Share

Siapa Yang Menikah?

last update Last Updated: 2024-12-14 21:57:24

Mata Bulan sampai melotot, wajahnya berubah pucat. Jantungnya berdetak hebat, keringat dingin membasahi pelipisnya yang tertutup dengan poni.

Kepalanya sangat berisik dengan berbagai pikiran, melihat pria yang suka sekali mengancam dirinya itu ada di sana bertemu keluarganya—ditambah sedang ada tamu. Ketakutan merayap hatinya, berpikir pria itu datang untuk menunjukkan video pada Papi karena mengetahui dirinya akan dilamar orang lain.

“O-om, sedang apa disini?” tanya Bulan gugup.

“Om?” seru mereka yang ada disana hampir bersamaan, terkejut dengan panggilan Bulan pada pria berwajah datar itu.

“Kamu memanggil kekasihmu, dengan panggilan, Om?” itu suara Galih, kakek dari Bulan.

“Ke-kekasih?” Bulan menoleh pada pria sepuh itu, lalu kembali beralih pada pria yang masih tetap di posisinya tanpa merubah ekspresi wajahnya.

Hanya tatapan dingin dan tajam yang bisa dilihat Bulan. Bulan tercekat, paham sekali arti tatapan yang diberikan padanya. Sudah berulang kali Air meminta pada gadis itu untuk tidak memanggilnya dengan sebutan ‘Om’, Bulan yang keras kepala sama sekali tidak mempedulikannya.

“Iya, kalian sepasang kekasih. Masa memanggil kekasih-nya dengan sebutan, Om? Ada-ada saja kamu ini, biarpun usia kalian terpaut jauh. Panggil dengan panggilan mesra, bukan begitu Tuan Aksa.” Ucap Galih dan meminta persetujuan dari Tuan Aksa Zelandra, Ayah dari Air. Dan pria itu pun mengangguk, menampilkan senyum simpul.

‘Kapan aku jadi kekasihnya om mesum ini? yang ada tubuh aku yang dijamahnya.’ Keluh Bulan kesal, namun semua itu hanya bisa dikeluhkan dalam hati.

“Sikapnya memang seperti itu, kamu pasti sudah tidak heran. Sangat tidak mencerminkan seperti namanya, Air. Air itu cair, sedang putra Daddy ini sangat kaku. Daddy sangat bersyukur, kamu bisa melunakkan kanebo kering ini. Daddy pikir dia tidak tertarik dengan perempuan, rupanya dia merahasiakan kamu dari kami. Entah apa yang ada dalam pikirannya, tiba-tiba pagi tadi dia menelpon minta kami untuk segera melamar kamu. Beruntung saja Daddy sama Mommy-nya tidak punya riwayat penyakit jantung.” Beber Tuan Aksa panjang lebar pada Bulan, tidak lupa pula pria tampan yang tak lagi muda itu menyindir putra bungsunya.

‘Oh, jadi nama om-om mesum ini, Air. Kenapa aku bisa tidak tau, haiss.. dasar bodoh, padahal di surat perjanjian jelas tertulis nama si om-om ini. Bisanya aku tidak baca. Besok, lebih baik kamu reparasi otak. Lemot sekali jadi orang.’ Tiada hentinya Bulan merutuki dirinya yang mendadak jadi bodoh.

“Cantik sekali menantu kita ya, Dad. Lihat saja putra kita, matanya terus saja menatap pada menantu kita.” Ucap wanita paruh baya yang duduk di samping suaminya. Ia sekaligus juga menyindir putranya yang tak beralih dari menatap Bulan.

Posisi mereka saling berhadapan terhalang oleh satu meja, dengan Bulan yang sudah mengambil duduk disamping Tuan Lukman—sang Papi. Sedangkan Air duduk di sofa single di sebelah Tuan Aksa, dari tempatnya dia bisa bebas memandang gadisnya dengan jelas.

“Pantas saja setiap kali Mommy ingin menjodohkannya dengan anak teman Mommy selalu ditolak, rupanya sukanya yang masih sekolah. Mana cantik lagi, Mommy jadi punya saingan.” Wanita cantik dan anggun itu terkekeh pelan.

