"Oh, Saraga! Hai...!"
Sagara menoleh dan saat itulah ia melihat Sabia. Gadis cantik dan pintar yang kemarin sempat meneleponnya."Hai," balas Gara singkat."Kok disini?""Sagara sekarang pindah ke sekolah kita Bia," Edo menjelaskan."Oh, kok nggak ngomong-ngomong dulu sih Ra? Tapi bagus deh kalo kamu sekarang di sekolah ini. Kita jadi bisa deketan. Ya kan Ra?"Gara hanya tersenyum sekilas."Sabia ngarep banget sih bisa balikan. Daripada ngarep balikan sama Gara mending nerima cintaku aja deh Bi. Masak tiap nembak ditolak terus. Dah lima tahun loh aku suka sama kamu. Spek setia gini langka tau di jaman sekarang," ujar Revan."Hmm, bener tuh Bi. Kurang apa sih Revan. Kalo masalah ganteng nggak kalah ganteng kok sama Gara." Timpal Edo."Kurangnya Revan nggak pinter kayak Gara. Aku sukanya tipe cowok kayak Gara.""Orang Gara aja belum tentu mau balikan kok. Ya kan Ra?" Tanya Revan."Apaan sih kalian. Udah bel masuk loh. Telat masuk kelas ntar kita. Aku nggak mau telat dihari pertama aku pindah sekolah.""Ya udah ayo masuk dulu. Jam pertama pelajaran matematika, gurunya killer loh Ra," kata Edo memberitahu.***Jam istirahat tiba, seluruh siswa tumplek ke kantin. Saat Gara, Edo, dan Revan masuk kantin bisik-bisik siswa mulai terdengar."Eh, cowok ganteng yang pake kacamata itu siapa?" Terdengar bisikan seorang siswa yang bernama Rena."Kabarnya pindahan. Tadi aku lihat dia masuk ke kelas 12 IPA satu," jawab Arna."Serius? Itukan kelas unggulan. Ah, udah ganteng pinter, meleleh nggak tuh?" Alma terpesona melihat Gara.Rena dan Arna yang asyik bergunjing itu terkikik."Eh, eh, lihat deh, kayaknya akrab banget ya sama Edo dan Revan. Dua cowok kece idaman itu." Rena menunjuk ke arah Edo dan Revan."Iya, ya, andaikan bisa dapetin salah satunya.""Ah, ngehalu bisa dapet mereka. Cewek spek idaman mereka pasti bukan yang remahan renggang kek kita ginilah.""Yee, kan aku bilang tadi cuma andaikan."Duo cowok kece itu sekarang telah berubah menjadi trio cowok kece. Mereka tampak bingung mencari tempat duduk usai memesan makanan."Ra, duduk sini aja." Sabia melambaikan tangan. Mejanya memang terlihat kosong. Sementara yang lain sudah penuh."Wahh... Kebetulan nih bisa duduk sama Sabia. Rejeki nomplok. Jarang-jarang kan bisa makan siang bareng Sabia." Revan menjadi orang yang paling dulu duduk di meja Sabia."Apaan sih Van. Orang yang aku tawari tadi Gara kok main serobot aja."Gara dan Edo ikut duduk. Mereka mengambil posisi di depan Sabia dan Revan. Terpisah oleh meja."Sesekali pandang aku dong Bi. Ingat, Gara itu cuma masalalu. Sedangkan aku itu masa depan kamu.""Aduh Van, aku jadi pengen muntah deh dengernya."Gara dan Edo hanya tersenyum melihat perjuangan Revan yang tak pernah lelah mengejar Sabia.Saat sedang menikmati makanannya tiba-tiba Gara teringat dengan Bella. Ia celingukan. Tampaknya Bella tidak terlihat dimana pun."Apa Bella nggak ke kantin ya?" Batin Gara."Ra, cari siapa?" Tanya Sabia yang heran melihat gelagat Gara."Um, nggak kok. Cuma lagi cari tukang jual air mineral," jawab Gara beralasan."Aku pesenin ya." Sabia sudah hampir bangkit dari duduknya."Eh, Ga usah Bi. Timbang air minum bisa nanti lah kalau sambil