Share

Bab 3

last update Last Updated: 2025-05-05 22:15:16

"Kenapa hidupku jadi begini?!"

Tara berteriak sekuat tenaga di dalam kamarnya. Dadanya sesak, pikirannya penuh tanda tanya yang tak terjawab. Semuanya terjadi begitu cepat, membingungkan, dan terasa amat tidak masuk akal.

Tak pernah sekalipun ia bayangkan akan menikah dengan pacar kakaknya sendiri. Apalagi ketika hatinya baru saja mulai dekat dengan seseorang yang diam-diam ia kagumi sejak SMA.

"Ini nggak bisa dibiarkan. Aku harus bicara sama Kak Liora. Dia yang harus tanggung jawab atas semua kekacauan ini," gumam Tara, suaranya bergetar, penuh amarah.

Tiba-tiba terdengar suara mesin mobil. Tara cepat-cepat mengintip dari balik tirai jendela. Sebuah mobil merah meluncur masuk dan berhenti di halaman rumah.

Tak menunggu lama, Tara bergegas keluar kamar. Langkahnya terburu-buru menuju kamar sang kakak yang baru saja tiba. Tanpa mengetuk, pintu kamar itu langsung didorong terbuka dengan kasar.

"Kak Liora!" seru Tara, nadanya tinggi dan penuh emosi.

Ia berdiri tegak di depan kakaknya, matanya menusuk, menatap lurus ke manik mata Liora. Nafasnya memburu, dadanya naik turun, siap meledak kapan saja.

"Apa maksud Kakak bilang ke Mamah kalau aku hamil?!" bentaknya. "Itu tespek milik Kakak! Kakak yang kasih ke Mamah, kan?!"

Liora hanya diam. Ia menatap Tara dengan malas, tanpa ekspresi. Gerakan matanya yang lamban justru membuat darah Tara mendidih.

Tanpa berpikir panjang, Tara menjambak rambut Liora kuat-kuat.

"Gara-gara Kakak, aku dinikahkan paksa sama Kak Dewa!" suaranya meninggi, tangannya mengencangkan jambakannya.

Liora meringis kesakitan. "Lepasin, Tara!"

"Apa salah aku kak? Tolong bilang ke mamah sama Ayah, yang sebenarnya hamil itu kakak, aku gak mau nikah, kak, aku mau kuliah dan kejar mimpiku," cerocos Tara terbata, suaranya mulai pecah, tapi kemarahannya belum padam.

Namun Liora tetap bergeming. Dengan kasar, ia menggenggam lengan Tara dan mendorongnya keluar kamar. Pintu pun ditutup keras seolah menutup semua harapan

Tara terus menggedor-gedor pintu kamar Liora dari luar. Kepalan tangannya menghantam keras permukaan kayu, berkali-kali, seolah ingin menembusnya. Nafasnya memburu, dadanya masih penuh bara yang belum padam. Semua yang mengganjal di hatinya belum tuntas terluapkan.

"Aku pastikan... suatu saat nanti, Kakak akan nyesal!" teriak Tara lantang, suaranya pecah oleh amarah dan luka yang menumpuk.

Ia berbalik kembali ke kamar, air matanya tumpah. Perasaannya penuh amarah, kesal, dan hancur. Dalam sekejap, seluruh hidupnya terasa akan runtuh.

"Apa aku harus diam dan biarkan pernikahan ini terjadi?" gumam Tara di sela isak tangisnya, suaranya nyaris tak terdengar.

Tangannya meraih sebuah foto, potret dirinya yang tengah tidur dalam pelukan Dewa. Dengan gerakan kasar, ia merobek foto itu, serpihan kertas beterbangan seiring jeritannya yang pecah di udara.

Lalu, tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan tangan gemetar, ia meraihnya. Namun saat melihat nama yang muncul di layar, tubuhnya membeku. Air matanya jatuh semakin deras. Ia hanya bisa menatap layar itu tanpa daya, ia tak sanggup mengangkat telepon itu.

"Maaf, Denis," gumam Tara membiarkan ponselnya terus berdering.

******

Hari berganti menjadi malam. Tara tertidur dengan tubuh letih, setelah seharian menangis tanpa henti. Kamarnya berantakan, dipenuhi serpihan-serpihan foto yang berserakan di lantai, barang-barang tergeletak tidak pada tempatnya, seolah mencerminkan isi hatinya yang hancur.

Pintu kamar perlahan terbuka, memperlihatkan sosok Rina yang berdiri di ambang pintu. Ia melangkah pelan mendekati Tara yang masih terlelap dalam lelahnya.

"Tara, bangun..." bisik Rina, sambil menggoyang pelan lengan Tara.

Kelopak mata Tara mulai terbuka, lambat dan berat. Saat kesadarannya kembali sepenuhnya, ia bangkit perlahan, duduk di pinggir ranjang.

