BAB 181Sesampainya di rumah, Citra segera turun dari mobil dan berjalan menuju kamarnya dengan Nizam di gendongannya. Sebelum pulang ke rumah, Citra dan Dokter Ardian mampir ke rumah Pak Aryo terlebih dahulu untuk menjemput Nizam.“Cit!” panggil Dokter Ardian yang mengekor di belakangnya.“Iya, Mas?” sahut Citra dengan lesu setelah menoleh pada Dokter Ardian.“Kamu kenapa?” tanya Dokter Ardian karena Citra terlihat tidak ceria seperti sebelumnya.“Nggak apa-apa, Mas. Cuma capek. Aku mau istirahat. Selamat malam,” balas Citra lalu masuk ke dalam kamarnya.Dokter Ardian mencebikkan bibirnya lalu ikut masuk ke dalam kamar Citra untuk menaruh barang-barang milik Nizam yang dibawanya tadi.Setelah menidurkan Nizam di tempat tidurnya, Citra masuk ke dalam kamar mandi usai mengambil piama di dalam almari. Tidak berselang lama kemudian ia keluar dan naik ke atas tempat tidur.“Udah ngantuk banget ya?” tanya Dokter Ardian yang sedari tadi duduk di tepi tempat tidur menunggu Citra keluar dari
BAB 182“Sudah, jangan menangis lagi. Aku akan periksa kamu setelah masa menstruasi kamu selesai. Aku akan obati kamu sampai siklus menstruasi kamu normal kembali,” ucap Dokter Ardian seraya menghapus air mata Citra dengan ibu jarinya.Citra menganggukkan kepalanya lalu menyembunyikan kepalanya di dada bidang Dokter Ardian. Ia merasa nyaman dan tenang saat berpelukan dengan Dokter Ardian.Dokter Ardian pun membelai kepala Citra dengan lembut hingga keduanya pun tertidur lelap.*Keesokan harinyaDokter Ardian berangkat bekerja seperti biasanya. Sebelum masuk ke dalam ruang poli, tiba-tiba ada sebuah suara yang memanggil namanya.“Yan!” seru wanita itu yang tidak lain adalah Miranda.Beberapa orang menoleh pada Miranda karena hanya dia yang berani memanggil Dokter Ardian seperti itu.Dokter Ardian pun menoleh ke arah sumber suara dan melihat Miranda tengah berjalan ke arahnya.“Ada apa?” tanya Dokter Ardian saat Miranda sudah berdiri di hadapannya.“Nih, ada undangan reuni angkatan kit
BAB 183Dokter Ardian keluar dari kamar Citra tanpa membawa tasnya karena terburu-buru. Citra yang melihat tas Dokter Ardian tergeletak di ujung tempat tidurnya pun segera bangkit dari berbaringnya. Ia menatap ke arah pintu untuk memastikan Dokter Ardian tidak masuk ke dalam kamarnya dalam waktu yang dekat lalu menarik tas Dokter Ardian ke pangkuannya. Ia penasaran apa saja isi tas Dokter Ardian. Sepertinya banyak obat di dalamnya karena setiap ia sakit, Dokter Ardian selalu mengeluarkan obat dari dalam tasnya.Citra membuka tas Dokter Ardian pelan-pelan. Ketika membuka ritsleting depan, ia menemukan sebuah undangan yang masih terbungkus plastik. Ia pun mengambil undangan itu untuk mengetahui undangan pernikahan siapa. Namun, ketika membaca undangan itu, ia mendesah pelan.“Mau reuni kayaknya,” gumam Citra dalam hati.Tidak berselang lama kemudian, Citra mendengar pintu kamar sebelah dibuka. Dengan segera ia memasukkan kembali undangan itu ke dalam tas lalu menaruh tas itu kembali ke
BAB 184“Ya … datang aja, Mas. Memangnya kenapa?” balas Citra tidak keberatan.“Aku takut, nanti kamu cemburu dan marah. Namanya reuni kan ketemu teman lama cewek cowok, Cit. Sebenarnya aku juga agak malas datang, tapi aku pengen ketemu teman-teman lamaku dulu karena udah pada hilang kontaknya,” papar Dokter Ardian menjelaskan.“Ya udah, Mas datang aja. Aku nggak apa-apa kok,” balas Citra dengan tersenyum.“Kamu mau ikut nggak?” tawar Dokter Ardian.“Memangnya boleh kalau aku ikut?” tanya Citra dengan menyelidik.“Ya boleh aja sih, Cit …, tapi aku takut nanti kamu digodain gimana?” balas Dokter Ardian ragu-ragu. Ia sadar dan tahu kalau Citra memang cantik. Bahkan, lebih cantik dari Nadia.“Hmm …. Ya udah deh, Mas, aku mau ke kamar. Kita bahas lagi besok atau lusa,” pungkas Citra lalu meninggalkan Dokter Ardian yang cemberut.Sesampainya Citra di kamar, dengan segera ia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tiba-tiba ponselnya berbunyi pertanda ada sebuah pesan masuk pada aplikas
