Seketika seluruh orang yang berada di ruang itu merasa sangat syok dan juga panik. Dengan segera Sintya menyuruh putrinya untuk mengambil obat dan air putih untuk suaminya.
"Ini, Pah. Diminum dulu, Pah!" Dengan wajah yang terlihat sangat cemas Sintya menyodorkan segelas air putih dan satu butir obat pada suaminya.Setelah meminum obat, rasa nyeri di dalam dada lelaki itu sudah sedikit berkurang. Tiba-tiba tangan Bagus bergerak lemah ingin meraih tangan pria yang berdiri di dekatnya. Pak Hadi yang melihatnya, langsung menyambut dan meraih tangan itu. Lalu menggegamnya erat."P-p-pak Hadi!" ucap Bagus pelan."Iya, Tuan!" jawab Pak Hadi."To-tolong maafkan saya! Ini semua adalah salah saya karena telah gagal mendidik Langit. Sehingga Langit sampai berbuat seperti itu pada Cahaya." Dengan tatapan yang terlihat sendu, Bagus memohon permintaan maaf atas kesalahan yang diperbuat oleh anak sulungnya.Pak Hadi menggeleng. "Tidak, Tuan! Ini bukanlah salah, Tuan.""Ta-tapi, apakah Pak Hadi mau memaafkan anak saya?" ujar Bagus lagi.Kali ini Pak Hadi tak menjawab. Dia hanya melirik sinis ke arah Langit yang sedang berdiri tertunduk tak jauh darinya itu. Dan Bagus dapat melihat kalau laki-laki yang bekerja sebagai sopir pribadinya ini masih belum bisa memaafkan anaknya. Sehingga membuat hatinya tidak bisa merasa tenang.Suasana di dalam ruangan itu kini menjadi tegang dan lenggang karena tidak ada seorang pun yang mau mengeluarkan suaranya. Mereka semua hanya saling melirik satu dengan yang lainnya dan sibuk dengan pemikirannya masing-masing.Karena tak kunjung mendapat jawaban ataupun kata maaf dari Pak Hadi, Bagus kini beralih menatap ke arah gadis yang sedang berdiri di sebelah putrinya. Kemudian ia memanggilnya, "Cahaya.""I-iya, Pak!" jawab Cahaya dengan gugup ia menatapnya iba.Bagus kembali berusaha untuk tersenyum kepada gadis yang akan menjadi calon menantunya itu. "Kamu mau, 'kan memaafkan Langit?"Karena tak tega melihat Bagus yang seperti sedang menahan sakit. Dengan terpaksa Cahaya mau mengangguk."Dan, maukah kamu menikah dengan Langit?" tanya Bagus lagi."Sudahlah, Pah. Ayo sebaiknya kita bawa Papah ke rumah sakit saja sekarang, Mah!" sambar Langit memotong perkataan Papahnya"Papah tidak akan pergi ke mana-mana sebelum masalah ini selesai!" tandas Bagus tegas."Ta-tapi, Papah harus ke rumah sakit sekarang. Kalau tidak, nanti penyakit jantung Papah akan bertambah parah." Langit kekeh ingin membawanya ke rumah sakit."Biarin, Papah mati. Dari pada harus menanggung malu karanamu, Langit!""Papah!" pekik Syntia yang syok mendengar ucapan ngelantur suaminya."Langit, bisa gak sih? Untuk kali ini saja turutin kemauan Papah?" bujuk Syntia. "Apa kamu ingin melihat sakitnya Papah bertambah parah?"Langit menggeleng pelan."Ya sudah, kalau begitu turuti kemauan Papah sekarang!" Dengan penuh penekanan, wanita paruh baya itu menatap tajam ke arah putranya. Menandakan kalau wanita tersebut tengah marah besar.Sehingga membuat lelaki muda itu langsung menunduk lesu, tak berani membantah lagi.Kemudian Syntia kembali memandang sayu wajah suaminya."Sudah Papah tenang saja, ya! Cahaya pasti mau kok, untuk menikah dengan Langit. Iya, 'kan, Cahaya?" Dengan sorot mata memelas dan memohon, Syntia menoleh ke arah Cahaya.Sehingga membuat gadis itu mau tidak mau hanya bisa menggangguk pasrah menyetujui permintaan kedua majikannya.Bagus kini dapat merasa sedikit lega ketika melihat Cahaya setuju."Ya, sudah. Sekarang Papah mau, 'kan ke rumah sakit? Nanti setelah Papah pulang dari rumah sakit, baru kita akan langsung mengadakan resepsi pernikahan Langit dan Cahaya, oke?" bujuk Syntia lembut.Akhirnya Bagus mengangguk setuju.