Hari ini Zafar mencoba membuat makanan sendiri di dapur. Zanira belum pulang dari kampus, sedangkan dia tidak ingin merepotkan ibunya.
Tanpa sengaja Zafar menjatuhkan panci di dapur dan membuat Jahama terkejut mendengarnya.Perempuan itu lalu menuju ke dapur dan melihat Zafar di sana."Apa yang kau lakukan di sini Zafar?" Tanya Jahama."Emm, ibu, sebenarnya aku sangat lapar. Aku ingin membuat makanan–""Oh ya ampun, kenapa kau tidak meminta perempuan yang katanya adalah istrimu itu untuk membuatnya? Kenapa kau melakukan ini sendiri Zafar?" tanya Jahama merasa kesal pada Zafar dan tentu saja pada Tia.Jahama pikir Tia benar-benar pemalas dan tidak bisa melayani suaminya dengan baik."Ibu, aku bisa membuatnya sendiri," kata Zafar membela diri."Bagaimana kau akan membuatnya kalau kau saja menjatuhkan panci tidak bersalah ini? Pergilah, biar aku yang memasaknya untukmu," kata Jahama mengusir Zafar dari dapur."Ayo pergilah, bicaralah pada ayahmu di depan," pinta Jahamaa lagi.Zafar pun menuruti ibunya dan berbincang dengan Kamal di teras rumahnya.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Jahama untuk membuat makanan itu, sebentar saja makanan untuk Zafar pun sudah siap."Zafar, makananmu sudah siap, ayo makanlah," panggil Jahama."Iya ibu."Zafar lalu menuju pada ibunya dan mengambil makanan darinya. "Terimakasih ibu," ucapnya.Jahama hanya tersenyum."Zafar, kau ingin makan dimana?" tanyanya saat melihat putranya membawa makanya."Ibu aku ingin makan di kamar saja bersama Tia," jawabnya."Kenapa begitu? Apa istrimu itu menyuruhmu untuk memasak untuknya dan membawanya ke kamar? Pagi tadi kau menyuruh Zanira membuat sarapan untuknya, sekarang apa lagi?" tanya Jahama dengan nada tidak suka."Ibu, jangan bicara seperti itu, tolonglah Bu, apa ibu tidak melihat keadaan Tia saat ini?""Untuk apa aku peduli padanya? Dia istrimu tapi lihat, apa dia peduli padamu?""Sudah ibu, aku tidak ingin berdebat denganmu."Seketika raut wajah Jahama menjadi sangat emosi mendengar itu. Zafar lalu mengantarkan makanan itu pada istrinya.Tia yang benar-benar berada di titik terendahnya hanya berpikir bagaimana caranya keluar dari rumah Zafar dan mencari ibunya lalu membalaskan semua kejahatan ibu dan saudara tirinya.Zafar meminta Tia untuk makan, tapi Tia menolaknya. Laki-laki itu dengan sabar membujuknya."Tia, aku memang bersalah, kau boleh membenciku. Tapi makanan ini bukanlah aku, dia dibuat oleh ibuku dengan penuh cinta, jadi kau harus memakannya. Setidaknya makan sedikit saja dan jangan marah padanya," tutur Zafar dengan lembut.Tia meliriknya. "Apa kau tidak dengar apa yang sudah aku katakan? Jika kau tidak dengar, maka aku akan mengulanginya lagi bahwa aku tidak ingin memakannya," tegas Tia dengan keras kepala."Apa yang harus aku lakukan supaya kau mau makan? Aku hanya memintamu untuk memakan makanan ini Tia demi kesehatanmu, aku tidak memintamu untuk melayaniku sebagai istriku–""Apa maksudmu? Apa aku menganggap pernikahan ini? Apa aku terlihat mencintaimu Zafar?""Sekarang kau memang tidak mencintaiku, tapi suatu saat nanti tidak ada yang tahu jika cinta itu datang padamu," jawab Zafar dengan pasti.Tia tidak percaya dengan itu. "Tidak akan," tolak Shehrnaz."Kau boleh membenciku Shehrnaz, tapi aku akan tetap mencintaimu.""Dan aku akan tetap membencimu.""Kita lihat saja biar Tuhan memilih cintaku atau kebencianmu."Tia hanya mengabaikan Zafar. Semalaman dia berpikir keras bagaimana caranya pergi mencari ibunya kalau sekarang Tia sendiri bahkan tidak memiliki siapa-siapa.Meskipun keinginan untuk memberikan pelajaran pada orang yang sudah membuatnya seperti ini sangat besar, tetap saja Tia tidak bisa dengan mudah melakukan itu kalau dirinya tidak memiliki apa-apa saat ini. Hanya Zafar yang ia punya, terima atau tidak terpaksa Tia harus tinggal dulu di rumah ini.Tia pikir dia harus bisa membuat Zafar mengantarkannya pada pamannya supaya bisa mencari ibunya, setelah itu dia bisa bercerai dengan Zafar.'Aku tidak akan melupakan luka yang kau berikan ini Izora, suatu saat kau akan mendapatkan hal yang sama seperti yang kau lakukan. Tunggu saja sampai aku kembali dan membalas semua ini,' pikir wanita itu hingga menjelang pagi dia baru bisa tidur.