Udah seminggu ini Rey mendiamkanku. Dia nggak pernah chat lagi lewat wa, telpon apalagi. Dia juga ngga pernah lagi anter jemput kuliah. Entah apa yang melatar belakanginya menjadi seperti ini.
Aku kehilangan? Tentu aja enggak. Buat apa coba merasa kehilangan dia? Aku tuh cuma sebel aja kalau mama nanyain tentang menantunya itu yang nggak terlihat batang hidungnya. Biasanya pagi-pagi ke sini mau sarapan berlanjut nganter kuliah.
Yang lebih parahnya lagi mama malah mencurigai kalau aku sama Rey lagi bertengkar dan akulah yang memulai.
Sebel tau dituduh kek gitu, padahal aku aja nggak tau apa alasan Rey jadi cuek begini.
"Key, kamu nanti berangkat kuliahnya agak siangan kan?" tanya mama sewaktu aku lagi sarapan.
Mama terlihat lagi memasukkan makanan ke rantang. Entah mau buat ngirim ke siapa tuh makanan, kalau buat papa jelas nggak mungkin, kan tadi papa udah bawa bekal sendiri.
"Iya, Ma, emangnya kenapa?" Aku bali
"Hahaha ... jadi lo didiemin sama Bang Rey, Key?"Bocah gemblung, temen lagi curhat malah diketawain."Ya gitu lah," ucapku sambil mengaduk-aduk minuman pake sedotan."Makanya, jadi istri tuh jangan jaim dong, yang agresif gitu, biar Bang Rey jadi klepek-klepek sama lo dan nggak inget mantan-mantapnya lagi."Aku mendengkus. "Ogah banget kalau gue harus agresif.""Ya nggak papa kali, kan sama suami sendiri. Kalo lo terus-terusan jual mahal, bisa-bisa Bang Rey digondol sama cewek lain lho, Key," ujar Difi menakut-nakutiku."Mau digondol sama cewek kek, banci kek, gue nggak peduli!" sinisku."Lah, kalau nggak peduli kenapa lo kesel kalau Bang Rey nyuekin lo?" Difi mengkerutkan keningnya."Ya gue merasa kalau gue nggak dianggap lah. Lo tau sendiri kan kalau selama ini gue selalu dikejar-kejar sama cowok-cowok di kampus ini? Dari yang jelek banget sampe yang gantengnya kebangetan, semua pada n
"Pagi gaesss ...," sapaku ketika memarkirkan motor di parkiran kampus. Kebetulan di sini tiga sohib karibku lagi pada nongkrong di parkiran."Pagi Key," jawab Tita."Key, kok lo nggak dianterin sama Kak Rey, sih?" Desi mulai bertanya."Iya, Key, akhir-akhir ini keknya lo berangkat sendiri terus deh, kenapa nggak dianterin cowok lo," timpal Tita."Oh, itu ...." Aku menggaruk tengkuk yang sama sekali nggak gatel. "Dia lagi sibuk ngurusin restonya, makanya gue nggak mau ngerepotin dia."Sesibuk-sibuknya cowok, kalau beneran cinta sama kita, pasti dia bakalan luangin waktu buat sekedar nganter atau jemput kita, Key." Nih apaan sih Difi jadi ikut-ikutan begini, kan aku jadi bingung jawabnya."Ya tadi sih dia mau nganterin gue, tapi gue larang, soalnya gue nggak mau tuh bikin dia tambah repot. Udah restonya butuh banyak perhatiannya akhir-akhir ini, masa gue juga mau repotin, kan gue nggak enak," dustaku.
Pokoknya aku bener-bener bete banget.Gimana nggak coba, di jam yang udah menunjukkan pukul setengah enam sore, aku baru sampai di depan rumah. Ini semua gara-gara Rey si manusia bunglon.Aku selesai kuliah jam empat sore tadi. Sempet ditawarin Difi buat pulang bareng, tapi aku menolak. Alasannya karena aku menunggu Rey jemput, ya aku pikir dia bakal jemput dong, karena tadi pagi dia nganter. Eh, ternyata sampai lama menunggu dia nggak jemput-jemput juga.Karena udah sore, aku memutuskan buat naik bus. Tentu nggak sampai depan rumah dong. Dari jalan raya tempat berhenti, aku jalan kaki menyusuri jalan komplek yang udah beraspal itu. Kurang lebih lima ratus meter lah. Bisa dibayangin kan, capeknya gimana.Di teras, aku lihat mama lagi berdiri mondar-mandir. Udah bisa kutebak, kalau mama pasti khawatir sama aku."Ya Alloh, Key ... kok udah maghrib begini kamu baru pulang sih, dari mana aja? Katanya pulang jam empat, kok samp
