Share

131. Sabar, Safira!

Author: Banyu Biru
last update Huling Na-update: 2025-09-25 22:08:41

“Fatih…?” bisikku, suaraku bergetar.

“Apa yang kau katakan? Kau… kau sudah ingat?” Aku mendekat dan menyentuh dadanya dengan satu tangan sementara tang yang lain menyusuri wajahnya dengan khawatir. Aku merasa, aku perlu ada didekatnya.

Tangannya menyentuh tanganku yang masih memegang pipinya dengan ekspresi tajam. Sesaat aku mulai goyah saat melihat Fafih memicingkan mata. "Aku tidak tahu!" Seketika aku mundur menjauhinya. Tangan Fatih memijat pelipisnya. “Aku tidak tahu kenapa aku mengatakan itu. Aku hanya ingin… aku hanya ingin kamu tetap di ruangan ini, denganku! Tolong jangan menjauh dariku!"

Tubuhku sedikit merasa aneh. Ternyata itu bukanlah pengakuan ingatan, melainkan sebuah permohonan yang aneh. Setidaknya, bagiku. Dia masih tak ingat siapa aku, tapi dia ingin menahanku agar tetap ada di ruangan ini dengannya.

Aku menggeleng pelan. Mencoba untuk tak mempercayai kata-kata Bayu atau Pramudya yang pernah mengatakannya. Otak Fatih mungkin masih kosong, tapi hati dan jiwany
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rherhen Apriela
iyalah, mana malam terus pagi. kluarkan smua minim 4 ka
goodnovel comment avatar
Priyo Yono
knp cuma 1 bab setiap hari
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   131. Sabar, Safira!

    “Fatih…?” bisikku, suaraku bergetar. “Apa yang kau katakan? Kau… kau sudah ingat?” Aku mendekat dan menyentuh dadanya dengan satu tangan sementara tang yang lain menyusuri wajahnya dengan khawatir. Aku merasa, aku perlu ada didekatnya. Tangannya menyentuh tanganku yang masih memegang pipinya dengan ekspresi tajam. Sesaat aku mulai goyah saat melihat Fafih memicingkan mata. "Aku tidak tahu!" Seketika aku mundur menjauhinya. Tangan Fatih memijat pelipisnya. “Aku tidak tahu kenapa aku mengatakan itu. Aku hanya ingin… aku hanya ingin kamu tetap di ruangan ini, denganku! Tolong jangan menjauh dariku!" Tubuhku sedikit merasa aneh. Ternyata itu bukanlah pengakuan ingatan, melainkan sebuah permohonan yang aneh. Setidaknya, bagiku. Dia masih tak ingat siapa aku, tapi dia ingin menahanku agar tetap ada di ruangan ini dengannya. Aku menggeleng pelan. Mencoba untuk tak mempercayai kata-kata Bayu atau Pramudya yang pernah mengatakannya. Otak Fatih mungkin masih kosong, tapi hati dan jiwany

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   130. Badai yang Indah

    Rasa malu dan penyesalan semalam, benar-benar membuatku mati kutu. "Mau ke apotik lagi, Mbak Safira?" Seketika tubuhku menegang dengan kata-kata Bram. Bukan hanya Bayu, bahkan Fatih juga ikut melirikku tajam. "Bagaimana obat yang kau beli kemaren, Safira? Kayaknya cocok obatnya. Wajah kamu udah gak pucat lagi!" Kali ini, Bayu ikut bersuara. Andai saja mereka tahu apa yang kubeli kemaren, mungkin mereka gak akan banyak berkomentar. Aku hanya batuk-batuk kecil. Dengan isyarat itu kuharap mereka gak akan memperjelas pertanyaan mereka. "Kalau memang cocok, beli lagi aja Safira. Akhir-akhir ini kamu kan sering sakit kepala!" Astaga, Bayu. Aku mengusap wajahku kasar. Ingin rasanya melompat dari mobil dan meninggalkan para laki-laki ini. "Kemaren udah beli banyak. Udah gak usah banyak tanya lanjut aja ke kantor kayak biasanya!" Aku mendengus lalu kembali menatap gedung-gedung di luar jendela. Tak kuhiraukan Fatih yang mendehem beberapa kali. Udah, gak lagi-lagi pakai obat begituan!A