***"Ya Tuhan, ini sudah pagi, bahkan gadis itu belum bangun juga. Zafar benar-benar keterlaluan. Perempuan macam apa yang dia nikahi itu?" tanya Jahama mengomel sendiri sambil menyiapkan makanan di dapur.Pagi ini Zanira juga membantu ibunya dan ingin segera bersiap-siap untuk pergi ke kampus."Dengar Zanira, saat kau berada di rumah mertuamu nanti, kau tidak boleh bangun kesiangan dan tidak boleh menjadi pemalas," kata Jahama menasehati putrinya."Iya ibu, akan aku usahakan, tapi aku tidak akan secepat itu pergi ke rumah mertua, itu masih lama ibu.""Masih lama atau tidak, aku tidak ingin kau menjadi menantu yang tidak berguna di rumah mertuamu nanti. Selama ini aku sudah mengajari semua hal padamu. Jangan sampai kau membuat mertuamu harus mengadu padaku bahwa kau menantu yang tidak baik.""Iya ibu, sudahlah. Kenapa kau pagi-pagi harus membahas ini ibu?" kata Zanira sambil mangangkat makanannya."Hei apa kau tidak lihat perempuan yang sudah kakakmu bawa ke rumah ini? Perempuan macam apa dia? Bahkan sekarang pun belum ada tanda-tanda kalau dia sudah bangun.""Ibuu, kenapa harus mempermasalahkan itu juga? Kakak ipar sedang tidak baik-baik saja ibu, apa ibu tidak melihat dia sedang terluka dan memiliki banyak masalah? Berikan dia waktu ibu, aku yakin kakak ipar pasti akan menjadi menantu yang baik.""Jadi kau ikut membela wanita itu juga?""Bukan begitu ibu.""Sudahlah, cepat siapkan makanannya!"Jahama menjadi heran kenapa semua orang di rumah ini begitu memaklumi Tia?Apa spesialnya wanita itu? Bahkan Jahama merasa tidak ada kebaikan yang Tia bawa ke dalam rumahnya."Lain kali akan aku beri dia pelajaran supaya tidak menganggap dirinya ratu di rumah ini," kata Jahama dengan geram.Zafar sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantor polisi, dia terpaksa akan mencabut laporannya karena Tia.Setelah itu dia akan mencari pekerjaan dan harus mendapatkannya."Zafar?" tanya Jahama saat mereka sarapan pagi."Kenapa kau tidak mematikan lampu kamarmu? Apa kau pikir kehidupan kita akan menjadi kaya setelah kau membawa gadis itu tinggal di rumah ini?""Ibuu, Tia tidak bisa tidur tanpa lampu ibu, jadi–""Jadi kau masih menyalakannya hingga sekarang?" tanya Jahama memotong jawaban Zafar."Sebentar lagi aku akan mematikannya ibu, lagipula ventilasi di kamarku sangat kecil dan cahaya matahari tidak bisa segera masuk, ibu tenang saja, aku akan segera memperbaikinya.""Kau memang pandai berbicara, kalau begitu ajari istrimu itu untuk tidak menjadi pemalas di rumah ini. Dia pikir dia masih tinggal di istananya dan kami semua akan melayaninya?""Jahama, jaga bicaramu, jika Tia mendengar bagaimana?"Kamal mencoba untuk mengingatkan Jahama untuk tidak bicara yang buruk pada Tia."Biarkan saja, memangnya kenapa kalau dia mendengarkannya? Apa aku mengatakan hal yang bohong tentangnya?"Jahama justru meninggikan suaranya dengan maksud supaya Tia mendengar kalau dia tidak menyukainya.Bersambung.“Zanira,” panggil Zafar sambil mengetuk pintu kamar perempuan itu dan masuk."Assalamualaikum.""Waalaikumussalam. Ada apa Kak?”Zafar pun lalu duduk di tepi ranjang adik kesayangannya itu sambil tersenyum.“Bagaimana kuliahmu? Apa semua berjalan dengan baik?” Zafar mencoba basa basi dengan Zanira adiknya.“Tentu saja, ada banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan dan sebenarnya aku hampir gila karena itu.”“Hahahaha, apa yang kau katakan? Kau adalah calon seorang dokter, bagaimana kau akan mengeluh seperti ini?”Zanira lalu terdiam, dia duduk di kursi belajarnya sambil memandangi semua buku-buku tebal miliknya. Gadis itu hanya memikirkan bagaimana dirinya akan melanjutkan pendidikannya sekarang? Zafar sudah kehilangan pekerjaanya dan sekarang dia juga harus bertanggung jawab pada istrinya. Sebenarnya Zafar dan Zanira masih memiliki satu orang saudara lagi, namanya adalah Tarfan. Sayangnya laki-laki itu tidak tinggal di rumah ini. Tarfan memilih untuk menikmati hidupnya di luar kota