"Ada Dewa di depan. Malam ini kita akan membicarakan rencana pernikahanmu," ucap Rina pelan, suaranya tenang tapi tak mampu menyembunyikan kekecewaan yang tergambar jelas di wajahnya.

Tara memalingkan wajah, tak sanggup menatap mata Rina. Dengan gerakan tergesa, ia menyeka air mata yang masih membekas di pipi. Perlahan, jemarinya yang dingin meraih tangan Rina.

"Mah… apa Mamah nggak bisa percaya sama aku? Aku nggak hamil… berapa kali aku harus bilang biar Mamah percaya…" ujar Tara memohon.

Rina terdiam sejenak. Suaranya gemetar saat menjawab, "Mamah juga ingin percaya. Tapi foto-foto itu, Tara… bagaimana bisa kamu tidur dengan Dewa? Sejak kapan? Mamah benar-benar kecewa."

“Mah, aku nggak ngelakuin apa-apa sama Kak Dewa. Sumpah…” ucap Tara pelan, hampir tak terdengar.

Tapi Rina memotong, suaranya lebih keras dari sebelumnya. “Sudah, Tara! Mamah nggak mau dengar lagi. Sekarang cepat siap-siap.”

Tanpa menoleh lagi, Rina berbalik dan pergi meninggalkan Tara dalam diam yang lebih sunyi dari sebelumnya. Tak ada lagi ruang untuk menjelaskan, tak ada yang percaya padanya. Masa depan Tara seolah terkunci rapat dalam penilaian orang-orang yang ia cintai.

Tara melempar bantal dan guling ke sembarang arah, amarah dan putus asa menguasainya. Ia berteriak histeris, suara parau yang pecah di antara isak dan sesak.

Ia depresi, hilang arah, tak tahu lagi harus bagaimana. Wajahnya sembab, matanya bengkak, bekas air mata mengering di pipi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 65

    Tara dan Dewa baru saja tiba di rumah. Belum sempat Tara turun, dari balik kaca mobil, ia melihat Mang Diman berlari tergesa-gesa menuju dalam rumah. Raut wajahnya tampak panik. Seketika Tara membuka pintu dan melompat turun, diikuti Dewa dari sisi lain."Mang Diman... Tunggu! Ada apa?" teriak Tara sambil berlari mengejar Mang Diman.Mang Diman menghentikan langkahnya, menoleh dengan napas memburu. Ia berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya bersuara."Itu... Non Liora sejak tadi dipanggil nggak nyaut-nyaut. Pintu kamarnya dikunci dari dalam, kunci cadangannya juga nggak ada. Tuan Danu minta pintunya didobrak," ujarnya terbata.Tara terpaku, matanya menoleh cepat ke arah Dewa, penuh tanya dan cemas. Mang Diman kembali berlari ke dalam rumah, menuju kamar Liora."Apa yang terjadi sama Kak Liora? Aku takut..." gumam Tara pelan.Dewa menggenggam lengan Tara, menenangkan. "Semoga nggak ada hal buruk... Ayo, kita masuk sekarang."Tanpa buang waktu, keduanya bergegas masuk dan menaiki tan

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 64

    Liora kini sudah berada di dalam mobil bersama Adit, pengawal setia Dewa. Di dalam kabin yang sunyi itu, Liora terus menangis terisak. Air matanya tak henti mengalir, membasahi pipi yang pucat. Ia merasa tubuhnya kotor, ternoda, setelah disentuh oleh Samuel.Namun, ada yang terus mengganjal di benak Adit. Pandangannya sesekali melirik ke arah perut Liora yang tampak menonjol. Ia menyadari sesuatu yang tak biasa, Liora lupa mengenakan korset dan jaket bombernya seperti biasanya.“Nona, maaf jika saya lancang… apakah Nona sedang hamil?” tanya Adit dengan suara hati-hati, nyaris seperti bisikan.Liora tersentak. Manik matanya langsung menunduk, menatap perutnya sendiri. Ia terdiam. Nafasnya tercekat, menyadari kelalaiannya.Ia menarik napas panjang, kasar, mencoba menguasai kegelisahan yang mendadak menyeruak. Percuma mengelak. Perutnya kini sudah terlalu jelas untuk disembunyikan.“Sebenarnya… aku hamil delapan bulan,” ucap Liora lirih, matanya masih sembab. “Tapi aku mohon, jangan kata

