Wajah ketiga orang yang di depan Aileen seketika berubah menegang setelah mendengar itu.
"Aileen, itu hanyalah rumor belaka. Christian Li tidak mungkin membunuhmu," sanggah Tuan Jonas. "Keluarga Li juga tidak akan membiarkan itu terjadi. Lagi pula, Christian tidak mungkin melukai istrinya sendiri. Dia pasti memperlakukanmu dengan baik jika kau mau menikah dengannya. Ayah mohon, kali ini saja, turuti permintaan ayah, menikahlah dengannya." Aileen tidak bisa berkata-kata lagi saat melihat ayahnya begitu gigih melemparnya kepada keluarga Li. Setelah berpikir selama beberapa saat, Aileen mengangkat kepalanya, lalu berkata dengan tegas, "Baiklah. Aku akan menikah dengannya. Anggap saja ini sebagai balas budiku karena kalian sudah menampungku dan merawatku selama ini." Ketiga orang yang ada di depannya seketika tersenyum setelah mendengar keputusan Aileen. Mereka tampak senang sekaligus merasa lega karena Aileen mau menikah dengan Christian Li. Tadinya, mereka sempat takut kalau Aileen tidak akan menyetujui pernikahan itu. Wajah mereka pun terlihat sudah tidak setegang tadi, karena Aileen sudah setuju menikah dengan Christian Li. Setidaknya, mereka sudah bisa bernapas lega dan tidak perlu lagi khawatir lagi mengenai masalah hutang. "Jangan berkata seperti itu, kita adalah keluarga," kata Tuan Jonas. "Tidak lagi." Aileen menatap ayahnya dengan wajah dingin. "Setelah ini, kita bukan lagi keluarga. Aku akan memutuskan hubungan dengan kalian semua. Hutang budiku pada kalian selama ini, aku bayar dengan cara menikahinya." Nyonya Debora langsung berdecih dengan tatapan mengejek. "Siapa juga yang mau memiliki hubungan keluarga denganmu. Kau hanyalah beban dan aib bagi keluarga kami. Kami tidak rugi sama sekali kehilanganmu." Mendengar hinaan ibu tirinya itu, Aileen tersenyum getir, setelah itu berdiri. Cukup sudah selama ini dia berkorban untuk keluarganya. Sejak dulu, apa pun yang dia lakukan untuk keluarga itu, tidak pernah dianggap sama sekali. "Baiklah, karena kau sudah mengatakan itu, setelah ini, jangan pernah meminta bantuan apa pun lagi dariku. Aku tidak akan pernah mau menjadi tameng Cathleen lagi. Setelah aku resmi menikah dengan Christian Li, berarti hubungan kita juga berakhir. Aku tidak mau memiliki hubungan apa pun lagi dengan kalian. Jangan pernah mencariku lagi di masa depan." Selesai mengatakan itu, Aileen melangkah menuju kamarnya. Dia harus mengemas barang-barangnya secepat mungkin. Bagaimana pun setelah menikah, dia akan tinggal di keluarga Li. Jadi, dia harus memilah pakaian mana yang akan dia bawa nantinya. "Ciih, anak itu, belum juga menikah dengan Tuan Muda Li, tapi kesombongannya itu sudah melebihi langit," ucap Nyonya Debora dengan wajah mencemooh. *********** Tidak ada perayaan, tidak ada kata-kata selamat atas pernikahannya. Dua hari setelahnya, Aileen sudah resmi menjadi istri dari Christian Li. Segala sesuatunya diurus oleh pihak keluarga Li sampai akhirnya akta nikah berada di tangan Aileen. Semua terjadi begitu cepat. Bahkan, dia belum melihat mempelai prianya. Namun, dia sudah bersatus sebagai nyonya muda di keluarga Li. Ada satu hal yang membuatnya merasa marah sekaligus sedih, yaitu keluarganya tidak ada satu pun yang datang kantor catatan sipil untuk mendampinginya. Padahal, mereka semua tahu kalau dirinya akan mencatatkan pernikahannya dengan Christian Li hari ini. Yang membuatnya kecewa adalah mereka semua ada di rumah ketika dia dijemput oleh orang suruhan keluarga Li. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang menawarkan diri untuk mendampinginya. Kalau tahu akan seperti itu, lebih baik dia kabur sejak awal, biarkan saja mereka pusing dengan masalah hutang itu, tapi setelah dipikir-pikir lagi, menyesal pun sudah terlambat. Sekarang, dia harus memikirkan cara, bagaimana bisa segera keluar dari keluarga Li dengan cepat. "Mari, Nyonya Aileen." Seorang pria yang memakai setelan jas lengkap mengajak Aileen berjalan menuju mobil setelah berada di luar kantor catatan sipil. Pria itu adalah salah satu orang suruhan keluarga Li yang sejak tadi menemaninya mengurus akta nikah. Siang tadi, keluarga Li mengutus 3 orang untuk menjemputnya di rumah dan membawanya ke kantor catatan sipil. Ketika dijemput, Aileen membawa serta kopernya karena dia akan langsung tinggal di kediaman utama keluarga Li setelah resmi menikah dengan Christian. "Sudah sampai, Nyonya." Sebelum turun dari mobil, Aileen menatap sejenak pada bangunan besar yang lebih mirip dengan bangunan istana. Ini pertama kalinya Aileen menginjakkan kakinya di kediaman keluarga paling tersohor di kota Imperial itu. Dia tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada saat