balik ke kelas.""Udah jangan nolak. Aku pesenin." Sabia benar-benar beranjak ke penjual air mineral tanpa bisa dicegah lagi."Ra, kok kamu pindah ke sini sih? Aku jadi nggak leluasa tahu deketin Sabia." Revan terlihat sewot. Ia merasa kehadiran Gara menjadi penghalang untuk mendapatkan Sabia. Mana Sabia masih terlihat jelas masih ngejar-ngejar Gara."Nggak apa-apa. Biar bisa lebih deket aja dari rumah. Sekolah negeri kejauhan. Kalo pulang eskul sering kemalaman di jalan. Capek banget. Mana pas udah naik ke kelas 12 makin banyak les ini itu." Gara beralasan."Kalau tahu gitu kenapa nggak dari awal-awal aja pindah ke sini?" Edo bertanya."Ya, soalnya kan dari dulu aku pengen banget sekolah di SMA negeri. Awal-awal masih enjoy. Tapi makin kesini makin kerasa berat. Yaudah akhirnya memutuskan pindah mumpung baru kenaikan kelas.""Hmm... Kirain pindah kesini karena biar deket sama Sabia," Tukas Revan dengan nada cemburu."Aku udah nggak ada hubungan apa-apa kan sama Sabia. Kamu tenang aja Van. Aku nggak bakal ganggu kamu buat dapetin Sabia kok.""Hah? Serius?" Revan tak percaya Gara bisa berkata demikian. Pasalnya dulu siapa sih yang tidak tahu bagaimana bucinnya Gara dengan Sabia. Tiap hari gandeng renteng kayak odong-odong. Kemana-mana selalu berdua. Sampai ada istilah dimana ada Gara disitu ada Sabia."Ya, ngapain aku bohong sama temen sendiri sih?""Woke, cakep. Dukung aku dapetin Sabia ya Ra." Wajah Revan berubah sumringah."Siap," jawab Gara."Kalian ngomongin apa?" Sabia datang dan langsung meletakkan air mineral di depan Gara."Makasih Bi," ucap Gara singkat."Obrolan cowok. Cewek dilarang kepo. Ya nggak Ra?""Yoi."Sabia tampak merengut kesal.***Gara: Bel, tunggu di luar gerbang aja ya. Soalnya macet nih di parkiran. Gara mengirim pesan pada istrinya.Cting!Tak berapa lama kemudian gawai Gara menerima satu pesan dari Bella. Gadis itu memberikan sriker jempol dengan kata "oke" singkat.Gara sudah mengenakan seat belt. Ia mulai melajukan mobilnya meninggalkan area parkir. Tapi sesampainya di depan gerbang ia justru terjebak macet.Tok! Tok!Kaca jendela Gara di ketuk. Gara menoleh. Ia melihat Sabia berdiri di samping mobilnya."Ada apa Bi?" Tanya Gara melalui jendela yang kacanya diturunkan."Ikut pulang dong Ra. Kan searah. Aku hari ini nggak dijemput.""Tapi Ra...""Please ya Ra aku ikut kamu. Sekali aja. Masak kamu tega nolak aku."Gara belum sempat beralasan apapun ketika tiba-tiba Sabia main nyelonong masuk mobil Gara. Hal pertama yang Sabia rasakan saat duduk di samping Gara adalah bau parfum strawberry yang khas seperti cewek. Bella jadi curiga. Ia ingin bertanya pada Gara, tapi Gara terlebih dahulu ngomong ke Sabia."Sabia, maaf bukan nggak mau nebengin kamu tapi hari ini aku nggak langsung pulang. Aku ada urusan lain. Lagian sekarang aku pindah rumah. Jadi kita nggak searah lagi." Gara harus mencari alasan agar Sabia tidak ikut mobilnya. Ia tidak bisa membayangkan andai Sabia bertemu dengan Bella."Kok gitu sih Ra? Kamu nggak kasian sama aku?""Ini bukan masalah kasian Bi. Tapi aku benar-benar nggak bisa kasih tebengan ke kamu. Lain kali aja deh ya. Kamu pulang bareng Revan aja gimana?""Hiks! Hiks! Hiks! Gara