Share

Terpaksa Menikahi Ipar Kekasihku
Terpaksa Menikahi Ipar Kekasihku
Penulis: Arien Shinta

1. Terbongkar

"Aku mohon Hania, jangan pergi dariku. Aku berjanji, akan menyelesaikan semua ini secepatnya."

"Tidak bisa. Kau gila ya, kalau sampai semua orang tahu, bisa habis aku. Hubungan kita itu tidak diketahui siapa pun. Sedangkan pernikahanmu? Semua terpublikasi, Davi!" pungkas seorang wanita dengan nada frustrasi.

"Tidak. Aku tidak akan membiarkan semua itu terjadi. Baiklah, begini saja. Tugasmu hanya tetap bersamaku, biarkan aku yang bertindak membuktikan semuanya. Aku mohon, Hania. Selama ini, aku bahkan tidak pernah dekat dengan perempuan mana pun, bukan?" mohon seorang lelaki dengan wajah memelas. Ada guratan putus asa di sana yang membuat lawan bicaranya kini merasa iba. Benar adanya, kesetiaan laki-laki di hadapannya ini memang tidak diragukan dalam kurun waktu yang tak bisa dikatakan sebentar itu.

"Baiklah. Aku pegang ucapanmu. Sekarang aku harus pergi."

Dengan langkah yang sedikit dipercepat, gadis dengan penampilan sederhana itu melirik ke segala penjuru. Mewanti-wanti agar tak ada yang melihat dirinya, setelah bertemu seseorang yang sangat berpengaruh di Universitas tersebut.

"Aw, maaf-maaf." Gadis itu memekik saat tak sengaja bertabrakan dengan mahasiswi lain.

"Astaga, Hania! Kamu ngapain sih, pakai jalan gak lihat-lihat. Kaya lagi dikerja hantu saja," erang Kirana.

Mahasiswi yang kerap dipanggil Ana itu adalah teman seangkatan Hania. Keduanya bersahabat lantaran merasa sama-sama cocok. Ana juga bukan berasal dari keluarga kaya raya, tetapi semuanya tercukupi. Hanya ada sedikit perbedaan saja dengan Hania.

"Maaf, tadi dari toilet, Na." Hania menjawab dengan gugup.

"Toilet? Ngapain kamu jauh-jauh ke toilet di sini, Han?" Ana menatap sahabatnya dengan tatapan penuh selidik.

"Ya, ta-tadi ... tadi di toilet sana penuh. Aku kebelet jadinya ya, aku terpaksa ke sini. Lagian aku gak berani kalau harus ke fakultas lain." Hania berusaha memasang ekspresi yang biasa saja agar tak dicurigai oleh sahabatnya.

Benar, ia baru saja bertemu dengan Daviandra. Lelaki yang masih menjalin kasih dengannya setelah pria itu menikah. Entahlah, pantas disebut apa dirinya ini yang masih sudi berhubungan dengan laki-laki yang baru saja menikah itu.

Perempuan dengan setelan kemeja kotak-kotak yang lengannya digulung tak sampai siku itu, adalah seorang mahasiswi yang baru saja memasuki semester 5. Hania Zalfa Qirani, nama dari seorang gadis sederhana yang berasal dari desa. Hania melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan berkat beasiswa bidik misi yang sempat ia ikuti sewaktu lulus sekolah dulu, dan dirinya dinyatakan lolos seleksi. Sejak saat itulah, Hania memutuskan untuk mengadu nasib di kota orang demi memperjuangkan gelar sarjananya.

"Ya sudah, aku duluan ya, Na. Aku harus cepat istirahat, karena nanti malam mau masuk kerja," pamit Hania.

"Oke. Hati-hati di jalan ya. Aku akan ke kelas kekasihku dulu."

Keduanya pun melenggang pergi ke arah yang berlawanan.

Hania memilih jalan pintas yang akan membawanya langsung ke tempat parkir. Di sana, ia bisa langsung keluar dari kampus untuk berjalan kaki menuju tempat tinggalnya. Jaraknya sekitar 400 meter.

Di lorong sepi tepatnya samping perpustakaan fakultas teknik, Hania merasa ada yang mengikutinya. Namun, pada saat berbalik ke belakang ia tak mendapati siapa pun di sana.

Akan tetapi, pada saat berbelok, tiba-tiba tangannya ditarik kasar oleh seseorang. Ketika akan berteriak, suaranya tertahan begitu saja karena bekapan telapak tangan yang lebar entah milik siapa.

"Eughhh!" Hania meronta, tetapi tak kunjung dilepaskan.