"Dif, malem ini gue nginep di rumah lo ya," ucapku pada Difi saat kami berjalan menuju parkiran."Lah, emang kenapa? Lo kan udah punya suami, mau dikemamain suami lo kalo lo tidur di rumah gue.""Ya nggak dikemana-kemanainlah. Gue lagi males aja di rumah, takutnya dia macem-macem, kemarin aja dia hampir ...." Ucapanku sengaja menggantung karena takut membuat hati jomblo seperti Difi meronta-ronta."Hampir apa, Key? Hampir ngajak lo praktek adegan dua satu plus ya?" Difi nyengir ke arahku.Aku memukul pelan lengan Difi. "Sotoy lo. Lo masih jomblo, jangan mikir ke sana-sana."Temanku ini mendengkus. "Mending gue jomblo sadar diri. Lah elo, udah punya suami nggak nyadar status. Untung gue temen lo yang baik hati, Key, coba kalau enggak, udah gue tikung deh, Bang Rey dari lo. Secara dia tampan, tajir, pengertian lagi. Kurang apa coba dia? Tipe-tipe suamiable banget kan?"Aku memutar bola mata, nggak habis piki
"Key, kamu nggak suka ya, hadiah dari bunda?" tanya bunda setelah melihat gaun tidur tipis itu jatuh ke lantai.Aduh, aku jadi nggak enak sama bunda."Eh? Enggak kok, Bun." Tanganku menggaruk rambut yang tak gatal. "Mm--maksudnya Key suka, Bun."Bohong banget kalau aku bilang suka. Aku nggak pernah pakai baju tipis kayak gitu, apalagi kurang bahan. Bisa masuk angin nanti. Lagian kok bunda aneh banget ya, ngasih hadiah kayak gitu.Rey mengambil gaun tidur yang terjatuh di bawahku itu dan memasukkan kembali ke dalam paper bag yang kutaruh di meja."Kalau kamu suka kok tadi dijatuhin gitu?" Terdengar sendu pertanyaan bunda itu."Eng-- Key cuma syok, Bun." Beneran deh, aku syok liat gaun itu, ditambah lagi liat wajah Rey yang cengengesan pas aku bentangin gaun itu."Iya, Bun, tadi Key cuma kaget aja tiba-tiba ngasih hadiah seperti itu. Padahal tadi malem Key sempet dibeliin itu sama aku."Ka^pre
Hari ini aku berangkat ke kampus sendirian, karena Rey nggak nganterin aku. Dia ngambek karena tadi malem aku nggak ngasih haknya sebagai suami.Aku tau menolak suami itu dosa, tapi mau gimana lagi, aku takut untuk melakukan itu, apalagi selama ini kalau aku pacaran lurus-lurus aja nggak pernah aneh-aneh, nggak tau kalau Rey. Bisa aja kan dia udah berpengalaman, terlebih para mantan kekasih Rey aku lihat bukan cewek polos-polos, nggak menutup kemungkinan Rey pernah melakukan yang iya-iya. Buktinya Rey sangat mahir ketika menciumku.Sudahlah, ngapain mikirin manusia bunglon, mending mikirin gimana caranya aku bisa terus mendapatkan fans, dan pamorku sebagai cewek pemes di kampus nggak turun."Hai, Key," sapa Rendi, salah satu fans beratku. Dia ini cowok terganteng di antara barisan para penggemarku."Oh? Hai juga, Ren, tumben sendirian, mana geng lo?" Rendi emang sering barengan sama geng-nya yang cukup berpengaruh di kampus ini. Ge
"Key, besok aku mau ke Bali." Ucapan Rey itu membuatku sedikit terganggu saat lagi enak-enak duduk di kursi ini sambil merem."Mau ngapain emang?" tanyaku basa-basi. Sebenarnya nggak ngurus juga sih dia mau ke mana."Ada urusan bisnis di sana sama Sahila."Sahila?Siapa ya? Kok aku kek pernah denger namanya.Aku coba inget-inget nama yang disebutkan Rey tadi.Dan akhirnya aku tersadar kalau Sahila itu salah satu mantan Rey.Urusan bisnis apa yang mengharuskan dua sejoli mantan pacar itu ke Bali. Aneh rasanya. Apa nggak bisa diurus di kota ini aja?Jangan-jangan mereka sengaja ke Bali, biar sekalian liburan bersenang-senang berdua sambil mengenang masa-masa mereka pacaran.Kok aku jadi nggak tenang gini sih."Aku ikut, Rey." Aku lantas bangkit dari duduk."Ikut?" Satu alisnya terangkat, gurat keheranan terpancar dari wajah Rey."Iya, aku mau
"Huwaaaaa ...." Aku menjerit saat membuka mata, mrndapati diri ini dalam pelukan Rey. Sialnya baik aku ataupun Rey sama-sama dalam keadaan polos, hanya terbungkus sebuah selimut yang menutupi tubuh kami.Refleks aku bangun dari berbaring, dan menyingkirkan tangan Rey yang memelukku."Sayang, kenapa kok jerit-jerit? Ini masih pagi Sayang, belum juga subuh," ujar Rey dengan suara beratnya, khas bangun tidur."Rey, kamu jahat, hiks." Aku mulai terisak. "Kamu udah mengambil mahkotaku, huhuhu ...."Kudengar Rey menghela napas, tak lama setelahnya dia memelukku dari belakang."Tadi malam kita melakukan dengan kesadaran sendiri, Key. Atas dasar mau sama mau, dan suka sama suka," kata Rey lembut.Benarkah demikian?"Nggak mungkin!" elakku di sela-sela tangisan."Apanya yang nggak mungkin? Coba kamu ingat-ingat lagi, tadi malam aku sama sekali nggak memaksa, kamu dengan suka rela menyerahk