Air tetap acuh, mata tajam miliknya tidak lepas pada Bulan yang menunduk menatap lantai. Senyuman samar terbit di wajah datarnya, menikmati kecanggungan dan tingkah laku Bulan.

Pembicaraan antara dua keluarga terus berlanjut ke tahap yang lebih serius, baik Bulan maupun Air hanya menjadi pendengar saja. Bulan tidak bisa membantah karena Perusahaan sang Papi yang jadi taruhannya.

Gadis itu sesekali melirik ke arah Air, mendelikkan matanya pada pria dewasa itu sebagai tanda permusuhan. Air terlihat santai, sama sekali tidak terintimidasi dengan tatapan Bulan. Di matanya, ketika Bulan melotot terlihat lucu dan menggemaskan. Sikapnya yang menyebalkan itu semakin membuat Bulan kesal dan memperlihatkan wajah cemberutnya.

Tanpa keduanya sadari interaksi mereka tak lepas dari mata tua Galih—sang kakek. Pria sepuh itu menyunggingkan senyum tipis, entah apa yang ada pikirannya melihat tingkah dua anak manusia di depannya.

“Baiklah, berarti kita sepakat kalau pernikahan anak-anak kita dilakukan hari ini juga.” Ucap Tuan Aksa sambil melirik Bulan dan Air.

Lukman sebenarnya cukup terkejut ketika Tuan Aksa minta untuk menikahkan anak-anak mereka hari itu juga. Ia pikir kedatangan mereka hanya sekedar kunjungan dan lamaran saja.

Namun, siapa menyangka. Tuan Muda Zelandra, tidak ingin pernikahannya ditunda lagi, dia ingin menikahi gadis yang diakui sebagai kekasihnya dan menjadikan Bulan miliknya seorang.

“Kamu tidak keberatan, sayang. Kalian menikah hari ini?” Lukman menyentuh kepala bagian belakang putrinya.

Sejujurnya ia berat melepaskan putri kecilnya, tapi membiarkan mereka berpacaran terlalu lama juga tidak baik. Dan Lukman percaya jika Air, pria yang baik dan bisa menjaga dan menyayangi putrinya meskipun sikapnya terlihat cuek.

“Tidak Pi, Bulan ikut saja.” Sahutnya asal menyetujui.

“Bulan sudah setuju menikah hari ini, Mommy akan menghubungi penata rias untuk mendandani menantu Mommy yang cantik jelita ini.” Ucap Malika tersenyum sumringah.

“Tu-tunggu, siapa yang menikah?” tanya Bulan dengan wajah polosnya.

“Kamu dengan Tuan Muda, bukannya tadi kamu sudah setuju kalian menikah hari ini.” Ucap Lukman heran, keningnya berkerut menandakan kebingungan.

“Hah? Bulan bicara seperti itu?” tak hanya Lukman saja, yang lain pun mengangguk membenarkannya.

Bulan meringis, lagi dan lagi dia ceroboh. Sementara Air, dalam hatinya menertawakan kecerobohan Bulan yang tentu saja sangat menguntungkan baginya.

“Tapi, Pi. Bulan masih sekolah, kalau pihak sekolah tau bagaimana. Bulan bisa dikeluarkan, Pi.” Ucapnya lirih, mengiba agar papinya menunda pernikahan mereka sampai dia lulus sekolah.

Setidaknya dalam jangka waktu itu dia memiliki kesempatan untuk mencari cara agar terlepas dari perjanjian konyol Air.

“Untuk urusan itu kamu jangan khawatir, sayang. Biar jadi urusan Mommy. Kamu sekolah di yayasan keluarga Zelandra, tidak akan ada yang berani mengusik menantu Zelandra.”

“Tapi, Tante.”

“Mommy! Panggil Mommy sama seperti Air, kamu jangan pikir apapun. Serahkan semuanya pada Mommy dan Daddy, kamu tinggal terima beres. Lagi pula besok Air harus keluar negeri, ada pekerjaan selama dua minggu disana dan dia tidak akan pergi tanpa membawa kamu ikut bersamanya.” Bulan melirik Air, ia menelan saliva nya kasar.

