Share

Bab 9 – Luka di Balik Latihan

Penulis: skusumahendang
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-17 20:30:52

Matahari belum sepenuhnya terbit saat aku tiba di lapangan belakang. Rumput masih basah oleh embun, udara dingin menggigit kulitku, tapi langkahku tak ragu.

Tubuhku masih pegal sejak latihan kemarin—pundak kaku, lengan penuh memar, dan perut seperti tertinju berkali-kali. Tapi aku datang lebih awal. Bukan karena aku rajin, melainkan karena satu hal sederhana: aku ingin hidup.

Damien Wolfe sudah berdiri di bawah pohon, melatih napas dengan gerakan ringan. Wajahnya seperti kemarin—dingin, tajam, dan sulit ditebak. Tapi tidak mengintimidasi. Tidak seperti Grayson.

"Kau datang lebih cepat dari jadwal," katanya, tak menoleh.

"Aku butuh lebih banyak waktu untuk bisa menyamamu," jawabku, mencoba terdengar percaya diri.

Damien berbalik, mengangguk kecil. “Bagus. Hari ini kita mulai belajar mengatasi rasa takutmu. Karena rasa takut itulah yang akan membunuhmu lebih cepat daripada peluru.”

Aku mengepalkan tangan. “Aku tidak takut.”

“Semua orang takut. Tapi orang pintar tahu cara menyembunyikannya.”

Latihan hari ini lebih brutal. Damien mengajarkanku cara melepaskan diri saat dicekik dari belakang, cara menyerang titik vital, dan bagaimana bertahan jika aku dijatuhkan ke tanah.

Beberapa kali aku terjatuh keras. Debu dan rumput menempel di keningku. Tapi aku bangkit lagi. Dan lagi. Sampai Damien menghentikan latihan dan menatapku lama.

“Apa kau pernah dipukul sebelumnya?” tanyanya pelan.

Aku terdiam. Kenangan masa kecil bersama ayah tiri yang pemabuk muncul perlahan. Tangan kasar, bentakan, dan luka yang kututupi dengan lengan baju panjang.

“Pernah,” jawabku pendek.

Damien tidak menanyai lebih lanjut. Dia hanya mengangguk dan berkata, “Itu sebabnya kau tidak pernah melihat mataku saat menyerang. Karena secara tidak sadar kau masih menunggu disakiti.”

Aku menatapnya, kali ini lebih lama. “Apa itu salah?”

“Bukan salahmu. Tapi itu akan membunuhmu jika kau terus menunduk.”

Kata-katanya menghantam seperti pukulan tepat di ulu hati.

Sementara itu, dari dalam vila, Grayson berdiri diam di balik tirai jendela. Matanya tak lepas dari tubuh Eleanor yang terus mencoba mengulang gerakan, berkali-kali jatuh, berkali-kali bangkit.

Dia tidak tahu kenapa dia terus memperhatikan.

Damien berdiri terlalu dekat.

Dan Eleanor… tersenyum meski tubuhnya kesakitan.

Senyuman itu tak pernah ditujukan padanya.

Grayson mengepalkan tangannya. Lalu kembali ke ruang kerjanya tanpa sepatah kata.

Jam makan siang, aku duduk sendirian di ruang makan. Pelayan menyajikan sup krim dan roti, tapi rasanya tawar di mulutku. Damien tidak makan bersama. Grayson tidak pernah makan di sini.

Dan aku, masih seperti tahanan tanpa penjara. Bahkan Damien yang bersikap profesional pun hanya hadir sebagai pelatih—bukan teman.

Aku meraih segelas air saat sebuah amplop kecil tergelincir dari bawah piring makan.

Aku menatap sekeliling. Tak ada siapa-siapa.

Dengan hati-hati, aku buka. Di dalamnya ada secarik kertas bertuliskan tulisan tangan:

“Ada orang dalam yang menjual informasi. Jangan percaya siapa pun.”

Tanganku gemetar. Tiba-tiba ruangan terasa terlalu sempit.

Orang dalam?

Siapa yang menaruh pesan ini? Damien? Grayson? Atau seseorang yang sedang mempermainkanku?

Kupandangi tulisan itu lama. Setiap hurufnya terasa seperti bisikan dari lubang gelap yang tak kukenal.

Latihan sore berlangsung lebih singkat. Damien hanya melatih gerak kaki dan refleks. Tapi sikapnya lebih tenang. Seperti seseorang yang sedang mengamati.

