Share

Revan Tidak Peduli

Author: KIKHAN
last update Last Updated: 2021-04-29 23:03:52

Diaz tahu Mila sedang usil menyuruh bicara pada kekasihnya. Mereka sudah ada di depan Rumah, tepatnya depan pintu. Mila mengetuk pintu rumah Revan. "Revan ... " Dia berteriak, sengaja.

Diaz menoleh cepat, matanya memicing. Namun karena dilihat Mila juga, dia mencoba acuh.

"Kenapa lo? Gak suka?" tandasnya.

Sebelum Diaz jawab, rupanya pintu terbuka memunculkan sosok pria dengan rambut cokelat klimis belah kanan sedang suntuk kurang tidur karena kantung matanya menghitam.

"Revan, kamu kenapa matanya sembab gini?" Mila menangkup wajah Revan.

Revan menurunkan tangan Mila perlahan. "Kenapa? Gue lagi pusing, banyak tugas kuliah."

Mila menyenggol Diaz. "Ayo ngomong," bisiknya.

Revan menatap Diaz. "Lo bawa siapa, Mil?" tanyanya tertuju pada Mila dengan sedikit kekehan di akhir pertanyaannya.

"Saya Diaz. Saya disuruh Mila buat izin ke kamu."

"Izin apaan?" Revan terkekeh lalu memijit pelipisnya yang pening.

"Menikah dengan Mila," jawabnya tanpa spasi.

Revan melirik Mila. "Kalian mau nikah?" Dia lantas tertawa kencang dan bertanya, "Undangannya mana?"

"Apa kamu bilang?" Sungguh Diaz tidak mengerti dengan situasi saat ini.

"Nikah aja, ngapain minta izin segala." Revan menatap Mila dengan redup. "Kan gue udah bilang, hubungan kita gak usah diperpanjang. Lo tau gue selingkuh, tetep aja maksa bertahan."

Diaz mengerutkan dahi, sedangkan Mila menunduk dalam. 

Revan memutuskan. "Nikah sama dia aja, Mil." Dilihat-lihat, Mila pilih pria yang tepat dibanding dirinya. Penampilan orang di depannya begitu formal, tampak seperti pegawai kantoran daripada dirinya yang masih berstatus mahasiswa dan belum bekerja.

Mila bertanya, "Kamu sengaja mainin hubungan kita?"

Revan menjawab, "Kan lo yang milih bertahan, rela jadi pacar bayangan."

Diaz bergeser menutupi Mila seperti melindunginya karena gadis itu akan menangis setelah dengar penuturan Revan.

"Aku kira kamu bakal nahan aku, Van." Atau selama ini ia yang menahan Revan untuk pergi?

Revan mendatarkan wajah. "Berhenti, Mila. Lo gak bisa maksa gue buat bertahan, gue juga punya prioritas. Lo gak bersyukur banget dapet yang lebih," tukasnya.

Mila sudah terisak di belakang Diaz. Pria itu belum bicara lagi.

"Jangan nangis," cecar Revan. Dia yang tersiksa kenapa Mila menangis? Revan tak ada pilihan selain menepuk-nepuk pundak Diaz dan berkata, "Jagain aja. Walaupun gue kesel, kita pernah bareng. Mil, jangan buat gue ngerasa nyakitin lo, lah. Kan lo yang milih bertahan sendiri." Sebenarnya sudah sering Revan menyuruh Mila berhenti. Perempuan ini, seringkali banyak berharap membuatnya muak.

Diaz paham sekarang. Mila mempermalukan diri sendiri di depan pacar yang tidak mengakuinya. "Kita pulang," putusnya. "Maaf ganggu kamu. Permisi," lanjutnya menarik tangan Mila.

Mila menahan tubuhnya dan menatap sendu Revan. "Van, aku cinta banget sama kamu."

Diaz berdecak kesal. "Dia udah lepasin kamu! Ngapain sih ngerendahin diri sendiri begini!"

"Tapi, aku cinta--"

Revan memegang kepalanya. "Gue pusing, Mil. Banyak tugas kuliah. Tetangga gue ntar pada ngebac*t," ucapnya langsung masuk dan menutup pintu cukup keras.