***Setelah melakukan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Bagus dinyatakan hanya mengalami serangan jantung ringan akibat banyak pikiran yang membuat Bagus merasa tertekan hingga menyebabkan tekanan darah pada tubuh meningkat. Tekanan darah tinggi yang tidak dapat diatasi dengan baik itulah yang memicunya mengalami serangan jantung.Selang beberapa jam kemudian. Bagus yang ditemani oleh istri dan juga kedua anaknya itu sudah diperbolehkan untuk pulang. Namun dengan syarat, lelaki itu tidak boleh banyak beban pikiran lagi. Agar tidak memicu penyakit jantungnya kambuh kembali. Karena jika sampai itu terjadi lagi, maka bisa saja akan berakibat fatal baginya.Sesuai dengan kesepakatan, di malam harinya kini kedua keluarga tengah menyiapkan acara pernikahan yang akan diadakan di rumah keluarga Pak Bagus.Acara pernikahan itu dilakukan secara sangat sederhana, yang hanya akan dihadiri oleh keluarga dari kedua calon pengantin dan beberapa kerabat dekat saja.Di tengah ruang keluarga yang cukup luas, terlihat sudah ada beberapa orang yang duduk menunggu sang mempelai wanita datang.Tak lama kemudian, terlihat sesosok gadis muda dengan balutan kebaya putih yang menempel pas di tubuhnya. Wanita itu tampak begitu cantik dengan sedikit riasan mak up yang menghiasi wajah ayunya. Rambutnya disanggul kecil dengan anak rambut yang menjuntai di sisi kanan kiri pipinya. Riasannya terlihat begitu sederhana. Namun, tidak mengurangi aura cantik yang terpancar jelas dari wajah gadis tersebut.Sehingga membuat semua orang yang berada di ruang itu terpesona melihatnya. Terlebih lagi dengan Langit yang langsung terbengong karena begitu terpukau oleh penampilan Cahaya kali ini.Begitu juga dengan pemuda yang duduk di sebelahnya. Dengan mata yang berbinar, Revan terkesima ketika melihat calon istri dari temannya tersebut. Dia tidak menyangka kalau gadis itu adalah wanita cantik seperti yang ada di hadapannya kini."Gila, ternyata calon istrimu cantik juga! Kalau dia secantik ini sih, aku juga mau kali, Lang. Ngapain juga kamu pakai nolak segala, sih?" Dengan setengah berbisik Revan sengaja meledek temannya yang kini sedang melongo terhipnotis oleh kecantikan calon istrinya sendiri.Sehingga membuat Langit langsung tersadar dan mendengus kesal padanya.Lalu dengan wajah yang tertunduk malu, gadis yang sudah dirias itu kini duduk bersanding dengan Langit menghadap ke Pak penghulu yang akan segera menikahkan mereka berdua.Dada Langit langsung berdebar dengan sangat kencang, kini perasaannya menjadi tidak karuan. Keringat mengucur deras di dahinya. Lelaki itu terlihat begitu gugup dan grogi ketika akan memulai ijab kobul.Di sebelah Langit terlihat ada Revan dan Thalita. Sementara di sebelah Cahaya ada Pak Hadi dan Irma yang tampak gelisah menunggu kedatangan Sely sang anak gadisnya yang tak kunjung datang di rumah tersebut.Sedangkan Syntia yang berada di samping suaminya terduduk di belakang sang calon pengantin. Dengan penuh rasa haru dan bahagia, kini hati Bagus bisa merasa lega, karena pada akhirnya ia bisa menyaksikan pernikahan