Share

Bab 4

Penulis: Nona Squerpants
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-06 22:53:53

Tara keluar dari kamar, langkahnya lesu dan malas saat menuruni anak tangga. Di ruang keluarga, Dewa sudah duduk bersama Rina dan Danu.

"Om, Tante, saya ingin pernikahannya digelar minggu ini," ujar Dewa, suaranya tegas dan penuh percaya diri.

Tara menatap lekat wajah Dewa. Hatinya sontak tersentak, dadanya seolah dihantam ombak besar. Apa maksudnya ini? Permainan macam apa yang sedang Dewa mainkan? Kenapa dia begitu ngotot ingin semuanya disegerakan?

Sementara itu, Rina dan Danu saling melempar pandang. Di dalam hati mereka bergemuruh penolakan yang tak bisa diucap. Putri mereka akan menikah dengan pria yang belum mapan. Tapi apa daya, menjaga nama baik keluarga lebih mendesak saat ini.

"Kenapa Kak Dewa memutuskan sepihak? Aku juga punya hak untuk menolak," ujar Tara, suaranya lirih namun jelas.

"Tara!" tegur Danu cepat, mencoba meredam gejolak yang mulai muncul.

Dewa hanya melirik sekilas ke arah Tara, lalu kembali menatap Danu dan Rina. "Bagaimana, Om, Tante?" tanyanya lagi, tenang namun mengintimidasi.

Tara menatapnya penuh kesal. Seolah ucapannya barusan tak berarti apa-apa. Kenapa Dewa diam saja? Ada apa sebenarnya denganmu, Dewa?

"Bukankah lebih cepat lebih baik?" Dewa kembali berkata mantap, suaranya tak tergoyahkan.

"Baiklah," jawab Danu akhirnya, singkat, namun nadanya berat, seperti dipaksa menyerah oleh keadaan.

"Bagaimana dengan pesta?" tanya Rina hati-hati.

"Mah, keadaan begini masih sempat memikirkan pesta?" sahut Danu, nadanya tinggi, jelas tak setuju.

"Akad sederhana saja, Tante," ucap Dewa, tenang.

"Yah, baiklah. Kamu pasti memang gak punya cukup uang buat bikin pesta," ujar Rina malas, nadanya sinis namun pasrah.

Tara tak bisa berkata-kata lagi. Lidahnya seolah kelu, terbungkam oleh kenyataan yang terlalu pahit untuk ditelan. Setiap upayanya menyuarakan isi hati selalu saja dimentahkan, seakan suaranya tak pernah benar-benar dianggap ada. 

Perlahan, ia melirik ke arah Dewa. Pandangan mereka bertemu sejenak, dan Tara menggeleng pelan. Matanya memancarkan ketidakmengertian yang dalam, kebingungan yang tak mampu diurai. Ia benar-benar tak paham dengan keputusan dan tindakan yang baru saja diambil Dewa.

Bukankah Dewa sangat mencintai Liora? Tapi kenapa dia sama sekali tidak berontak? dan malah setuju dengan pernikahan ini? 

Berbagai pertanyaan itu timbul dibenak Tara, tanpa bisa ia tanyakan secara langsung

Tara kemudian bangkit. Tubuhnya terasa berat, tapi hatinya jauh lebih berat. Ia melangkah pergi, ingin kembali ke kamar karena untuk apa tetap di sana, jika pendapatnya tak pernah benar-benar didengar?

"Tara, mau ke mana kamu?" cegah Rina, nadanya setengah menuntut.

"Tara lelah. Ingin istirahat," jawabnya cepat, datar, tanpa menoleh sedikit pun. Ia lalu kembali menaiki anak tangga, satu demi satu, dengan langkah yang seperti menyeret beban tak kasatmata.

Tara tak peduli lagi dengan obrolan di ruang keluarga. Semuanya terasa asing dan memuakkan. Ia merasa seperti kerbau yang ditarik hidungnya, dipaksa berjalan ke arah yang tak ia inginkan, harus mengikuti segalanya tanpa diberi ruang untuk menolak.

Ini gila. Semua ini benar-benar gila. Tidak masuk logika.

********

Esok paginya, hari pertama kuliah dimulai. Tara bersiap sejak pagi, mengenakan pakaian rapi, meski hatinya masih berkecamuk, masalah demi masalah sedang mengguncang hidupnya, tapi ia tetap berusaha tegak berdiri.

Ia keluar dari kamar, tas sudah tergantung di bahu. Namun, langkahnya terhenti di ambang pintu utama. Di sana, Rina berdiri menghadangnya.

"Mau ke mana kamu, Tara?" suara Rina terdengar tegas, bahkan dingin.

"Kampus," jawab Tara singkat, matanya menatap lurus.

"Kamu gak perlu ke kampus. Untuk beberapa waktu ke depan, bahkan sampai kamu melahirkan," ujar Rina tanpa memberi ruang untuk bantahan.

Tara menghela napas panjang, keras. Di sudut ruangan, matanya menangkap Liora yang tersenyum, senyum miring penuh ejekan, seperti menikmati setiap detik penderitaannya.