Diaz membiarkan Revan masuk. Kini dia yang heran dengan Mila. "Kamu mau berlutut sama dia disini?"

Mila menggeleng dan menepis tangan Diaz. Ia berjalan melewatinya menuju mobil untuk pulang.

Diaz melihat Mila tersakiti. Tapi salahnya juga menyakiti hati dengan bertahan sendirian. Dia pun mengikuti sampai masuk mobil. Sungguh dia tidak menyangka akan sedramatis ini bicara pada Revan. Apa Mila berharap Revan menahannya? Benar-benar aneh.

Sampai rumah, Mila langsung masuk kamar walaupun Fila memanggil-manggil namanya. Diaz hanya diam di belakang Fila.

"Pasti Revan marahin kamu ya?" tanya Fila.

"Iya," jawabnya terpaksa berbohong. Mila akan baik-baik saja, bukan? Dia tipe orang yang sering marah karena banyak unek-unek di hatinya. 

Jadi Mila juga membohongi keadaan hubungannya dengan Revan pada Fila. Mila benar-benar mencintai Revan sampai segitunya.

"Revan bilang apa pas tau kalian mau nikah?"

"Banyak, Tante. Gak bisa dijelasin. Revan marah, Mila juga," tutur Diaz. Benar, Mila akan baik-baik saja karena Revan sudah berterus terang tidak mencintainya lagi.

"Yang penting kamu udah ngomong. Kamu boleh pulang, besok kan fitting baju."

Diaz sampai lupa sesaat. "Iya," lirihnya kembali ingat. "Pastiin Mila makan teratur, Tante."

Fila paham tentang itu. Setelah Diaz pergi, dia kembali mempersiapkan sisanya untuk pernikahan mereka.

Mila mengumpat dalam hati sampai malam atas ucapan Revan yang berhasil mempermalukannya di depan Diaz. Tangisnya mereda begitu ingat Diaz sempat bergeser menutupi tubuhnya. "Dia sadar kah nyakitin gue?" Dia memukul-mukul kasur yang tidak berdosa. Memang salahnya, lalu kenapa? Bukankah itu wajar untuk mempertahankan hubungan?

"Pasti besok dia ngeledek gue," gumamnya. Buruk nasibnya. "Gak bisa gue biarin." Mila melompat turun dari atas kasur lalu keluar kamar. Ia sempat mengintip apakah ada Bunda di suatu ruangan. "Bunda?" Ia sedikit teriak karena tidak menemukan Bundanya.

"Bunda di kamar!"

Ia bergegas turun dan masuk kamar Bundanya.

"Kenapa?" tanya Fila saat anaknya masuk.

"Bun, pinjem HP."

"HP kamu mana?"

"Di atas."

"Ambil lah."

"Iihh, Bunda. Aku pinjem HP Bunda buat telepon Diaz," ujarnya.

Fila menodongkan ponselnya tepat di depan wajah Mila. "Ini."

Mila tahu, Bunda pasti gerak cepat kalau ia sebut nama calon menantunya.

"Mila bawa ke kamar dulu ya, Bun."

"Iya sana. Yang lama ya," suruhnya.

Mila keluar tak lupa tutup pintu lagi. Dia mendesis, "Mau gue hapus nomornya takut kualat." Ia naik tangga agak cepat sambil menggerutu. Sesudah duduk di dekat jendela, Mila mengatur nafasnya dan memegang ponsel Fila untuk menelepon Diaz.

Sesudah memencet panggilan video ke nomor Diaz, Mila siap-siap bicara. Alisnya menyatu begitu yang muncul di ponselnya adalah pria lain, bukan Diaz. "Wah, lo siapa?" tanyanya menantang dan bingung jadi satu.

Lalu ponsel seperti diarahkan ke seseorang, mereka berjalan di sebuah tempat yang terlihat macam kantor.

[Tolong pegangin]

Itu suara Diaz yang mungkin menyuruh asistennya untuk memegang ponselnya.

"Gue mau ngomong," ungkap Mila. Ia ragu Diaz akan mendengarkan atau tidak karena masih berjalan.

