Share

Bab 4

"Oh, Saraga! Hai...!"

Sagara menoleh dan saat itulah ia melihat Sabia. Gadis cantik dan pintar yang kemarin sempat meneleponnya.

"Hai," balas Gara singkat.

"Kok disini?"

"Sagara sekarang pindah ke sekolah kita Bia," Edo menjelaskan.

"Oh, kok nggak ngomong-ngomong dulu sih Ra? Tapi bagus deh kalo kamu sekarang di sekolah ini. Kita jadi bisa deketan. Ya kan Ra?"

Gara hanya tersenyum sekilas.

"Sabia ngarep banget sih bisa balikan. Daripada ngarep balikan sama Gara mending nerima cintaku aja deh Bi. Masak tiap nembak ditolak terus. Dah lima tahun loh aku suka sama kamu. Spek setia gini langka tau di jaman sekarang," ujar Revan.

"Hmm, bener tuh Bi. Kurang apa sih Revan. Kalo masalah ganteng nggak kalah ganteng kok sama Gara." Timpal Edo.

"Kurangnya Revan nggak pinter kayak Gara. Aku sukanya tipe cowok kayak Gara."

"Orang Gara aja belum tentu mau balikan kok. Ya kan Ra?" Tanya Revan.

"Apaan sih kalian. Udah bel masuk loh. Telat masuk kelas ntar kita. Aku nggak mau telat dihari pertama aku pindah sekolah."

"Ya udah ayo masuk dulu. Jam pertama pelajaran matematika, gurunya killer loh Ra," kata Edo memberitahu.

***

Jam istirahat tiba, seluruh siswa tumplek ke kantin. Saat Gara, Edo, dan Revan masuk kantin bisik-bisik siswa mulai terdengar.

"Eh, cowok ganteng yang pake kacamata itu siapa?" Terdengar bisikan seorang siswa yang bernama Rena.

"Kabarnya pindahan. Tadi aku lihat dia masuk ke kelas 12 IPA satu," jawab Arna.

"Serius? Itukan kelas unggulan. Ah, udah ganteng pinter, meleleh nggak tuh?" Alma terpesona melihat Gara.

Rena dan Arna yang asyik bergunjing itu terkikik.

"Eh, eh, lihat deh, kayaknya akrab banget ya sama Edo dan Revan. Dua cowok kece idaman itu." Rena menunjuk ke arah Edo dan Revan.

"Iya, ya, andaikan bisa dapetin salah satunya."

"Ah, ngehalu bisa dapet mereka. Cewek spek idaman mereka pasti bukan yang remahan renggang kek kita ginilah."

"Yee, kan aku bilang tadi cuma andaikan."

Duo cowok kece itu sekarang telah berubah menjadi trio cowok kece. Mereka tampak bingung mencari tempat duduk usai memesan makanan.

"Ra, duduk sini aja." Sabia melambaikan tangan. Mejanya memang terlihat kosong. Sementara yang lain sudah penuh.

"Wahh... Kebetulan nih bisa duduk sama Sabia. Rejeki nomplok. Jarang-jarang kan bisa makan siang bareng Sabia." Revan menjadi orang yang paling dulu duduk di meja Sabia.

"Apaan sih Van. Orang yang aku tawari tadi Gara kok main serobot aja."

Gara dan Edo ikut duduk. Mereka mengambil posisi di depan Sabia dan Revan. Terpisah oleh meja.

"Sesekali pandang aku dong Bi. Ingat, Gara itu cuma masalalu. Sedangkan aku itu masa depan kamu."

"Aduh Van, aku jadi pengen muntah deh dengernya."

Gara dan Edo hanya tersenyum melihat perjuangan Revan yang tak pernah lelah mengejar Sabia.

Saat sedang menikmati makanannya tiba-tiba Gara teringat dengan Bella. Ia celingukan. Tampaknya Bella tidak terlihat dimana pun.

"Apa Bella nggak ke kantin ya?" Batin Gara.

"Ra, cari siapa?" Tanya Sabia yang heran melihat gelagat Gara.

"Um, nggak kok. Cuma lagi cari tukang jual air mineral," jawab Gara beralasan.

"Aku pesenin ya." Sabia sudah hampir bangkit dari duduknya.

"Eh, Ga usah Bi. Timbang air minum bisa nanti lah kalau sambil balik ke kelas."

"Udah jangan nolak. Aku pesenin." Sabia benar-benar beranjak ke penjual air mineral tanpa bisa dicegah lagi.