Karena tak tahan lagi, Tara akhirnya angkat suara, “Gimana kalau kita ke dokter kandungan?”

Nada suaranya tajam, dan ia melirik Liora dengan sinis. Namun, Liora langsung melangkah mendekat, merapat pada Rina.

“Jangan, Mah. Tara pasti mau sabotase kehamilannya,” bisik Liora dengan nada licik.

Tara menatap wajah Liora, penuh amarah, penuh kekecewaan. Ia ingin berteriak, ingin meledak, tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Ia hanya bisa menyaksikan ibunya yang perlahan-lahan kehilangan kendali, seolah dicuci otaknya oleh anak sulungnya sendiri.

"Sudahlah, Tara. Kamu kembali ke kamar. Nggak ada kuliah, nggak ada kampus sampai semua keadaan kembali normal," ujar Rina, seakan keputusan itu mutlak dan tak bisa digugat.

Tara mendengus kesal. Bahkan kini ia tak tahu lagi bagaimana caranya bersedih. Hatinya hampa, tapi matanya tajam menyoroti wajah Liora, penuh tanya, penuh luka.

Bagaimana mungkin… kakaknya sendiri bisa setega itu?

Tiba-tiba saja, ketukan ringan terdengar di pintu yang terbuka lebar. Penjaga rumah berdiri di ambang, tangannya membawa sebuah paper bag berwarna cokelat yang tak jelas isinya.

“Maaf, Nyonya… ini ada titipan buat Non Tara dari Mas Dewa,” ujar sang penjaga, seraya menyerahkan paper bag itu pada Rina.

Rina menerimanya tanpa berkata-kata, lalu perlahan membukanya di hadapan semua yang ada di ruang itu. Di dalamnya, tampak sebuah kotak. Kotak sederhana, tapi tampak rapi dan berisi maksud.

Saat kotak itu dibuka, terbentanglah sehelai kain kebaya pengantin. Potongannya sederhana, tanpa banyak hiasan. Namun jelas, itu adalah kebaya untuk sebuah pernikahan.

Tara tertegun. Pandangannya tertuju pada kebaya itu, lalu beralih ke wajah ibunya, lalu ke Liora yang diam menonton.

Kenapa Dewa niat sekali? Sampai menyiapkan baju kebaya? pikir Tara. Apa semua ini benar-benar sudah tak bisa dihentikan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 11

    Suasana di pemakaman mulai sepi. Dewa dan Tara bergegas turun dari mobil, langkah mereka cepat, hampir tak terdengar di antara deru angin sore yang menggoyang dedaunan. Mereka mendekati makam Abimana, yang dikubur di samping makam ibunda Dewa dan makam adik Abimana."Di sebelah kanan makam, Mamah. Di sebelah kiri, adik Ayah… Arman, yang sebenarnya Ayah kandungku," ujar Dewa pelan, nyaris seperti bisikan yang pecah di udara sunyi.Tara menatap ketiga makam tersebut, makam yang memiliki cerita juga hubungan erat, cinta segitiga yang berakhir dengan kematian.Sulit dibayangkan bagaimana perasaan Dewa saat tahu bahwa dirinya adalah anak hasil perselingkuhan ibunya sendiri dengan adik iparnya. Tara bisa merasakan luka itu, terbungkus dalam diam Dewa yang terlihat tenang, tapi penuh gejolak."Kenapa aku merasa Pak Abimana sangat menyayangi Kak Dewa..." ucap Tara, setengah bertanya."Itu hanya perasaanmu saja," jawab Dewa, cepat dan datar, seperti ingin segera mengakhiri topik itu.Terlalu s

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 10

    Mereka adalah orang tua Tara, juga Liora sang kakak. Tatapan mereka terlihat bingung melihat Tara berada di kediaman rumah Abimana, rekan bisnis Danu, ayah Tara."Sedang apa kamu di rumah Pak Abimana?" tanya Danu dengan nada datar namun penuh tanya."Aku tinggal di sini, Ayah," jawab Tara dengan tenang.Kening kedua orang tua Tara mengerut dalam. Mereka saling menatap, seolah tak percaya dengan ucapan putri mereka. Bagi mereka, Tara seperti sedang berhalusinasi."Jangan mengada-ada, Tara. Ini rumah Pak Abimana. Ada hubungan apa kamu dengan Pak Abimana sampai bisa tinggal di sini?" Danu kembali bertanya, suaranya mulai meninggi."Pak Abimana itu ayahnya Kak Dewa," jawab Tara, tenang namun pasti.Kedua orang tua Tara mendengus tak percaya. Liora tertawa pelan, penuh ejekan, seolah Tara baru saja mengarang cerita."Halusinasi kamu tinggi, Tara. Bagaimana mungkin Pak Abimana, pemilik perusahaan elektronik terbesar, adalah ayahnya Dewa?" sahut Liora mencibir.Tatapan mata Tara berubah taja