anak sulungnya tersebut.Ya, walaupun pernikahan ini terkesan mendadak dan dipaksakan. Namun, laki-laki paruh baya itu percaya dan sangat berharap kalau anaknya nanti lambat laun bisa menerima pernikahan ini dan bisa mencintai Cahaya dengan sepenuh hati.Lalu dengan tangan yang bergetar, Langit mulai mengucapkan ijab kabul dengan terbata. Membuatnya harus mengulangnya hingga beberapa kali. Walaupun masih dengan sedikit ragu, pada akhirnya ia pun bisa mengucapkan ijab kobul itu dengan lancar."Saya terima nikah dan kawinnya saudari Cahaya Putri Aulia bin Eko Wijayanto dengan mas kawin uang sebesar 10 juta rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!""Sah?" seru Pak penghulu.Dengan serempak semua orang yang berada di sana langsung menjawab. "SAH!""Em ... bakalan langsung pingsan gak sih, tuh cewek? Atau, bisa aja langsung mati kali. Itu malah justru lebih baik. Hahahaha!" Dalam hati wanita itu tertawa girang, sedang membayangkan bagaimana syoknya Cahaya nanti. Tak lama kemudian, terlihat Cahaya datang dengan membawa nampan yang berisi dua gelas minuman. Cellina yang semula sedang tersenyum miring, sibuk membatin memikirkan Cahaya, langsung terdiam dan segera memasang wajah dengan gaya sok anggunly. "Em, silahkan, Mbak, ini diminum!" Sambil tersenyum kaku, Cahaya meletakan dua gelas jus jeruk di atas meja. Sungguh ia merasa bingung dan tak tahu harus bersikap bagaimana sekarang. Haruskah ia marah kepada wanita ini? Atau, harus tetap bersikap ramah, dingin, tenang, acuh tak acuh, dan terlihat biasa saja? "Huff!" Seraya menghela nafas pelan, ia menjadi bingungan sendiri memikirkannya. "Oh, terima kasih, Cahaya. Jadi merepotkan. Tapi maaf, kalau boleh jangan panggil aku Mbak dong! Aku jadi berasa tua banget deh. Panggil
"Ragu dengan Cahaya? Maksudnya?" Kerutan di dahi Reza kian menjadi, pria itu semakin bertambah kebingungan saja mendengarnya. Masih dengan wajah lesu, Langit menghela napas berat, seraya berkata, "Kemarin aku udah coba datang ke apartemennya Aditya. Tapi, apa kau tahu, apa yang aku dapatkan di sana?" Dengan mimik wajah serius, reflek Reza langsung menggelengkan kepala. "Aku malah mendapati Aditya yang sedang mesra-mesraan meluk Cahaya, Za!" "Apa?! Kok bisa?" Sontak saja lelaki berkemeja krem itu dibuat sangat syok. Ia tak mengira kalau Aditya akan berbuat seperti itu dengan Cahaya. "Ah, gak mungkin, kamu cuma salah lihat aja kali." Tapi, sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap bersikap tenang dan mencoba berpikiran positif. "Salah lihat gimana? Aku melihat langsung dengan mataku sendiri, pas aku datang ke sana, di ruang tamu mereka sedang berpelukan gitu, Za!" ucap Langit kekeh. "Terus?" "Ya, tentu saja aku langsung emosi dong sama mereka." "Lalu, kamu langsung marah
Sudah beberapa hari ini, Langit selalu saja marah-marah dan uring-uringan tak jelas. Sehingga membuat para anak buahnya pun manjadi keheranan dan bertanya-tanya, "Ada apa dengan CEO muda yang kini terlihat sangat menakutkan, karena sering kali mudah emosian dan selalu marah kepada semua orang. Semua yang dilakukan oleh pegawainya di kantor, selalu saja salah di matanya. Sampai-sampai mereka kebingungan dan tak tahu lagi bagaimana cara menghadapinya. Reza yang kebetulan sedang berada di kantor, langsung saja masuk ke ruangan sang CEO muda tersebut. "Lang, kau ini kenapa sih, marah-marah mulu? Tuh, kasihan semua orang jadi pada ketakutan, gara-gara kamu yang marah-marah nggak jelas tahu! Udah kayak macan yang lagi ngamuk aja sih, kamu," keluh Reza. "Taulah, Za. Pusing aku," sahut Langit sewot. Seraya memijit dahi, raut wajah lelaki itu tampak lesu, menyiratkan rasa frustasi yang tengah membelenggu di dalam hati. Seraya menghela napas, tanpa disuruh duduk, lelaki berkemeja krem