tega loh sama aku." Sabia memulai dramanya. Ia pura-pura menangis untuk meraih simpati Gara.Tinn!!! Tinnnn!!!Mobil di belakang Gara sudah mengklakson tidak sabaran. Terpaksa Gara melajukan mobilnya. Ia sampai di depan gerbang. Dilihatnya Bella berdiri di pinggir jalan panas-panasan. Gara semakin bingung menghadapi situasi ini."Udah?" Tanya Gara begitu Bella kembali ke ruang Kepsek."Udah," jawab Bella singkat."Terus, Bu Anjar mana?""Masih di belakang."Setelah percakapan itu suasana di dalam ruang Pak Kepsek menjadi hening. Mereka menunggu Bu Anjar membawa bukti yang mungkin bisa meringankan beban sanksi Bella dan Gara.Akhirnya Bu Anjar muncul juga setelah ditunggu-tunggu."Nunggu lama ya? Maafkan saya ya Bapak Ibu sekalian," ucap Bu Anjar sopan tak lupa diiringi senyuman ramah."Bagaimana dengan hasilnya Bu Anjar?" Tanya Pak Kepsek.Bu Anjar dengan gerakan sopan menyodorkan alat tes kehamilan itu ke atas meja Pak Kepek."Hasilnya Bella memang tidak hamil Pak," jawab Bu Anjar yang wajahnya jelas kentara jika ia menyembunyikan sesuatu. Rupanya Bu Anjar memilih untuk menukar hasil tes kehamilan Bella demi menyelamatkan bocah itu."Sekarang keputusan masalah ini ada pada Bapak Kepala Sekolah," ujar Bu Anjar."Baiklah, Gara dan Bella. Bapak masih belum bisa memutuskan sanksi ini. Bapak mesti memanggil wali
SMA swasta pagi ini benar-benar gempar dengan berita pengakuan Gara di acara dance kompetition bahwa laki-laki yang memiliki banyak penggemar itu telah menikah dengan Bella.Kini Gara dan Bella duduk ruang kepala sekolah berhadapan dengan kepala sekolah beserta empat wakilnya."Jadi, tolong jelaskan bagaimana kronologi pernikahan rahasia ini Gara?" Tanya Pak Kepsek."Bukan apa-apa. Kejadian kamu ini bisa dianggap pelopor bagi siswa-siswi lain untuk mengikuti tindakanmu. Yang terjadi di masa depan justru akan ada banyak siswa SMA yang melakukan pernikahan di bawah umur," ujar Bapak Kepsek."Jika pernikahan saya dan Bella dianggap sebagai sebuah tindakan yang salah dan tidak patut dicontoh maka kami meminta maaf kepada seluruh pihak yang bersangkutan di SMA swasta. Kami menikah bukan karena sebuah kesengajaan yang direncanakan," terang Gara merendah.Ia memang siap menghadapi situasi ini kala mengumumkan pernikahannya dengan Bella."Jadi? Karena apa?" Tanya Pak Kepsek."Karena kasus pem
"Kamu keren banget hari ini," puji Edo pada istrinya karena perempuan itu berani mengatakan hal sebenarnya di acara dance competition."Eh???" Sabia mendadak jadi blushing. Nggak biasa-biasanya Edo memuji dirinya."Beneran?" Tanya Sabia malu-malu."Bener." Edo berlutut di depan Sabia yang sedang duduk di sofa. Kemudian laki-laki itu mengusap perut istrinya."Kamu ngapain sih Do?" Tanya Sabia. Ia sebenarnya malu diperlakukan Edo seperti ini."Nggak apa-apa. Cuma pengen ngusap perut kamu aja. Udah keliatan agak buncit aja ya sekarang Bi?"Edo membuka baju Sabia dan mencium perut Sabia yang memang tidak serata sebelum-sebelumnya."Hai, kesayangan Papa gimana kabarnya hari ini?" Tanya Edo menyapa bayinya yang masih di dalam perut Sabia."Namanya juga udah empat bulan. Ini bahkan udah mulai kerasa gerak-gerak loh Do." Sabia memberitahu."Oh ya? Sejak kapan?" Tanya Edo antusias."Sejak dua hari yang lalu," jawab Sabia."Kok kamu diem aja nggak kasih tau aku?""Ck, kamukan sibuk tuh ngurusi