"Katakan pada adikmu tidak perlu mengasihaniku juga."Zafar sudah tidak heran dengan penolakan Tia, dia hampir setiap saat selalu mendengarkan itu dan sekarang sudah tidak kaget lagi."Zanira tidak mengasihanimu Tia, dia hanya meminjamkan ini untukmu. Setelah aku mendapatkan pekerjaan nanti, aku akan membelikan pakaian untukmu," ucap Zafar menjelaskan."Apapun alasannya, aku menolak menerima itu darinya." Tia tetap menolaknya dengan keras kepala.Zafar hanya bisa menghela nafas pelan. "Kau boleh marah pada hidupmu Tia, tapi Zanira tidak bersalah, dia tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini darimu. Sekarang gantilah bajumu dan hargai orang yang masih peduli padamu," kata Zafar sambil meletakkan pakaian milik Zanira di samping Tia. Zafar lalu memandangi Tia. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. "Cobalah untuk mengerti Tia, aku sudah mencabut laporanku pada polisi dan membuat ibu serta saudara tirimu itu berjanji tidak akan berbuat kekerasan lagi padamu. Kau harus melupakan
Tia menunggu Zafar pulang hingga larut malam. Dia tidak habis pikir kemana Zafar pergi dan tidak kembali bahkan ini sudah sangat malam.Meskipun Tia sudah merasa lelah menunggunya, dia tetap akan menunggu hingga laki-laki itu kembali.Sampai akhirnya, Zafar kembali dan membuka pintu kamarnya dengan hati-hati. Tia lalu bersemangat untuk bicara padanya."Tia," panggil Zafar begitu melihat wanita yang ia cintai itu belum tertidur."Kenapa kau belum tidur juga?" tanyanya."Aku menunggumu Zafar."Ada sedikit rasa senang dan membuat hati Zafar sedikit berbunga bunga mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Tia. Ia merasa seakan-akan kata-kata itu merefleksikan Tia yang mencintainya dan menunggu dirinya sebagai suaminya."Tia kau tidak perlu menungguku, ini sudah larut malam, harusnya kau tidur lebih awal.""Aku memang tidak perlu menunggumu Zafar. Tapi aku perlu bicara hal penting padamu," tegas Tia tidak ingin membuat Zafar berharap padanya.Seketika rasa sedikit senang yang hinggap di ha
"Siapa yang menyuruhmu untuk menyentuhku? Atau siapa yang memberimu izin untuk melakukan itu Zafar?" "Hanya karena aku memberimu kesempatan untuk mengobatiku waktu itu, bukan berarti sekarang kau bebas untuk menyentuh diriku," tegas Tia lagi.Dia merasa Zafar sudah melewati batasannya dan merendahkan dirinya."Tia, aku hanya tidak ingin kau tidur dalam keadaan seperti itu. Kau pasti akan sakit dan-""Bahkan kau sampai harus mengatur posisi tidurku Zafar? Apa yang kau pikirkan? Apa kau merasa telah memiliki diriku sepenuhnya dan dapat mengatur semua hidupku?""Jangan salah paham Tia, jika kau terus tidur dalam keadaan salah tubuhmu pasti akan sakit semua.""Apakah sebuah kenyamanan itu adalah kesalahan? Seperti apapun posisi tidurku jika aku merasa nyaman dengan itu, kenapa kau harus mengaturku?"Zafar hanya terdiam lemah mendengar itu. Andai saja Tia bukan wanita yang ia cintai dia tidak akan menanggapinya dan mengalah dalam menghadapinya."Kau tidak tahu Zafar. Saat aku tidur dengan