[Silahkan]

"Jangan bilang Bunda tentang masalah tadi."

[Udah saya lakuin]

Jadi, sudah? Mila manggut-manggut. "Yang lo tadi--"

[Langsung ngomong. Saya mau meeting]

Mila menahan nafas agar sabar melihat Diaz menaiki tangga. "Jangan sampe Bunda tau," ulangnya.

[Terus?]

"Besok lo jangan berani ngetawain gue," ancamnya.

[Mana sempat saya ketawain orang]

"Gue mau bilang itu aja."

[Gak usah pertahanin dia]

"Hm. Gak usah kasihanin gue. Gue gak suka."

Panggilan diputus Diaz padahal ucapannya belum dijawab. Kesal sekali Mila. Ia mengganti nama kontak Diaz dengan sesuatu. Sesudah itu turun untuk mengembalikan ponsel Fila yang ternyata saat ia masuk, pemiliknya sudah tidur.

Mila melihat foto keluarga berbingkai besar di dinding ruang tamu. "Diaz bentar lagi jadi menantu Papa. Papa bahagia kan?" Entah bagaimana kelanjutan kisahnya. Seharusnya indah jika ia bisa menggapai cita-cita di usia sekarang, tapi sayang terhalang oleh perjodohan. "Papa jangan salahin aku kalau sewaktu-waktu kita cerai. Mila dari awal gak cinta sama Diaz."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   TAMAT

    Thank youuuu buat teman-teman yang sempat mampir ataupun tetap bertahan masukin novel ini ke rak bacaan kaliaann. Congrats buat aku sendiri yang udah tamatin kisah mereka dengan jangka waktu sangat panjang, bab absurd, dan ending membagongkan dan ngambang.Kalian bisa anggap akan ada sekuel dari Diaz dan Mila entah itu kehidupan anak mereka atau lainnya. Tapi so far, belum ada rancangan gimana gambaran cerita selanjutnya karena masih terjebak genre Teen.Semoga kalian tetap dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa dan selalu sehat baik mental maupun fisik karena hidup tidak seringan pilus gais.Sekali lagi thank you so much!And bye bye~

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Adil

    "Ha? Hahaha ... Gue bayangin muka mereka bingungnya gimana."Vio tertawa puas di meja makan saat Diaz menceritakan apa yang terjadi di rumah Monica semalam.Meida menyuruh anaknya berhenti tergelak dan dengarkan saja kakaknya bicara. "Kamu tuh ya, orang lagi ngomong malah ketawa terus.""Yailah, Ma. Bayangin dong muka mereka. Apalagi Mas Agam sama istrinya yang naudzubillah, Haha." "Kapan Monica ketemu Pak Louis?" Diaz bertanya-tanya sebab sebelumnya Monica sibuk bolak-balik ke rumahnya dengan rencana balas dendam.Walaupun balas dendamnya berubah menjadi kasih sayang tak terduga. Kekeluargaan mereka sangat erat."Monica mungkin udah menduga ini bakal terjadi. Dia kan ngomong sendiri sering berdoa ketemu orang tuanya.""Vio!" Meida geram sekali dengan anaknya sampai ingin melempar sendok garpu."Mama kenapa sih sensi banget?" balas Vio."Omongan kamu itu!" "Orang Monica-nya yang bilang ke aku.""Diaz mau minta tolong, Mah."Meida menatap Vio sebab Diaz meliriknya. "Mama?" "Monica m

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Pengacara Monica

    Sebagai CEO yang memiliki waktu senggang banyak, Diaz memberanikan diri menemui pengacara Monica. Tepat hari sebelumnya mereka bicara serius melalui telepon untuk menentukan pukul berapa akan diskusi sebab pengacara pun punya acara lain.Diaz sangat terkejut rupanya ada kakak serta adik dari orang tua Monica turut datang ke rumah anak malang itu dengan raut tidak sabaran."Semuanya kenapa di sini?" Perasaan Diaz menghubungi pengacaranya saja, tidak mereka juga. Total ada 5 orang, termasuk dirinya.Akhirnya ia bergabung dengan mereka dan itu diperdebatkan."Kenapa ada dia di sini?" sahut Winda, adik terakhir dari Ibu Monica sembari menunjuk Diaz duduk.Diaz lantas menoleh tanpa ekspresi. Bukankah seharusnya ia yang memberi pertanyaan pada mereka?"Monica secara khusus meminta tolong saya untuk panggil Pak Diaz," jawab Louis tak kalah datar dari padang pasir."Hah! Kayaknya sih dia ngerayu Monica biar dikasih beberapa persen asetnya," timpal suami Winda, Agam.Kelihatan dari tampang mer

