidup tak ada yang bisa menebak, kemana takdir akan membawanya. Sekecil apapun kebaikan atau keburukan tentu akan ada balasannya. Dendam, benci, cinta adalah bumbu yang mewarnai setiap langkah kehidupan. Perputaran waktu tak ada yang bisa menghentikan walau hanya sedetik saja. Hari-hari yang dilalui pasangan orang tua baru itu tanpa keluhan, meskipun banyak perubahan yang terjadi sejak kelahiran putra pertama. Bayi mungil dan rapuh, kini sudah bisa berguling kanan dan kiri. Berceloteh dengan suara khas bayi, terkadang tingkahnya membuat kedua orang tuanya menarik napas dalam-dalam berusaha menyetok banyak kesabaran. “Xabiii! Astaga ini bocah,” pekik sang Mommy melihat putranya sudah berada di bawah kolong meja. Baru sebentar di tinggal, sudah berpindah posisi. “Nyonya, ada apa?” Eora mendekat cepat mendengar teriakan nyonya mudanya, gadis itu terlihat khawatir. Bulan mendesah kasar, lalu menunjuk arah dimana putranya yang tengah berceloteh tanpa beban. Ibunya sudah frustasi

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Cintamu Tak Layak

    “Cintamu tak layak untuk aku, Karin.”Setelah meredakan rasa terkejutnya atas ungkapan cinta dari gadis di sampingnya yang tak di duga. Mirza bersuara dengan lirih, sadar dirinya tak pantas mendapat cinta dari gadis seperti Karina. Dia bukan lelaki baik-baik, masa lalunya sangat kelam. “Apa aku seburuk itu?” Karina berusaha tegar, dia menoleh dan menatap teduh laki-laki yang tengah menunduk. Melihat gelengan lemah kepala Mirza, Karina kembali menuntut jawaban. “Lantas apa yang membuat aku tak dapat kesempatan itu?”Mirza mengangkat kepalanya seraya menarik napas dalam dan melepaskan perlahan. “Kamu berhak bersama laki-laki yang baik. Aku, aku hanya laki-laki brengsek!” Ucapnya dengan suara bergetar karena rasa emosional. Mengingat betapa buruknya kelakuannya dulu. “Aku tidak peduli dengan masa lalumu. Yang aku inginkan masa depan bersamamu!” Tegas Karina. “Kamu tidak tau aku, Karina!” Bentak Mirza menatap tajam, matanya merah. Kesal dan juga bingung. Karina membalas dendam tat

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Masih Mengharapkan Dia?

    Musim berganti, namun cinta tak pernah tergantikan. Walaupun cinta tak berbalas, namun tekad seorang gadis tak pernah sirna. Dia yakin, ada celah untuk masuk ke dalam hati laki-laki yang telah menghadirkan debaran tak biasa di dalam dadanya. Rasa itu tak pernah sekalipun dia rasakan sebelumnya, meskipun bertemu dan berteman dengan laki-laki. Namun, tidak dengan sosok itu. Dari pertemuan pertama mereka hingga sekarang ini, debaran itu tetap sama. Getar cinta yang membuatnya gugup dan salah tingkah walau hanya melihat dari kejauhan. “Aku yakin, suatu hari nanti. Aku tidak akan mencintai seorang diri.” Ucapnya, pandangannya tertuju pada satu objek di kejauhan. Senyum tulus itu menghiasi wajah cantiknya, tak ada kesedihan, hanya keyakinan kuat. “Masih mengharapkan dia?” Karina terjengit, gadis itu mengusap dadanya, menetralkan rasa kaget akibat ulah laki-laki yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. “Sama seperti kamu,” balasnya yang membuat laki-laki itu tersenyum kecil. “Terka

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Kau Iblis

    Usapan lembut yang diberikan suaminya membuat Bulan tenang dan tertidur. Air sangat khawatir dengan kondisi istrinya, tidak hanya itu saja, Bulan-nya juga mengkhawatirkan kondisi Eora. Beruntung Eora cepat tertolong, dia cepat menghubungi rekannya supaya mengejar perempuan yang membuatnya mendapatkan dua luka tusukan di punggung dan pinggang kiri. Ditengah rasa sakit dari luka yang didapat, dengan sisa tenaga dia menghadang perempuan itu mencelakai nona mudanya. Dengan gerakan pelan, Air beringsut turun dari ranjang keluar dari kamar, membiarkan istrinya istirahat. Wanitanya itu sangat terguncang dengan apa yang terjadi hari ini. “Bagaimana kondisi Bulan?” tanya Nyonya Malika khawatir. Air menarik napas panjang, “Tidur,“ sahut Air singkat. Menjatuhkan dirinya di atas sofa. “Apa perlu kita panggilkan Dokter?”“Tidak perlu, Mom. Istriku hanya syok melihat Eora terluka.”“Ck, siapa yang sudah berani cari masalah sama keluarga kita.” Wanita itu sangat geram, “Lalu bagaimana keadaan

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Jangan Biarkan Dia Lolos

    “Sayang, sudah belum?” Air masuk kamar mendekap putra kecilnya dalam gendongan, pria itu menyusul istrinya yang tak kunjung turun. “Hubby kenapa tidak sabaran sih?” Sahut Bulan sekali lagi memperhatikan penampilan di cermin. “Kita mau kerumah sakit, sayang. Bukan pergi acara besar.”“Biarpun hanya ke kerumah sakit, tetap saja aku harus memperhatikan penampilanku. Biarpun badan aku melar sana sini, tapi aku tetap harus cantik. Disana pasti banyak Dokter dan perawat genit cape sama Hubby.” Cetus Bulan meraih tas miliknya, “Tas perlengkapan Xabi udah di bawa Eora kan, By?” “Sudah!”Zack mengemudi, di sampingnya Eora duduk sambil memangku tas Tuan muda kecil. Wajah keduanya datar fokus ke depan tidak peduli keluarga kecil dibelakang bersenda gurau dengan si kecil. “Nanti kalau Xabi menangis gimana, By?” Jujur saja dia sangat cemas bayi sekecil itu harus di suntik. “Paling menangis sebentar aja, sayang. Tapi kan demikian kebaikan anak kita juga!” Air berusaha menenangkan istrinya, sej

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status