"Jahama, sudah hentikan. Kau memang benar-benar tidak tahu malu dengan mengatakan semua itu," tutur Kamal memarahi istrinya.Kamal sudah lelah mengingatkan Jahama, namun wanita itu selalu saja mengulanginya. "Zanira, kau hubungi dokter untuk datang kemari," suruh Kamal pada Zanira. Perempuan itu segera menurut apa yang ayahkan katakan.Zafar masih sangat khawatir pada Tia, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika sampai terjadi apa-apa pada Tia.Tidak lama kemudian dokter yang dipanggil pun datang. Jahama masih tidak suka dengan semua ini.Dia sibuk membereskan dapur dan tidak ingin mengetahui apa yang terjadi."Jahama, kenapa kau bersikap seperti ini?" tanya kamal mencoba bicara baik-baik pada istrinya.Perempuan itu menghentikan pekerjaannya dan menatap suaminya."Harusnya aku yang bertanya padamu kenapa kau juga ikut membelanya? Dan tidak peduli pada kondisi kita.""Karena dia adalah menantu kita Jahama-""Kita kau bilang? Aku tidak menerima jenis menantu yang seperti itu, wa
“Ayah?” tanya Tia pada Kamal.Kamal pun tersenyum tulus pada gadis itu. "Tentu saja nak, aku memang tidak memiliki segalanya, tapi setelah Zafar menikah denganmu aku jadi memiliki seorang putri yang cantik sepertimu,” ucap Kamal dengan tulus.Mendengar kata-kata itu membuat hati Tia sedikit melunak, meskipun dia tidak bisa langsung mempercayai Kamal dan menganggapnya sebagai ayahnya juga, tapi Tia akan mencobanya.Sorot mata Kamal menunjukkan ketulusan hati yang ia miliki dan membuat Tia sedikit tersentuh.“Mulai sekarang kau tidak boleh memanggilku paman lagi, panggil aku ayahmu,” pinta Kamal sambil tersenyum baik pada Tia.Perempuan itu hanya membalasnya dengan sedikit senyuman. Dia pikir Kamal juga baik padanya bukan karena sesuatu tapi karena laki-laki itu memang tulus menyayanginya.Setelah Yia selesai makan dan meminum obatnya Kamal lalu meninggalkannya.Hingga tiba sore hari Zafar baru kembali dari tempatnya bekerja. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah kantor. Kamal akhirnya
"Kenapa kau selalu memaksaku, melarangku, dan menceramahiku? Apa kau memiliki masalah dalam hidupmu?" "Aaaww, aduuuh." "Zafar ada apa denganmu?" Tia benar-benar terkejut saat tiba-tiba Zafar berteriak dan memegang jarinya."Sepertinya jariku terpotong," jujur Zafar.Tia sedikit cemas lalu memperhatikan jari tangan yang Zafar pegang. "Omong kosong, terpotong apanya? Kau hanya menggunakan pisau yang kecil, bagaimana bisa akan memotong jarimu yang besar?"Tia tidak percaya pada apa yang Zafar katakan. Lagipula dia tidak ingin peduli pada Zafar.Saat Tia melihatnya lagi untuk memastikan, jari Zafar benar-benar mengeluarkan darah segar. Itu artinya Zafar tidak berbohong jika jarinya terluka.Apapun keadaanya Tia tetap bernicara dengan kesal pada Zafar. "Itulah akibatnya jika kau keras kepala Zafar. Hanya rasa sakit yang akan kau dapatkan," kata Tia sambil beranjak dari tempat duduknya dan mencari kotak obat yang ada di kamarnya."Tidak apa-apa Tia, ini hanya sedikit terluka," jawab Zafa
Zafar tidak ingin Tia bersedih. Dia lalu meninggalkan makanannya dan menyusul wanita itu ke kamar."Hei Zafar habiskan dulu makananmu!" suruh Jahama melarang Zafar pergi."Aku sudah tidak lapar lagi ibu," jawab laki-laki itu.Kamal yang melihat itu menjadi tidak enak dengan Tia. "Semua ini karena kau berbicara seperti itu pada Tia, Jahama," kata Kamal kesal dengan istrinya.Jahama mengerutkan keningnya tidak percaya. "Ada apa lagi denganmu? Kenapa kau menyalahkanku? Aku hanya bercanda," elaknya dengan sewot."Tapi ibu, tidak seharusnya ibu bercanda seperti itu." Zanira ikut-ikutan membela ayahnya."Hei kau juga ingin menyalahkan ibumu ini ha?""Sudah cukup Jahama, lain kali kau tidak boleh sembarangan bicara tanpa memikirkan perasaan orang lain.""Perasaan orang lain apa? Apa dia memikirkan perasaanku ketika dia tiba-tiba menikahi putraku?""Zafar juga mencintainya, kau harusnya senang putramu dapat menikah dengan wanita yang dicintainya.""Tapi wanita itu tidak mencintai putraku, aku