Di tangan Air, pria itu memainkan ponsel miliknya. Matanya seakan berkata jika menolak, maka rekaman itu akan tersebar.

Bulan hanya bisa pasrah, dengan terpaksa ia menerima pernikahan dadakan tersebut. Semua orang tersenyum lega ketika mendapati anggukan kepala calon pengantin wanita.

‘Awass, kau om-om mesum. Akan kubalas! Kesialan apa ya Tuhan, bertemu om-om gilaaa.’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Berduka

    “Jadi, aku tidak dibuang orang tuaku, Pa?” tanya Yona berlinang air mata. Toni menggeleng, dia dan melati—sang istri memutuskan menceritakan kebenarannya. Yona sudah cukup dewasa untuk memahaminya. Kelak suatu hari nanti ketika gadis itu menikah, ayah kandungnya tetap harus menjadi wali nikah. Yona masih sesegukan dalam pelukan Melati, dia tidak bisa membayangkan bagaimana menderita sang ibu bahkan mengorbankan nyawanya untuk melahirkannya di tengah melawan rasa sakit. Yona menyesal telah berpikir buruk, sekarang dia ingin sekali nyekar ke makam sang ibu. “Di mana makam Ibu, Ma?” Yona mendongak, menghapus air mata yang seolah tak rela berhenti keluar. “Hari minggu kita akan kesana,” ucap Melati lembut. “Apa aku juga akan bertemu ayah, Pa.”Toni dan Melati saling pandang, walaupun berat hati Melati menganggukkan kepalanya. Biar bagaimanapun Yona berhak tau siapa ayah kandungnya. “Papa akan mempertemukan kalian,” ucap Toni.“Tapi aku tetap anak Mama dan Papa, kan?”“Tentu, selaman

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Aku Hanya Ingin Tau

    “Raka,”Gerakan tangannya yang sedang menandatangani berkas terhenti, Air melirik pada sahabat sekaligus asistennya. “Ada apa? Apa apa sesuatu yang penting?” Ia bertanya, lalu kembali melanjutkan pekerjaan. Kafi menarik napas panjang, lalu berkata. “Pihak rumah sakit menelpon, mengabarkan kondisi Tiara kritis. Dan… Tiara ingin bertemu denganmu.” Air menutup berkas yang baru saja selesai diperiksanya, lalu mendorongnya sedikit ke arah Kafi yang duduk di seberang meja.“Kalau kau mau datang, datang saja,” ucap Air datar dan dingin.Baginya semua sudah selesai, hanya masa lalu. Sudah cukup peringatan yang dulu pernah diberikan dan ternyata hanya dianggap angin lalu. “Tapi—” Air mengangkat tangannya, dia tidak ingin mendengar apapun lagi yang berhubungan dengan masa lalu. Kini fokusnya hanya pada istri kecilnya dan calon anak mereka. Air tidak ingin lagi di usik kehidupannya dengan bayang-bayang yang akan menyakiti perasaan istrinya. Air mengambil bingkai foto istri kecilnya, diman

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Terbukti

    Mata Ny. Malika berbinar, rasa bahagia membuncah dalam hatinya. Rasanya tak puas hanya memandang strip kecil di tangannya. Perhatian wanita setengah baya itu, beralih menatap haru pada sang menantu yang bersandar di kepala ranjang. “Sayang, Mommy bahagia sekali. Terima kasih, nak.” Ucapnya tulus dengan mata mengembun. Segera ia mendekap menantu kecilnya, memberi dukungan bahwa remaja itu tak sendiri menjalani masa kehamilannya. Kedua tangannya menangkup wajah Bulan, memberi banyak kecupan sayang. Ditatapnya wajah cantik walau terlihat pucat dan kuyu. Ny. Malika menengok ke arah putranya yang memasang wajah cemberut, kesal karena sang Ibu memeluk bahkan mencium istrinya. Bukannya marah, Ny. Malika justru terkekeh. “Sudah mau jadi Daddy, masih suka merajuk.” Sindir wanita itu.“Dua bulan lagi ujian kelulusannya. Untuk sementara waktu Bulan akan menerima semua pelajaran dirumah. Dia akan datang saat ujian saja. Jangan biarkan istrimu kelelahan, pastikan kandungan dan kondisi istrim