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 9

    "Suster... tolong Ayah saya."Dewa berteriak meminta bantuan para perawat, wajahnya panik, nafasnya terengah engah, ayahnya masih sempat berbicara mustahil bagi Dewa ayahnya pergi begitu saja.Tara masih di dalam ruangan, ia terus mencoba membangunkan ayah Dewa, namun tubuh itu sudah lemas dingin dan kaku. Tara tak kuasa menangis, meski ia baru pertama kali bertemu, namun kata-kata terakhir itu terngiang-ngiang dikepala.Dokter bersama perawat pun masuk, Tara menyingkir memberi ruang untuk para tenaga medis. Dokter memompa jantung ayah Dewa secara manual namun tidak ada reaksi, lalu lanjut menggunakan alat kejut jantung tetap juga tidak bereaksi."Tuan, ayah anda sudah meninggal beberapa menit yang lalu," ujar dokter dengan nada pasrah.Dewa memegangi kepalanya kuat-kuat, matanya terpejam, deru nafasnya semakin kencang, ia tampak seperti ketakutan, tak lama kemudian tubuh Dewa ambruk jatuh ke lantai."Kak Dewa!" teriak Tara, langsung berlari menghampirinya.Ia mengguncang tubuh Dewa.

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 8

    "Benda itu milik Kak Liora. Aku ke rumah Kak Dewa demi dia, agar Kak Dewa mau bertanggung jawab."Tara duduk di pinggir ranjang, benaknya kembali mengulas pertengkaran terakhir dengan Liora sebelum malam kejadian. Senyum kecut muncul di wajah Dewa. Ia sempat menahan tawa saat Tara dengan penuh kesungguhan meminta pertanggungjawaban atas kehamilan Liora."Kalau benda itu memang ada di tangan Kak Dewa, kenapa Kak Dewa gak bilang ke Ayah sama Mamah? Jelaskan kalau tespek dan foto USG itu bukan milikku, tapi milik Kak Liora," ucap Tara, sorot matanya penuh tanya dan kekecewaan."Kenapa malah menerima? Yang seharusnya Kak Dewa nikahi itu Kak Liora, bukan aku. Aku bahkan sama sekali gak hamil," lanjutnya, suaranya bergetar menahan gejolak."Aku lebih memilih menikahimu daripada menikahi Liora," jawab Dewa santai, senyum kecut masih bertahan di wajahnya.Tara berdiri, napasnya memburu, hatinya makin tak mengerti arah pemikiran Dewa. Dengan geram, ia meraih kerah kemeja Dewa, meremasnya deng

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 7

    "Tuan, ini dompet dan kunci mobilnya."Pria bersetelan jas hitam itu menyerahkan kunci pada Dewa. Tara mengerutkan kening. Siapa pria ini? Dan kenapa ia memanggil Dewa dengan sebutan Tuan."Hah, Tuan?" batin Tara tercekat, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Lama sekali," ujar Dewa, datar, tanpa ekspresi."Maaf, Tuan. Ada sedikit masalah," jawab pria itu sopan, menunduk hormat.Tara semakin tak mengerti. Apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, semua terasa asing dan bertolak belakang dengan apa yang selama ini Liora ceritakan. Siapa sebenarnya Dewa?Black card itu diserahkan Dewa kepada pelayan. Tara tertegun. Black card? Bukankah kartu itu hanya dimiliki kalangan elit?"Terima kasih, Tuan," ucap pelayan, menyerahkan kembali kartu itu dengan sopan.Tara kehilangan kata-kata. Kepalanya penuh tanya. Siapa Dewa sebenarnya?Dewa bangkit dari kursinya. Pria suruhannya sudah membawa koper Tara. Namun Tara masih terpaku, tenggelam dalam pusaran pikirannya."Jadi bener kamu mau c

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 6

    "Tara, semua pakaian dan barang-barang kamu, sudah Ayah masukkan dalam koper."Ucapan Ayahnya menghantam hati Tara tanpa ampun. Dunianya seolah runtuh dalam sekejap. Ia terdiam, terkejut, tak percaya. Bagaimana mungkin orang tuanya tega melakukan ini?Apakah aku diusir? Apakah aku dibuang? pikirnya kalut.Semua barangnya sudah dikemas, lengkap, tak ada yang tertinggal. Ia memandang kedua orang tuanya, matanya penuh tanya, hatinya sesak. Kenapa? Apa sebenarnya yang mereka inginkan darinya?"Ayah, apa ini maksudnya?" tanyanya, nyaris tak terdengar. Suaranya gemetar, seperti hendak pecah bersama tangis yang ditahannya mati-matian."Mulai detik ini kamu tinggal di rumah Dewa. Ayah sama Mamahmu gak bisa menampung kalian di rumah ini," kata Danu, datar."Tara, kamu udah buat kesalahan besar. Kamu juga udah gagal menjadi seorang anak," tambah Rina, tajam.Air mata Tara jatuh, tak bisa ditahan lagi. Ucapan kedua orang tuanya terasa seperti pisau yang menyayat hati, berkali-kali, tanpa jeda. S

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status