"Ja-jadi, saya hamil, Dok?" Jelas Cahaya masih belum bisa percaya. Sang dokter pun mengangguk. "Ya, benar, Nona. Anda sekarang sedang hamil. Apakah Anda masih mengingat, kira-kira kapan hari pertama Anda terakhir mendapat tamu bulanan?" Masih dengan raut wajah syok, Cahaya terdiam, sedang mencoba untuk mengingat kapan terakhir kali ia mendapat bulanan. "Em, kalau tidak salah, saya memang sudah telat satu bulan lebih sih, Dok, tidak mendapat bulanan," jawabnya ragu. "Oh, berarti kira-kira usia kandungan Anda mungkin sudah memasuki Minggu ke 6 ataupun ke 7. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, sebaiknya Nona melakukan USG. USG pada trimester pertama kehamilan dapat membantu menentukan usia kandungan dengan lebih tepat dan memantau perkembangan janin," terang si dokter dengan panjang lebar. "Jadi, mulai sekarang, Anda harus lebih bisa menjaga kesehatan. Agar tumbuh kembang janin yang ada di kandung Anda bisa terjaga dengan baik." "Dan, saya ucapkan selamat ya, Nona. Karena
Dengan wajah yang sangat-sangat panik, Aditya segera membopong tubuh lemas cahaya. Ia ingin membawanya ke rumah sakit terdekat. Sementara itu, dari kejauhan, Cellina yang memang sengaja diam-diam membuntuti Langit, tampak mengerutkan dahi merasa keheranan melihatnya. "Loh, kenapa tuh si Cahaya? Kelihatannya kayak pingsan gitu?" gumamnya membatin. "Ah, mending aku ikutin aja deh, mereka. Kelihatannya seru nih, bakal ada drama baru apa lagi nanti?" Dengan seringai jahat, wanita yang kini berpakaian serba hitam itu, bagai seorang penguntit yang sedang memata-matai dan terus membuntuti Aditya. Aditya tampak cukup kerepotan terus berjalan sambil membopong tubuh lemas Cahaya. Hingga sampai di parkiran, beberapa orang yang melihatnya pun langsung saja membantunya untuk membukakan pintu mobil. "Terimakasih, Mas," ucap Aditya kepada lelaki yang telah membantunya. "Ya, sama-sama, Pak," jawab lelaki itu mengangguk. Aditya langsung saja tancap gas menuju ke rumah sakit. Begitu juga d
Di saat melihat pintu terbuka, Langit yang baru saja sampai di apartemen, ingin segera masuk. Namun, tanpa terduga ia malah melihat sebuah adegan mesra istrinya yang tengah berpelukan dengan Aditya. Sontak saja membuat sangat marah. Matanya terasa panas, darahnya pus seolah langsung mendidih seketika. "Apa-apaan ini?" teriaknya geram. Dengan mendorong kasar ia memisahkan keduanya. Tentu, dua orang itu langsung tampak sangat syok melihatnya. "Kak Langit!" "La-langit!" pekik keduanya secara bersamaan. "Oh, jadi ini kelakuan kalian di belakang aku, huh?" "Tidak, bukan-bukan seperti itu." Dengan wajah panik, jelas keduanya langsung gelagapan dan menggelengkan kepala membantahnya. "Ini hanyalah salah paham, Lang! A-a-ku tadi cuma--" "Cuma apa, huh?" Seraya tersenyum sinis, Langit memotong ucapan Aditya. "Kau memang sengaja mengambil kesempatan ini buat ngedeketin Cahaya 'kan?" tuduhnya, dengan mata berapi-api, penuh amarah ia mendorong pundak Aditya kasar. Hingga Aditya