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 63

    "Pak Dewa?”Suara Yasmin menyentak kesadaran Dewa. Ia tak menduga akan bertemu dengan Yasmin di sini. Sekilas, Dewa melirik Adit, bingung harus berkata apa. Bibirnya sempat terbuka, namun tak ada kata yang keluar.“Pak Dewa tinggal di apartemen ini juga?” tanya Yasmin, matanya memandang heran.“Oh, nggak… aku cuma sedang mencari seseorang di sini,” jawab Dewa cepat, suaranya terdengar ragu dan sedikit terbata.“Seseorang? Siapa kira-kira? Barangkali orang yang Pak Dewa cari itu malah tetangga sebelah apartemenku,” sahut Yasmin, nada suaranya ramah, namun menyiratkan rasa penasaran yang tak bisa disembunyikan.Dewa terdiam. Ia seperti terjebak di antara dua jurang. Kalau ia mengatakan yang sebenarnya, Yasmin pasti akan terkejut. Tapi kalau ia menyembunyikannya pun, Yasmin tetap akan tahu. Padahal ia datang ke sini hanya untuk satu tujuan, membawa Liora pulang demi Tara. Tapi sekarang, semuanya menjadi lebih rumit.“Sebenarnya… aku mencari Samuel,” ucap Dewa akhirnya, memilih untuk juju

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Ban 62

    "Kak... apa Kak Liora akan baik-baik aja, kenapa aku merasa khawatir Kak Liora bersama Samuel," ujar Tara.Dewa melepas jasnya, lalu duduk disamping Tara, mengusap lengan Tara, memberinya ketenangan agar Tara tidak berlebihan mencemaskan Liora."Aku yakin, Liora pasti akan baik-baik saja, Samuel nggak akan berani menyakiti Liora apalagi Liora sedang mengandung anaknya," ujar Dewa."Kalau kamu masih belum tenang, aku akan suruh Adit untuk memantau Liora," sambung Dewa.Tara mengangguk pelan, Dewa lantas mengetikan pesan pada nomor Adit untuk mengawasi Liora, di apartemen Samuel. Saat mendapat balasan pesan dari Adit, Dewa memperlihatkan layar ponselnya. Seketika itu juga Tara bisa bernafas lega."Makasih Kak Dewa," ujar Tara seraya menyandarkan kepala di pundak Dewa."Jangan memancingku, ini masih sore," ujar Dewa dengan mata genitnya.Tara beranjak dan bergeser sedikit menjauh dari Dewa, "Kak Dewa apaan sih..." ujar Tara wajahnya seketika memerah."Ayo kita bikin baby?" ujar Dewa ser

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 61

    "Kak Liora, udah sampai di depan mini market, silakan turun," ujar Tara sambil menoleh ke belakang.Liora hanya terdiam. Pandangannya kosong, pikirannya sibuk meramu alasan lain, apapun, asalkan bisa terus berada di dekat Dewa. Waktunya tak banyak, tapi hatinya menolak berpisah sekarang.Tara dan Dewa mulai gelisah. Kekesalan mereka perlahan berubah menjadi amarah, melihat Liora masih enggan keluar dari mobil."Kenapa bengong? Cepat keluar, jangan buang-buang waktu kami," bentak Dewa, nadanya meninggi, tak bisa lagi menyembunyikan emosi."Ah ini... kayanya aku lupa bawa dompet," gumam Liora pelan, nyaris tak terdengar.Dewa menggeram. Tangan kirinya menghantam stir keras-keras, membuat suara dentuman menggema dalam kabin mobil. Wajahnya memerah, rahangnya mengeras. Tara pun ikut naik pitam, merasa waktunya sengaja dihabiskan untuk hal yang tak perlu."Kak Liora gimana sih? Masa kita harus balik lagi ke rumah," sungut Tara, nada suaranya tak kalah kesal."Dewa... aku pinjam dulu uangmu

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 60

    Dewa?” ujar Danu, terdengar sedikit terkejut.Dewa menunduk, lalu mencium punggung tangan ayah mertuanya. Sebuah senyum canggung tergurat di sudut bibirnya. Ada rasa segan, juga malu, yang jelas tergambar dari sorot matanya saat berhadapan dengan ayah Tara.“Ayah… aku kemari ingin menjemput Tara,” ucap Dewa dengan nada lirih.Danu menghela napas panjang. Ia menepuk lembut pundak Dewa, lalu memberi isyarat untuk masuk ke dalam rumah. Danu tahu, sesuatu tengah terjadi di antara Dewa dan Tara. Namun, sejak kesalahpahaman terakhir dengan Tara, Danu tak ingin lagi terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangga putrinya. Ia belajar untuk bersikap lebih bijak, lebih menjaga jarak, tanpa mengabaikan.“Duduklah dulu. Kita minum teh atau kopi sebentar,” ujar Danu, menawarkan dengan nada tenang.Dewa tak bisa menolak. Ia hanya mengangguk kecil, menyambut tawaran itu dengan senyum yang tampak kaku. Mereka lalu duduk berdua di ruang tamu, dalam suasana yang sedikit kikuk.Dari lantai atas, Tara mempe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status