“Siapa yang akan menyerangku lebih dulu?” tanyaku tiba-tiba.

Damien mengernyit.

“Kau bertanya seolah-olah kau yakin ancaman itu nyata.”

“Aku mendengar Grayson memarahi anak buahnya soal senjata. Aku bukan bodoh, Damien. Aku tahu aku bukan di dunia biasa.”

Damien diam sesaat. Lalu menjawab tenang. “Kau benar. Dunia Grayson bukan dunia biasa. Dan untuk bertahan di dalamnya… kau harus menjadi luar biasa.”

Aku tak tahu apa maksudnya. Tapi hatiku mencatat kalimat itu seperti peringatan.

Malam itu aku menulis di buku kecil yang kuselipkan di bawah bantal. Buku itu satu-satunya milik pribadiku yang tersisa sejak aku masuk ke rumah ini.

Hari kedua pelatihan. Tubuhku remuk. Tapi anehnya, aku merasa hidup.

Damien bilang rasa takut bisa dibunuh jika kita belajar melawan.

Tapi bagaimana jika rasa takut itu datang dari dalam rumah ini?

Aku menutup buku, merebahkan tubuhku di ranjang. Lampu kamar kupadamkan, tapi pikiranku tetap gelisah.

Di luar, suara mobil memasuki halaman.

Langkah berat Grayson terdengar di koridor.

Tapi dia tak masuk ke kamarku. Seperti biasa.

Yang dia lakukan hanya satu: lewat. Membiarkanku bertanya-tanya… apakah aku benar-benar tak terlihat?

Atau dia hanya tak peduli?

Langkah kakiku terasa berat saat kembali ke kamar. Keringat dingin masih menempel di punggung, meski aku sudah mandi air hangat. Otot-ototku mulai memberontak, dan jemari tanganku kesemutan karena terus meninju samsak dan menangkap beban.

Damien tak pernah bersikap lunak. Tapi ia tak pernah memaksaku melebihi batas. Ia memperlakukanku seperti seseorang yang sedang diuji, bukan dipaksa. Mungkin itu yang membuatku tetap bertahan.

Aku berdiri di depan cermin dan memperhatikan bekas-bekas memar di tubuhku. Perempuan di bayangan itu tampak asing. Rambutnya basah, matanya lelah, tapi ada kilau kecil di dalam sorotnya. Kilau tekad.

“Aku bukan boneka yang bisa dibeli dan dipajang,” bisikku pada diri sendiri.

Dan itu bukan lagi sekadar pembelaan. Tapi peringatan untuk diriku sendiri, agar tidak kembali menjadi gadis rapuh seperti dulu.

Aku menarik napas panjang dan memeriksa kembali kertas kecil yang tadi kutemukan. Tulisan tangan di dalamnya masih membuat bulu kudukku merinding.

“Ada orang dalam yang menjual informasi.”

Siapa?

Siapa yang menyelipkannya di bawah piringku? Pelayan? Damien? Atau Grayson sendiri?

Aku tidak tahu. Dan aku mulai membenci perasaan seperti ini—seperti ditutup matanya, dilempar ke medan perang, lalu diminta memilih siapa yang bisa dipercaya. Padahal aku bahkan tak tahu siapa musuhku.

Suara ketukan terdengar di pintu.

Aku menoleh cepat. “Siapa?”

“Damien.”

Suaranya datar seperti biasa. Tapi malam ini nadanya sedikit lebih pelan. Aku berjalan pelan dan membuka pintu.

Dia berdiri di sana, masih dengan pakaian latihan yang kini agak berantakan, rambut sedikit basah karena keringat.

“Ada yang ingin kutanyakan,” katanya tanpa basa-basi.

Aku mengangguk dan mempersilakannya masuk.

Damien tidak duduk. Ia berdiri, bersandar pada rak buku kecil di samping jendela.

“Aku menemukan seorang pelayan menyelinap ke gudang belakang setelah makan siang tadi. Dia membawa perangkat komunikasi kecil.”

Aku menahan napas.

“Dan sekarang dia menghilang,” lanjutnya.

“Kau pikir... dia yang menyelipkan pesan itu?” tanyaku pelan.

“Aku tidak menuduh. Tapi kita harus berhati-hati.” Ia menatapku tajam. “Jangan bicara pada siapa pun di vila ini. Kalau kau butuh sesuatu, cari aku langsung.”