BAB 185Hari Minggu pun tiba. Usai mandi, Dokter Ardian keluar dari dalam kamar mandi hanya menggunakan handuk yang dililitkan di pinggangnya. Tetesan air masih menetes dari ujung rambutnya yang belum kering sempurna usai keramas. Ia melangkahkan kaki menuju almari di mana tempat ia menyimpan semua pakaiannya. Kemudian ia membuka almari itu untuk memilih pakaian yang akan ia pakai hari ini.Beberapa pakaian sudah ia keluarkan dan ia taruh di atas tempat tidur. Ia bingung harus memakai pakaian yang mana. kebanyakan pakaiannya adalah kemeja untuk bekerja di rumah sakit.Sesaat kemudian, pintu terbuka dari luar. Dokter Ardian menoleh dan tampaklah Citra di sana.“Duuuuhhh senangnya yang mau reuni,” celetuk Citra dengan lirikan tajam yang dibuat-buat.Dokter Ardian menatap Citra dengan tersenyum lembut.Citra melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Dokter Ardian setelah menutup pintu karena Dokter Ardian belum berganti pakaian. Ia pun duduk di tepi tempat tidur Dokter Ardian dengan bibi
BAB 186 “Ck. Apa yang akan membuat kamu ngambek lagi sih, Cit. belajar dewasa dikit napa?” balas Dokter Ardian sedikit kesal. Setelah itu ia bangkit lalu mengecup kening Citra sebelum pergi. “Aku pergi dulu, ya. Mana Nizam?” ucap Dokter Ardian lagi karena belum melihat anaknya. “Sama Bik Yati, Mas,” jawab Citra singkat. Dokter Ardian pun bergegas mencari di mana Bik Yati berada. Setelah menemukan Bik Yati di halaman rumah dan berpamitan pada anaknya, Dokter Ardian masuk ke dalam mobilnya. Di dalam mobil, Dokter Ardian tidak segera melajukan mobilnya. Ia mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya. Kemudian ia membuka pesan yang sempat ia abaikan tadi. [Yan, sudah berangkat belum?] Begitulah pesan itu berbunyi. Itu pesan dari Miranda, tapi Dokter Ardian belum menyimpan nomor ponselnya. Setelah membaca pesan itu, Dokter Ardian kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku tanpa membalasnya terlebih dahulu. Setelah itu ia melajukan mobilnya meninggalkan rumah menuju SMAN 1 Mawar. * Semen
BAB 187“Yan! Woi!” seru seseorang dari taman sambil melambaikan tangannya pada Dokter Ardian. Dokter Ardian pun menoleh ke arah sumber suara lalu tersenyum dan melangkahkan kakinya mendekat.“Hei, Vin. Apa kabar?” sapa Dokter Ardian seraya tersenyum ceria lalu berjabat tangan dan memeluk Kevin.“Aku baik, Yan. Dengar-dengar kamu sudah jadi dokter nih?” balas Kevin setelah melepas pelukannya dengan Dokter Ardian.“Yoi, Bro,” sahut Dokter Ardian dengan bangga.“Ini siapa, Yan? Istrimu?” tanya Kevin dengan menatap dan menunjuk Miranda yang sedari tadi mengekor di belakang Dokter Ardian.“Bukan lah …. Dia Miranda teman kita dulu,” elak Dokter Ardian. Ia merasa beruntung Citra nggak ada di sini. Bisa-bisa Citra mengambek lagi dan tak dapat jatah dirinya kalau Citra merajuk lagi setelah mendengar tebakan Kevin.“Miranda … Miranda … siapa ya? Aku kok lupa, Yan?” ucap Kevin mencoba mengingat-ingat teman satu kelasnya yang bernama Miranda. Miranda memang tidak terlalu akrab dengan banyak tema
BAB 188Citra baru saja menidurkan Nizam di tempat tidurnya usai puas bermain. Tiba-tiba ia mendengar ponselnya yang ada di atas nakas bergetar. Ia pun menoleh sambil terus menepuk-nepuk pantat Nizam agar tidak terbangun lagi.Setelah Nizam tertidur dengan pulas dan memastikan tidak akan bangun lagi, Citra pun menghampiri ponselnya yang tadi bergetar. Ia melihat layar ponselnya dan melihat ada sebuah pesan. Dengan segera ia meraih ponsel itu sambil duduk di tepi tempat tidur.[Cit … Dokter Ardian punya gebetan baru. Nih, aku kirimin fotonya.]Begitulah pesan yang dikirimkan Dewi beserta foto Dokter Ardian yang tengah berjalan beriringan dengan Miranda. Tiba-tiba dada Citra terasa meradang dan mulai memanas.[Kamu datang ke sekolah, Wik?], balas Citra berbasa basi. Walaupun begitu, ia tetap bersyukur dan berterima kasih pada Dewi yang selalu memberinya informasi tentang Dokter Ardian tanpa disuruh.[Iya dong, Cit. Habis penasaran sih. Mumpung lagi libur juga. Hehe.], balas Dewi.Citra