"Ra, kok kamu pindah ke sini sih? Aku jadi nggak leluasa tahu deketin Sabia." Revan terlihat sewot. Ia merasa kehadiran Gara menjadi penghalang untuk mendapatkan Sabia.  Mana Sabia masih terlihat jelas masih ngejar-ngejar Gara.

"Nggak apa-apa. Biar bisa lebih deket aja dari rumah. Sekolah negeri kejauhan. Kalo pulang eskul sering kemalaman di jalan. Capek banget. Mana pas udah naik ke kelas 12 makin banyak les ini itu." Gara beralasan.

"Kalau tahu gitu kenapa nggak dari awal-awal aja pindah ke sini?" Edo bertanya.

"Ya, soalnya kan dari dulu aku pengen banget sekolah di SMA negeri. Awal-awal masih enjoy. Tapi makin kesini makin kerasa berat. Yaudah akhirnya memutuskan pindah mumpung baru kenaikan kelas."

"Hmm... Kirain pindah kesini karena biar deket sama Sabia," Tukas Revan dengan nada cemburu.

"Aku udah nggak ada hubungan apa-apa kan sama Sabia. Kamu tenang aja Van. Aku nggak bakal ganggu kamu buat dapetin Sabia kok."

"Hah? Serius?" Revan tak percaya Gara bisa berkata demikian. Pasalnya dulu siapa sih yang tidak tahu bagaimana bucinnya Gara dengan Sabia. Tiap hari gandeng renteng kayak odong-odong. Kemana-mana selalu berdua. Sampai ada istilah dimana ada Gara disitu ada Sabia.

"Ya, ngapain aku bohong sama temen sendiri sih?"

"Woke, cakep. Dukung aku dapetin Sabia ya Ra." Wajah Revan berubah sumringah.

"Siap," jawab Gara.

"Kalian ngomongin apa?" Sabia datang dan langsung meletakkan air mineral di depan Gara.

"Makasih Bi," ucap Gara singkat.

"Obrolan cowok. Cewek dilarang kepo. Ya nggak Ra?"

"Yoi."

Sabia tampak merengut kesal.

***

Gara: Bel, tunggu di luar gerbang aja ya. Soalnya macet nih di parkiran. 

Gara mengirim pesan pada istrinya.

Cting!

Tak berapa lama kemudian gawai Gara menerima satu pesan dari Bella. Gadis itu memberikan sriker jempol dengan kata "oke" singkat.

Gara sudah mengenakan seat belt. Ia mulai melajukan mobilnya meninggalkan area parkir. Tapi sesampainya di depan gerbang ia justru terjebak macet.

Tok! Tok!

Kaca jendela Gara di ketuk. Gara menoleh. Ia melihat Sabia berdiri di samping mobilnya.

"Ada apa Bi?" Tanya Gara melalui jendela yang kacanya diturunkan.

"Ikut pulang dong Ra. Kan searah. Aku hari ini nggak dijemput."

"Tapi Ra..."

"Please ya Ra aku ikut kamu. Sekali aja. Masak kamu tega nolak aku."

Gara belum sempat beralasan apapun ketika tiba-tiba Sabia main nyelonong masuk mobil Gara. Hal pertama yang Sabia rasakan saat duduk di samping Gara adalah bau parfum strawberry yang khas seperti cewek. Bella jadi curiga. Ia ingin bertanya pada Gara, tapi Gara terlebih dahulu ngomong ke Sabia.

"Sabia, maaf bukan nggak mau nebengin kamu tapi hari ini aku nggak langsung pulang. Aku ada urusan lain. Lagian sekarang aku pindah rumah. Jadi kita nggak searah lagi." Gara harus mencari alasan agar Sabia tidak ikut mobilnya. Ia tidak bisa membayangkan andai Sabia bertemu dengan Bella.

"Kok gitu sih Ra? Kamu nggak kasian sama aku?"

"Ini bukan masalah kasian Bi. Tapi aku benar-benar nggak bisa kasih tebengan ke kamu. Lain kali aja deh ya. Kamu pulang bareng Revan aja gimana?"

"Hiks! Hiks! Hiks! Gara tega loh sama aku." Sabia memulai dramanya. Ia pura-pura menangis untuk meraih simpati Gara.

Tinn!!! Tinnnn!!!

Mobil di belakang Gara sudah mengklakson tidak sabaran. Terpaksa Gara melajukan mobilnya. Ia sampai di depan gerbang. Dilihatnya Bella berdiri di pinggir jalan panas-panasan. Gara semakin bingung menghadapi situasi ini.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status