Kata-katanya membuat jantungku berdebar. Aku mengangguk pelan.

“Aku tahu kau tidak percaya siapa pun. Tapi kau harus tahu, aku di sini bukan untuk mengkhianatimu.”

Aku tak menjawab. Hanya menatapnya lama, mencoba mencari celah di matanya. Tapi seperti Grayson, matanya terlalu gelap untuk dibaca.

“Aku mengerti,” jawabku akhirnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikah dengan Bos Mafia Billionaire   Bab 11 – Dalam Rumah Ini, Aku Diawasi

    Pagi datang tanpa permisi. Cahaya matahari menembus tirai kamar dan menyentuh wajahku, tapi rasa letih di tubuhku belum ikut pergi. Aku belum benar-benar tidur tadi malam. Setelah ketukan misterius itu, aku hanya terbaring, terjaga dalam gelap, menunggu suara lain… yang tak pernah datang.Kepalaku berat. Tapi bukan karena kelelahan fisik, melainkan karena satu hal: aku tidak tahu siapa yang sedang mempermainkanku.Pesan misterius. Pisau berukir namaku. Dan sekarang, ketukan di pintu kamar. Semua itu seperti potongan teka-teki yang belum bisa kususun.Apakah aku hanya paranoid?Atau benar-benar ada mata yang terus mengikuti ke mana aku melangkah?Di lapangan belakang, Damien sudah menungguku. Hari ini, aku datang lebih lambat dari biasanya. Kaki kiriku sedikit keseleo, tapi aku tetap datang.“Kenapa terlambat?” tanyanya tanpa basa-basi.Aku menarik napas. “Kaki kiri bermasalah.”Dia hanya menganggu

  • Terpaksa Menikah dengan Bos Mafia Billionaire   Bab 10 – Tatapan yang Tak Terlihat

    Damien meninggalkan kamarku tak lama kemudian, dan saat pintu tertutup, aku merasa seluruh tubuhku diselimuti tekanan yang tak bisa dijelaskan. Ini bukan hanya tentang pelatihan atau pernikahan yang dipaksakan.Ini tentang bertahan di tengah dunia yang bisa membunuh dalam senyap.Dan aku harus belajar membaca siapa yang menggenggam pisau di balik senyuman.Di ruang bawah tanah vila, Grayson duduk sendirian dengan rokok menyala di jarinya. Di hadapannya, laptop menampilkan rekaman kamera keamanan yang baru saja dia unduh.Wajah Eleanor muncul di layar. Lelah. Tapi tatapan matanya mulai berbeda. Bukan lagi ketakutan—melainkan waspada.Damien juga muncul. Terlalu dekat. Terlalu sering menatapnya.Grayson menghembuskan asap rokok, lalu menyandarkan tubuh ke kursi. Dia tidak suka perasaan ini. Tidak suka ketika seseorang berada terlalu dekat dengan miliknya—meski ia tak pernah menyentuh, bahkan nyaris tak berbicara dengan wanita itu.Dia menatap layar lama. Matanya menyipit saat melihat El

  • Terpaksa Menikah dengan Bos Mafia Billionaire   Bab 9 – Luka di Balik Latihan

    Matahari belum sepenuhnya terbit saat aku tiba di lapangan belakang. Rumput masih basah oleh embun, udara dingin menggigit kulitku, tapi langkahku tak ragu.Tubuhku masih pegal sejak latihan kemarin—pundak kaku, lengan penuh memar, dan perut seperti tertinju berkali-kali. Tapi aku datang lebih awal. Bukan karena aku rajin, melainkan karena satu hal sederhana: aku ingin hidup.Damien Wolfe sudah berdiri di bawah pohon, melatih napas dengan gerakan ringan. Wajahnya seperti kemarin—dingin, tajam, dan sulit ditebak. Tapi tidak mengintimidasi. Tidak seperti Grayson."Kau datang lebih cepat dari jadwal," katanya, tak menoleh."Aku butuh lebih banyak waktu untuk bisa menyamamu," jawabku, mencoba terdengar percaya diri.Damien berbalik, mengangguk kecil. “Bagus. Hari ini kita mulai belajar mengatasi rasa takutmu. Karena rasa takut itulah yang akan membunuhmu lebih cepat daripada peluru.”Aku mengepalkan tangan. “Aku tidak takut.”“Semua orang takut. Tapi orang pintar tahu cara menyembunyikann