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Harus Ikhlas

    "Mama tetap gak nyangka, Mila.""Apalagi Mila, Bun."Mereka duduk besandar di ruang tamu setelah menghadiri pemakaman. Mila menatap langit-langit rumahnya seraya berkata, "Monica udah maafin Diaz belum ya, Bun? Kasihan mereka."Fila lantas menjawab, "Sebenarnya Monica pasti udah maafin Diaz dari dulu. Cuma karena mereka kurang akrab dan Monica sempat salah paham juga, dia agak canggung.""Aku padahal mau ke rumahnya lagi.""Nanti kalau Diaz ke sana aja. Dia pasti harus urus semuanya karena walinya Monica."Mila mengusap wajahnya, belum menyesuaikan kenyataan. "Mila mau mandi, Bun. Abis itu ke rumah Diaz lagi, dia harus ditemenin.""Iya sana. Bunda gapapa sendiri di sini."***Vio melihat Diaz berdiri di tengah pintu menghadap halaman belakang sembari memasukkan tangan ke saku celana. Kakaknya diam dengan deru napas teratur yang terdengar berat."Lo lagi ngapain?" Vio memberanikan diri mendekat dan berhenti di belakang Diaz."Bukan apa

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Pemakaman Monica dan Eric

    Suara langkah Diaz memenuhi lorong yang dihampiri suara petir dan cahaya kilat lewat celah jendela. Sesaat dia memperlebar jarak kaki supaya cepat sampai ruang jenazah yang terletak di bagian belakang rumah sakit.Di belakang Diaz, ada Mila yang juga berusaha mempercepat langkah agar bisa mengiringi suaminya. Kesekian kalinya sudut mata mereka meneteskan bulir bening atas perasaan berkecamuk.Ada-ada saja, diwaktu kurang tepat Diaz dihubungi Bayu, sekretarisnya. "Maaf, saya lagi ada urusan. Nanti saya telepon lagi, Pak." Masalah klien tidak jadi datang besok bukan hal besar. Bayu masih bisa menangani dikarenakan situasi mendesak.Begitu masuk ke kamar jenazah, Diaz sempat menjeda nafas beberapa detik untuk meyakinkan hatinya bahwa yang terjadi sekarang ini bukan bunga tidur. Di atas dua brankar terdapat dua tubuh terbujur kaku diselimuti kain putih. Petugas yang menjaga kamar jenazah malam ini hanya satu berjenis kelamin laki-laki. Dia terlihat sedang memeriksa

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Sulit Diterima

    Guyuran hujan secara tiba-tiba membasahi tanah dan jalan sejak tengah hari. Rencana Mila pergi ke Taman depan kantor jadi urung. Apalagi niatnya mau hujan-hujanan selagi deras.Diaz menyibukkan diri di depan laptop. Liburnya tetap bekerja. Bahkan lebih pusing dia daripada Mila yang suka mengarang cerita. Omong-omong, sudah 2 hari Mila tidak update bab novel. Apa kabar komentar pembacanya?"Kamu daripada berdiri terus di jendela, mendingan bantu saya beresin ini nih." Diaz menunjuk map-map miliknya yang kurang rapi di dekat meja satunya. Saking banyaknya yang belum tuntas, dia bingung mau membereskan yang mana."Ogah. Kamu kan udah kerjain bareng sekretaris kamu," cebik Mila.Diaz melirik layar laptopnya. Benar, dia sedang melakukan panggilan video dengan sekretarisnya demi mengurus berkas baru maupun yang diarsip bulan lalu."Barangkali mau," balas Diaz.Suara petir menggelegar langsung mengejutkan Mila karena berdiri di dekat jendela.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status