Share

Bab 4

"Apa kau ingin aku menghajarmu juga?” tanya Zafar lagi sambil melihat Izora yang mulai panik.

“Setelah ini, baik kau maupun ibumu jangan pernah menyentuh Tia sedikitpun, jika kau berani menyentuhnya maka kau akan berhadapan denganku,” tegas Zafar memperingatkan Izora.

Perempuan itu terpaksa harus meninggalkan Zafar dan tidak jadi membawa Tia.

Setelah Izora pergi Zafar lalu mendekati Tia yang terduduk lemah. Lagi-lagi dia harus terluka dan menerima sikap buruk dari saudara tirinya.

Bahkan kekerasan itu harus terjadi di rumah Zafar, sebagai seorang suami dia merasa gagal menjaga Tia. Mulai saat ini Zafar bertekad akan menjaga Tia dengan lebih baik lagi.

“Tia,” panggilnya dengan lembut.

Ingin rasanya Zafar mendekap wanita itu dan mengatakan padanya bahwa setelah ini tidak akan ada orang yang akan berbuat seperti ini lagi padanya.

Laki-laki itu melihat wajah sendu Tia, perban yang menutupi luka Tia di keningnya pun saat ini sudah tidak ada, dia pikir semua ini karena Izora, gadis itu bahkan tidak akan pernah membiarkan luka Tia mengering karena luka baru telah ia berikan lagi hari ini.

“Ibu, tolong ambilkan air untuk Tia,” pinta Zafar.

“Tapi kau? Lihat! Kau juga terluka Zafar, aku akan mengambilkan kotak obat untukmu,” kata Jahama bermaksud menolak permintaan Zafar karena perempuan itu lebih mengkhawatirkannya.

“Aku baik-baik saja ibu.”

Jahama tidak mendengarkan Zafar, dia mencari dimana kotak obat itu berada.

Sadar bahwa Jahama tidak menurutinya Zafar pun mengambil air itu sendiri dan memberikannya pada Tia.

“Kau tidak perlu mengasihaniku Zafar,” kata Tia tanpa menatap wajah laki-laki itu saat dia memberikan segelas air untuknya.

"Kau tidak perlu mengasihaniku!"

Mendengar itu Zafar hanya diam, menghadapi keputusasaan Tia saat ini memang membutuhkan banyak kesabaran.

"Tia dengarkan aku–"

"KENAPA KAU MELAPORKANNYA PADA POLISI ZAFAR?" bentak Tia pada Zafar.

"Aku hanya ingin kau tidak mengalami ketidakadilan lagi Tia."

"Tapi kenapa? KENAPA KAU MELAKUKAN SEMUA INI? AKU JUGA BISA MELAKUKANNYA TAPI AKU TIDAK MELAKUKANNYA KAN?"

Jahama yang mendengar itu tentu ikut emosi dan tidak terima "Hey, kenapa kau bicara tidak sopan pada putraku? Dia sudah menyelamatkanmu, tapi apa ini balasanmu?" tanya Jahama dengan nada tinggi dan marah saat melihat Tia bicara seperti itu pada anaknya.

"Ibu sudah, jangan bicara lagi, kau tidak boleh memarahinya!"

"Kenapa aku tidak boleh memarahinya Zafar? Dia sudah tidak sopan dan tidak memiliki rasa terimakasih. Kau ingin membela perempuan seperti itu daripada ibumu sendiri?"

Jahama benar-benar kecewa pada Zafar saat memintanya untuk tidak memarahi Tia.

Rasanya Jahama ingin mengusir Tia saja dari rumah ini supaya tidak ada masalah lagi yang akan terjadi seperti tadi.

"Tia ayo masuklah ke kamar, kau harus mengobati lukamu lagi," suruh Zafar.

"Kau tidak perlu lagi menyuruhku ataupun menasehatiku Zafar, berapa kali aku harus bilang?"

"Hey, gadis ini–"

"Ibu, sudahlah. Aku mohon."

Zafar tidak ingin ibunya mengatakan hal buruk pada Tia dan memintanya untuk tidak bicara lagi.

Tia tahu sekarang ibunya Zafar pun pasti tidak akan menyukainya.

Dia lalu berusaha berdiri meskipun kakinya terasa sakit dan nyeri.

"Tia," kata Zafar yang sangat khawatir saat perempuan itu hampir terjatuh dan dia ingin menolongnya namun hanya penolakan yang Zafar dapatkan.

Laki-laki itu hanya diam pasrah dan sedih saat melihat sekarang Tia berjalan pun kesusahan.

"Sekarang ikut denganku," pinta Jahama menarik tangan Zafar dan memintanya untuk duduk.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau harus terluka seperti ini karena perempuan itu?"

"Dia adalah Tia ibu, bukan perempuan itu. Dia istriku dan menantumu."

"Aku tidak peduli, sekarang bicaralah yang jujur, kenapa semua ini terjadi? Ada apa?" tanya Jahama penasaran.

Akhirnya Zafar menceritakan semuanya pada Jahama mengenai apa yang telah terjadi padanya.

Setelah mengetahui cerita Zafar, Jahama tetap tidak memiliki rasa kasihan pada Tia. Menurutnya semua yang terjadi juga karena salah Tia sendiri.

Zafar harus menikahinya, dan membawanya ke rumah ini beserta segudang masalah yang menimpa Tia.