  • Terpaksa Menikah dengan Bos Mafia Billionaire   Bab 8 — Jejak Gelap

    "Jadi begitu… Melissa mulai menunjukkan taringnya." Dia berjalan ke meja, menuang bourbon ke dalam gelas kristal, lalu meneguknya sekali teguk."Rafael Vega adalah seorang eksekutor berdarah dingin. Dulu dia anak didikku. Sekarang… dia musuhku."Aku menegakkan tubuh. "Dan Melissa? Kenapa dia terlibat?"Grayson menatapku dari balik gelasnya. "Karena dia serakah. Karena dia ingin menggantikanmu."Perutku terasa mual. Aku tahu Melissa membenciku, tapi aku tak menyangka dia akan sejauh ini."Aku hanya beban dalam pernikahan ini, bukan? Jadi kenapa... kenapa aku dipertahankan?" tanyaku lirih.Grayson meletakkan gelasnya dengan suara denting kecil. Lalu dia mendekat di hadapanku. Untuk pertama kalinya, dia menatapku bukan dengan kebencian atau dingin, tapi... seolah sedang menilai sesuatu yang belum dia pahami."Kau belum mengerti posisimu, Eleanor. Kau bukan hanya istri kontrak. Kau adalah perisai. Sasaran. Dan entah bagaimana... kau juga jadi titik lemah yang tak kuinginkan."Dadaku sesak

  • Terpaksa Menikah dengan Bos Mafia Billionaire   Bab 7 – Sangkar Emas dan Ancaman yang Mengintai

    Tiba-tiba ponselku berbunyi.Bukan dari siapa pun yang kukenal. Nomor tak dikenal. Tapi sesuatu dalam hatiku menyuruhku mengangkatnya.“Halo?”Suara di seberang terdengar berat. Pria. Pelan tapi penuh tekanan.“Kau Eleanor Hayes?”Aku diam. Jantungku berdegup.“Ya. Siapa ini?”“Aku orang yang seharusnya kau temui sejak lama. Dan aku tahu apa yang terjadi padamu. Aku tahu kau bukan milik Grayson Blake. Aku tahu siapa ayah tirimu sebenarnya.”Aku berdiri dari kursi, panik. “Siapa kau?!”“Tunggu aku. Aku akan datang padamu. Dan saat itu tiba, kau harus memilih. Bertahan... atau kabur.”Klik.Telepon terputus.Tanganku gemetar. Aku menatap layar kosong ponsel, merasa seolah-olah seluruh duniaku baru saja bergeser.Siapa pria itu?Dan apa maksudnya... aku harus memilih?Aku duduk di ranjang, menggenggam ponsel erat-erat hingga jemariku memutih. Sudah lebih dari satu jam sejak panggilan misterius itu, tapi suaranya masih terngiang di telingaku. Dalam satu kalimat pendek, dia membuat semua l

  • Terpaksa Menikah dengan Bos Mafia Billionaire   Bab 6 – Di Balik Mata Dingin Itu

    Sudah tiga hari sejak perdebatan kami di lorong. Dan selama tiga hari itu pula, Grayson benar-benar menghilang. Tidak ada suara mobil datang, tidak ada jejak kaki di lantai marmer, bahkan bayangannya pun tak muncul di vila.Aneh. Tapi lebih menenangkan bagiku.Melissa juga tidak muncul lagi. Mungkin dia sudah kembali ke apartemen mewahnya di pusat kota, tempat di mana dia bisa menghamburkan uang dan menjatuhkan orang lain dari kejauhan. Aku tidak mencarinya. Aku bahkan lega saat menyadari bahwa kehadiran satu racun sudah menghilang dari vila ini.Namun, ketenangan yang kurasakan hanya semu. Karena ketika malam tiba dan lampu-lampu dimatikan, pikiranku terus berputar. Pertanyaan-pertanyaan yang tak berjawab menggantung di udara, memenuhi ruang kosong yang semakin menyesakkan.Siapa sebenarnya Grayson Oliver Blake?Pria itu tidak sekadar kaya atau berkuasa. Ia membawa aura yang gelap—seakan ada sesuatu yang disembunyikannya begitu dalam, jauh di balik jas mahal dan sorot matanya yang me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status