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Positif

    “Zack, langsung pulang saja. Tapi nanti singgah sebentar beli cendol, ya.” pinta Bulan begitu ia masuk ke dalam mobil.“Baik Nona,” sahut sang pengawal. Sedan mewah itu meluncur keluar dari area parkir sekolah, menyusuri jalanan kota yang mulai padat. Ikut berbaur dengan kendaraan lainnya. Bulan menyandarkan punggungnya di kursi, matanya menatap kosong ke luar jendela. Sinar matahari siang yang menyengat membuat peluh kecil mulai membasahi pelipisnya. Padahal pendingin mobil berfungsi dengan baik. Membayangkan berendam air dingin, membuatnya ingin segera tiba di Mansion. Pasti rasanya segar sekali. Sayangnya, perjalanan dari sekolah ke rumah membutuhkan waktu hampir satu jam. Dan di tengah panas yang menyiksa, jalanan pun tak bersahabat. Suara bising kendaraan membuat kepalanya semakin berdenyut. Ia mengerjap pelan, lalu memejamkan mata. Kepalanya miring ke kiri, mencari posisi yang lebih nyaman untuk beristirahat sejenak.Lewat kaca spion depan, Zack melirik ke belakang. Ia ters

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Ciuman Panas

    Di balkon kamar, Air berdiri memandangi gelapnya malam. Angin malam menerpa wajahnya pelan, membawa rasa lega setelah ia mengungkapkan kebenaran tentang dirinya pada sang istri. Meski awalnya Bulan sempat terkejut, pengertian darinya sang istri bisa menerima dan memahami. Seharusnya sejak awal ia jujur. Namun, ketakutan akan kehilangan gadis kecilnya membuatnya memilih bungkam. Air memilih menyimpan rahasia itu rapat-rapat. Namun, siapa sangka, kebenaran itu justru terbongkar oleh istrinya sendiri.Tak ada yang disesalkan, setidaknya Bulan bisa lebih waspada dan menjaga diri. Karena sewaktu-waktu, musuh bisa saja datang dan menjadikannya target. Lambat laun statusnya sebagai istri dari seorang mafia—pemimpin Dark Costra akan diketahui. Air menahan napas ketika tiba-tiba sepasang tangan melingkar lembut di pinggangnya. Siapa lagi pemilik tangan kecil itu jika bukan sang istri tercinta. Matanya terpejam, menikmati hangatnya pelukan yang begitu membuat mabuk kepayang. “Kenapa bangun,

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Berjanjilah Untuk Tetap Di sini?

    Air kembali ke ruang ganti setelah memastikan istrinya tidur pulas. Ia menatap kotak hitam yang masih tergeletak di lantai. Napasnya terdengar lega saat membuka bagian dalam dari kotak itu. Ia menutup kotak itu, lalu menyimpannya kembali ditempat semula. Air tidak ingin Bulan semakin curiga jika berpindah tempat, istrinya sangat jeli. Meninggalkan kamar, Air pergi ke ruang kerja. Di dalam sana, ia membuka laptop dan menghubungi seseorang lewat sambungan video.“Ada apa?” suara Tuan Aksa muncul, menatap tajam dari balik layar. Namun wajahnya berubah saat melihat raut anaknya yang tampak kacau.“Bulan menemukan senjataku, Dad.” ujarnya lirih, terbayang wajah istrinya yang ketakutan.“Lalu?”Pria itu menghela napas panjang, “Aku takut Bulan meninggalkan aku, Dad. Aku tidak mau kehilangan istriku.” Alis Tuan Aksa terangkat sebelah, pria setengah baya itu tersenyum miring. Di depannya saat ini, bukanlah putranya yang dingin dan Arogan. Tetapi seorang anak yang sedang mengadu dan merenge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status