"CUKUP!!!" Teriakan keras itu membungkam mulut semua orang seketika."Gara?" Tanya Sabia yang sejak tadi diam saja di kursi penonton.Gara naik ke atas panggung. Ia berhenti di depan Bella."Ra..." Air mata Bella sudah tumpah. Trofi dan hadian di tangannya terlepas begitu saja. Saat ini hal yang ingin Bella lakukan adalah menghilangkan dari bumi daripada merasakan rasa malu yang tak tertanggungkan ini.Gara meraih kedua tangan istrinya."Bella, kita hanya punya dua tangan jadi kita tidak bisa membungkam mulut orang sebanyak ini. Tapi..." Gara mengarahkan kedua tangan Bella ke telinga."Kita bisa menutup telinga kita hanya dengan dua tangan agar kita tidak mendengar suara orang sebanyak ini."Bella menatap Gara dengan mata yang penuh dengan bulir-bulir kristal bening yang berjatuhan.Grep!Gara menarik tubuh Bella ke dalam pelukannya. Ya, laki-laki itu benar-benar memeluk Bella di hadapan banyak orang."Cih, kalian lihat saja kan. Dia benar-benar seperti gadis murahan yang bisa dipeluk
Keadaan di belakang panggung sudah mulai ricuh. Mereka yang tidak bisa menerima kekalahan mulai melayangkan protes pada panitia acara. Tapi panitia acara mengatakan bahwa keputusan dewan juri adalah mutlak."Baiklah, ini saat-saat yang paling kita tunggu. Pengumuman juara pertama."Penonton di luar sepi. Benar-benar sepi. Seakan mereka siap menerima kejutan berikutnya."Juara pertama dance competition tahun ini diraih oleh...""SMA swasta!""Whoooaaaaaaaaaaaa!!!"Teriakan penonton di luar begitu membahana. Tepuk tangan, suita panjang, dan teriakan kemenangan menjadikan tempat ini benar-benar berisik sampai-sampai mengalahkan kerasnya bunyi pengeras suara."Good job anak-anak! Kalian luar biasa. Selamat menjadi juara!" Kata Edo kepada anak-anak seni tari yang tampil hari ini. Tak terkecuali pada Bella, Vano, dan Vanilla."Ini berkat arahan dan bimbingan Kak Edo juga loh. Kak Edo yang terbaik pokoknya." Bella tersenyum sambil mengacungkan jempolnya untuk Edo. Jika itu Edo yang dulu past
Kompetisi dance tingkat kota yang sangat dinantikan di gelar hari ini. Kompetisi antar sekolah ini adalah kompetisi paling bergengsi di antara kompetisi-kompetisi yang lain. Pasalnya pemenang kompetisi ini akan menentukan prestasi dari sebuah sekolah.Antusiasme sekolah-sekolah lain juga sangat tinggi. Tiap tahunnya peserta kompetisi dance selalu bertambah. Bahkan tahun ini juga. Maka persaingan akan semakin ketat."Gara bagaimana dengan riasan wajahku?" Tanya Bella begitu suaminya memasuki ruang ganti yang disediakan khusus untuk para peserta lomba."Cantik," jawab Gara sambil mengelus pelan pipi mulus istrinya.Bella tersenyum mendengar pujian dari suaminya."Bella, kamu yakin akan mengikuti kompetisi ini?" Tanya Gara. Perasaan laki-laki itu khawatir karena peringatan Sabia sebelumnya."Kamu bicara apa Ra? Aku sudah tiga bulan berlatih keras demi kompetisi ini dan saat kompetisi ini tinggal hitungan menit untuk dimulai kamu justru melemparkan pertanyaan meragukan itu?""Aku hanya kh