"Ibu, tolong berbuat baiklah sedikit pada Tia dengan berkata yang baik, jangan sampai ibu menyinggung perasaannya. Gadis itu sangat putus asa sekarang bu, dia tidak memiliki siapapun lagi yang bisa ia percaya."

"Selain menjadi ibu yang baik untukku, tolong jadilah ibu yang baik untuk Tia juga ibu," pinta Zafar.

"Apa yang kau katakan? Bagaimana aku bisa melakukannya jika dia saja terlihat tidak menghargaimu sebagai seorang suami. Bahkan dia tetap tidak memiliki rasa terimakasih sedikitpun setelah kau melakukan semua ini untuknya." Jahama memalingkan wajahnya dari Zafar karena tidak suka laki-laki itu membela Tia.

"Aku mohon ibu, membangun kepercayaan Tia tidak akan semudah itu. Banyaknya luka yang ia dapatkan dari orang-orang terdekatnya membuatnya sangat putus asa saat ini. Suatu saat Tia pasti akan mencintaiku dan menghormatiku sebagai suaminya, tapi untuk sekarang aku juga tidak membutuhkan itu ibu. Aku hanya ingin dia sembuh dan jauh dari semua orang yang menyakitinya."

Zafar menjelaskan semua itu pada ibunya dan meminta Jahama untuk berbuat baik pada Tia, menyayangi wanita itu sama seperti Jahama menyayangi anaknya sendiri.

Laki-laki itu tidak peduli sekarang Tia membencinya dan tidak menghargainya sebagai seorang suami.

Zafar bisa menerima itu dan tidak akan menuntut Tia menghormati dan menghargainya.

"Lupakan wanita itu, sekarang katakan dimana kau menaruh kotak obatnya? Kau harus mengobati semua lukamu ini," ujar Jahama.

"Kotak obatnya ada di kamar ibu, aku akan mengobatinya sendiri," ucap Zafar lalu ingin pergi ke kamarnya.

Jahama hanya diam saja tidak menghentikan Zafar yang pergi ke kamarnya.

Laki-laki itu masuk ke kamarnya dan melihat Tia menangis memeluk kedua kakinya.

Bagi Zafar itu kelewat menyedihkan. Dia sangat benci melihat kesedihan di wajah wanita yang dicintainya. Terlebih lagi pada orang yang telah membuat luka itu di hidupnya.

"Tia," panggil Zafar mencoba untuk tegar di depan wanita itu.

"Aku mohon jangan menangis lagi," tuturnya.

Mendengar suara Zafar, Tia mengangkat kepalanya. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya dan menghapus air matanya dengan kasar.

"Kenapa kau melakukan semua ini Zafar?" tanya Tia menuntut penjelasan pada Zafar kenapa laki-laki itu melaporkan ibu tirinya ke polisi.

"Kenapa kau melaporkan ibu tiriku kepada polisi? Apa kau ingin supaya mereka marah lalu menghabisiku? Kau ingin supaya mereka lebih membenciku?" tanya Tia lagi dengan penuh kemarahan.

"Kenapa kau bicara seperti itu Tia? Aku hanya tidak ingin kau terus mendapatkan perlakuan tidak baik dari ibu dan saudara tirimu–"

"Tapi apa kau pikir dengan kau melaporkannya seperti ini aku akan senang? Apa dengan kau melaporkannya maka ayahku akan semakin membelaku dan menyayangiku?"

Tia pikir apa yang Zafar lakukan itu tidak benar. Dengan dia melaporkan ibu tirinya ke polisi maka baik Izora maupun Yardan ayahnya pasti akan semakin membencinya dan tidak akan memaafkannya.

"Sudah aku bilang padamu Zafar. Jangan mengasihaniku! Aku tidak butuh rasa kasihan dan pembelaan darimu, sebaiknya kau cabut laporan polisimu itu atau mereka akan menghabisiku?"

Zafar mengerti maksud Tia. "Mereka tidak akan menyentuhmu lagi Tia, aku tidak akan membiarkannya. Aku melakukan semua ini karena aku tidak ingin mereka terus berbuat kejahatan seperti itu. Orang yang melakukan kesalahan harus mendapatkan hukumannya."

Tia menggelengkan kepalanya tidak percaya. “Tugas untuk memberikan hukuman dan balasan pada mereka itu hanya tugas Tuhan dan tugasku suatu saat nanti," jelas Tia. Dia pikir, laki-laki itu benar-benar ingin supaya dirinya selalu dalam masalah.

"Kenapa kau keras kepala Zafar? Kalau kau tidak ingin mencabut laporanmu maka habisi saja aku! Untuk apa kau berpikir akan menolongku jika pertolonganmu itu hanya akan membuatku dalam bahaya? Setelah ini ayahku pasti tidak akan menganggapku sebagai anaknya lagi dan semua itu karenamu."

"Jika aku ingin melaporkan ibu tiriku kepada polisi dan memasukkannya ke dalam penjara, maka aku sudah melakukannya sejak dulu."

"Tapi aku tidak pernah melakukannya Zafar. Ayahku sangat mencintai ibu tiriku dan membenci ibuku sendiri, karena itulah aku tidak ingin dia membenciku juga setidaknya untuk saat ini."

Tia menangis lagi dan merasa dunia ini tidak adil padanya. Melihat Tia seperti ini membuat Zafar tidak tega padanya.

"Jika kau memang kasihan padaku, harusnya kau tidak melakukan ini semua Zafar," tuturnya lagi.

"Aku membencimu, aku sangat membencimu."

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status