"Kau siapa? Kenapa membawaku ke sini!" sungut Hania saat sudah berhadapan dengan orang yang menariknya tadi, yang ternyata adalah seorang pria. Meski tak punya kenalan banyak di sana, Hania bisa tahu siapa sosok yang berdiri di hadapannya kini. Zico Navares, seorang ketua MPM kampus yang merupakan perwakilan dari fakultas teknik. Tentu saja sosok Zico namanya sudah tak asing di telinga para mahasiswa. Tak hanya Zico sebenarnya, tetapi seluruh jajaran mahasiswa yang ikut menjadi anggota kepengurusan mahasiswa. Hanya saja, Zico tak pernah mengumbar nama belakangnya yang akan membuat ia semakin disegani.

"Kenapa adik junior? Sepertinya wajahmu terlihat ketakutan, hem?"

Hania menepis kasar lengan pria di hadapannya yang dengan lancang berani membelai pipinya tanpa izin.

"Jangan kurang ajar, ya!" hardik Hania dengan napas memburu antara takut dan marah. Takut karena di gudang yang cukup luas itu hanya ada keduanya, dan marah karena ia merasa dilecehkan.

"Kenapa? Apa perlu aku bayar dulu, baru bisa bebas menyentuhmu, begitu?" ucap Zico dengan senyuman miring di bibirnya.

Plak!

"Apa maksudmu berbicara seperti itu?!" tanya Hania dengan nada meninggi. Sebelumnya, Hania sempat melayangkan tamparan ke pipi kiri pria itu.

Bukan marah, Zico malah mengusap pipinya yang terasa memanas sembari menatap Hania dengan tatapan mengejek.

"Jangan pura-pura, kau pikir aku tidak tahu hah? Hania, Hania, jangan sok jual mahal. Kau bahkan memberikan tubuhmu dengan suka rela pada suami orang."

Deg!

Mendengar kata 'suami orang' yang dilontarkan pria di hadapannya, Hania menjadi panas dingin. Tidak mungkin kan, hubungannya dengan Daviandra diketahui oleh pria asing ini? Sedangkan sahabatnya sendiri saja, tak tahu perihal ia dan Daviandra yang memang memilih menutupi hubungan keduanya rapat-rapat.

"Ma-maksudmu apa?!" Hania menatap pria di hadapannya dengan serius.

"Daviandra, putra sulung wakil rektor tiga, yang baru saja menikah beberapa hari lalu dengan putri bungsu keluarga terpandang. Dia kekasihmu bukan?" Zico mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang sudah terpakai di gudang tersebut. Salah satu kakinya sengaja ia angkat untuk merelakskan posisinya.

"Wajahmu saja yang terlihat lugu, tapi ternyata tak lebih dari seorang pelakor." Bibir Zico menyeringai, menatap gadis di hadapannya yang mulai pucat pasi.

"Tutup mulutmu! Aku bukan pelakor. Tahu apa kau soal hidupku?!" teriak Hania. Matanya berembun, dadanya menyesak, ia terasa direndahkan saat ini.

Ia bukan pelakor. Dirinya dan Daviandra menjalin kasih sejak ia semester satu dulu. Namun, tepat pada hari jadi mereka yang kedua tahun, Daviandra memberinya kabar buruk. Pria itu dijodohkan oleh orang tuanya. Tak bisa menghindari hal itu, akhirnya Daviandra pun pasrah menikah dengan gadis bernama Larasati.

"Lalu apa? Perempuan penggoda suami orang?" Zico terkekeh, merasa geli dengan ucapannya sendiri. Sementara Hania, dengan mata memerah, gadis itu mengepalkan tangannya erat. Ia masih tak habis pikir, kenapa pria asing sok berkuasa ini bisa mengetahui kartu as hidupnya.

"Harusnya kau sadar diri Hania. Kau itu tidak akan bisa bersaing dengan Nyonya Muda Daviandra. Kau siapa? Hanya anak bidik misi, sama halnya parasit," papar Zico dengan wajah tanpa ekspresi. Perkataan pria itu sama sekali tak difilter. Jangan heran, itu adalah hal yang biasa untuk seorang Zico yang memang dengan kata-katanya biasa menjatuhkan lawan. Meski begitu, Zico bukanlah tipikal pria yang hanya mengandalkan perkataannya, tanpa dibarengi tindakan.

"Seharusnya kau tahu diri juga, yang mengurus beasiswamu di sini adalah wakil rektor tiga, ayah kandung Daviandra. Apa begitu cara berterima kasihmu? Dengan menjadi seorang yang merusak rumah tangga putranya beliau?" Zico menatap Hania dengan mata menyipit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status