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   129. Rasa yang Palsu

    Napasnya terdengar berat ditelingaku. Disertai dengan aroma khas dari tubuhnya adalah sesuatu yang kupikirkan dengan jelas sebelum akhirnya duniaku hanyut bersamanya. Ternyata, aku memang merindukannya. Bukan hanya merindukan sosoknya tapi juga merindukan sentuhannya, pelukannya juga keintimannya. Perlawananku yang terasa canggung pada akhirnya melunak, tergantikan oleh desahan yang penuh dengan kepasrahan. Kami tenggelam dalam lautan kerinduan yang telah lama terpendam atau lebih tepatnya... yang kupendam. ​Malam itu, tak ada kata-kata yang menghiasi seperti biasanya dulu. Yang ada hanya sentuhan yang cukup mewakili seluruh kata-kata dengan kulit yang bertemu, dan kerinduan dalam kegelapan. Setelahnya, aku hanya diam dan menatapnya dalam temaram dengan kepuasan. Hingga akhirnya meringkuk dalam pelukan Fatih seperti yang biasanya kulakukan. Hingga akhirnya aku terbangun karena udara yang terasa dingin menyapa kulitku. Perlahan, aku membuka mata. Dan wajah Fatih tergambar jel

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   128. Racun Cinta untuk Suami

    Mobil memasuki halaman rumah menjelang sore. Tanpa banyak kata, aku segera memasuki rumah. Aku hanya ingin segera melihat Dipta dan memastikan kondisinya tanpa kekurangan apapun. Sesampainya di ruang tengah, aku nelihat Dipta di taman samping melalui pintu kaca yang terbuka lebar. Dipta sedang tergelak bersama Tante Arini dan Isna. Aku beruntung, Tante Arini dan Isna, benar-benar bisa diandalkan untuk menjaga Dipta. Dipta menoleh. Tangannya melambai sambik terus tergelak karena di gelitik oleh Tante Isna. Hingga akhirnya Tante Arini dan Isna ikut menoleh. Aku berhenti sejenak menghampiri mereka. "Mama udah puyang?" Aku mengangguk dan tertawa mendengar suara cadel Dipta yang berlari mendekat ke arahku. Perlahan, aku memgangkat tubuhnya dan memutar tubuhku sesaat. "Makin berat aja anak Mama!" Kataku. "Iya dong Ma. aku banyak makannya!" Dipta mencoba menjelaskan. "Dipta, ayo sini. Mama baru pulang, banyak debu!" Teriak tante Arini. "Mama main debu?" Tanya Dipta sambil

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   127. Siap Menghadapi

    Setibanya di kantor, aku, Bayu dan Bram berjalan ke ruangan masing-masing. Dan tanpa kutahu, jika ternyata Pramudya telah datang lebih dulu dan menunggu di ruanganku. Ia berdiri di depan jendela yang menghadap ke kota dengan punggung yang tegap dan wajah serius. ​“Pram,” sapaku seketika membuka pintu. ​Ia berbalik, senyum tipis tersungging di bibirnya. “Selamat pagi, Safira. Maaf aku datang pagi ini. Aku punya sesuatu untukmu.” Ia segera duduk di sofa tamu dan membuka map tebal yang tergeletak di meja tamu. Mungkin, Pramudya memang telah menyiapkannya saat datang awal tadi. Tanpa menunda, akupun duduk di dekatnya. “Ini hasil investigasi lengkap dari timku. Laporan forensik digital, kesaksian dari beberapa sub-kontraktor yang mau bekerja sama, dan aliran dana yang kami berhasil lacak. Semuanya ada di sini.” Pramudya mengulurkan dokumen itu padaku, dan dengan segera aku membukanya dengan rasa khawatir. Meski aku tak terlalu paham, tapi sebagian besar berisi bukti-bukti yang bi

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   126. Perseteruan Pagi

    Pagi harinya, aku sengaja turun lebih awal. Sudah saatnya untuk kembali dengan aktifitas yang tertunda. Ingin menikmati secangkir kopi dan sepotomg roti sebagai energi hingga sisng nanti, tapi ternyata, aku melihat Fatih yang sedang duduk sendirian di meja makan, menatap diam secangkir kopi yang mengepul di hadapannya. ​Aku duduk di seberangnya, menatapnya dengan Fatih dengan.sedikit iba. "Selamat pagi.. suamiku!" Fatih menoleh dengan wajah yang sedikit memerah. "Maaf, bikin kamu kaget, ya?" Mau tak mau aku tersipu malu. Hanya saja, aku harus melakukannya. Fatih masih suamiku yang sah. Kalau Aryani saja begitu mudah untuk bermanja dengan Fatih, kenapa aku tidak? "Ehem. Pagi!" Fatih menjawab dengan suara serak. "Fatih, hari ini kamu ngantor ya!" ​Ia tersentak, menatapku dengan kaget. “Kantor? Tapi aku… aku gak ingat apa-apa, Safira. Apa yang bisa kulakukan di sana?” ​“Dicoba saja. Mungkin dengan melihat suasana kantor, membuat ingatanmu cepat pulih!" jawabku lembut. "Ka

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status