melihat bangunan megah di depannya. Setelah turun dari mobil, pria yang membukakan pintu untuknya itu membimbing Aileen masuk ke dalam. Aileen kembali dibuat takjub dengan interior di dalam rumah tersebut. Meskipun dia sangat kagum, dia berusaha untuk menyembunyikan kekagumannya dengan menampilkan ekspresi biasa. "Silahkan duduk, Nyonya. Nyonya Besar sebentar lagi akan menemuimu." Setelah Aileen mengangguk, pria itu berlalu dari sana, meninggalkannya sendiri di ruangan itu. Jantung Aileen berdebar kencang selagi menunggu kedatangan tuan rumah dari kediaman besar itu. Tidak lama setelahnya, terlihat seorang wanita berumur sekitar 50 tahun yang memiliki aura wanita berkelas, berjalan anggun ke arahnya. Aileen segera menyapa dengan sopan setelah wanita paruh baya itu duduk di depannya. “Namaku Caisa. Aku ibu tiri dari Christian Li.” Wanita yang terlihat lebih muda dari usianya itu memperkenal diri pada Aileen setelah dirinya selesai menyapanya. “Selamat bergabung di keluarga besar Li.” Tidak ada keramahan sedikit di wajah wanita di depan Aileen saat mengatakan itu. Wajahnya terlihat datar, terselip aura keangkuhan dalam sorot matanya. “Terima kasih,” kata Aileen dengan sopan. “Di kediaman utama ini, selain Christian, ada juga bibinya yang tinggal di sini, tapi dia sedang pergi ke luar negeri. Kemungkinan akan kembali beberapa hari lagi.” “Nyonya tinggal di sini?” “Tidak. Aku tinggal di mansion suamiku dengan anak asuhku, tapi biasanya aku akan menginap seminggu 4 kali di sini. Bibi Christianlah yang menetap di sini.” Aileen mengangguk tanda mengerti. “Sebenarnya, banyak yang ingin aku bicarakan denganmu, tapi karena kau baru saja datang, kita bisa bicara nanti malam. Kau bisa beristirahat dulu di kamarmu setelah ini, tapi sebelum itu, kau akan diantar pelayan untuk berkeliling agar kau tidak tersesat.” Setelah Nyonya Caisa selesai bicara dengan Aileen, dia menoleh pada pelayan, lalu memintanya untuk membawa Aileen untuk berkeliling di kediaman keluarga Li sebelum dia dibawa ke kamar pribadi Christian. Aileen harus tahu seluk-beluk kediaman utama keluarga Li lebih dulu, agar kedepannya dia tidak salah masuk ruangan. Apalagi, kediaman Li sangat besar serta terdapat banyak ruangan di sana, kemungkinan bisa tersesat jika baru pertama kali berkunjung ke sana. “Bibi Nian, antar Aileen ke kamar Christian," perintah Nyonya Caisa usai Aileen berkeliling. “Tapi Nyonya, Tuan Christian tidak suka kala—” "Bibi Nian, Aileen sudah menjadi istri Christian. Jadi, sudah seharusnya mereka tidur di kamar yang sama.” Wajah Bibi Nian terlihat ragu. Namun, dia tidak berani membantah perintah Nyonya Caisa. Dia tidak mau kehilangan pekerjaan hanya karena membantahnya. Bibi Nian akhirnya mengajak Aileen menuju lantai dua. Setelah menginjakkan kaki di lantai 2, Aileen menarik koper sendiri miliknya dan berjalan mengikuti Bibi Nian hingga berhenti di depan kamar letaknya berada di ujung. “Nyonya Aileen, silahkan masuk. Aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini. Tuan Christian tidak suka jika orang lain masuk ke dalam kamarnya tanpa seijinnya." “Tidak apa-apa, Bibi Nian. Aku akan masuk sendiri,” ucap Aileen dengan ramah. “Terima kasih sudah mengantarku sampai di sini.” Bibi Nian membungkuk sejenak, lalu berkata, “Nyonya bisa memanggilku jika memerlukan sesuatu.” Aileen tersenyum sambil mengangguk ringan. Saat Aileen akan meraih handle pintu, Bibi Nian kembali berkata, “Nyonya Aileen, hati-hati.” Ucapan Bibi Nian membuat Aileen merasa sedikit takut. Tiba-tiba saja dia merasa sesuatu yang buruk akan menimpanya.“Arthur, mari bercerai.” Arthur seketika membeku ketika mendengar itu. “Cerai?” Calina mengangguk. “Tiffany sudah kembali, kau juga sudah sembuh, sudah saatnya aku mundur.” Meski hatinya saat ini sangat hancur, tapi Calina berusaha keras untuk tetap bersikap tenang di depan pria yang kini sudah sepenuhnya mengisi hatinya. Ya, Calina sudah jatuh cinta pada pria yang dia nikahi berapa tahun lalu. Meski, di awal dia tidak memiliki perasaan apa pun, tapi nyatanya cinta perlahan tumbuh seiring kebersamaan mereka selama bertahun-tahun. “Apa Tiffany mendatangimu?” “Tidak," jawab Calina. “Lalu, kenapa tiba-tiba ingin bercerai?” Calina mengepalkan tangan dengan kuat demi menahan agar air matanya tidak keluar. “Aku tahu kau masih mencintai Tiffany. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta kalian.” Arthur tampak terdiam. Namun, tatapan masih tertuju pada iris Calina. “Selain Tiffany, apa ada alasan lain yang melatarbelakangi kau ingin bercerai denganku?” "Maksudmu?" "Apa kau sudah menem
Belum sempat mobil terparkir dengan benar, Jayden sudah keluar dengan langkah terburu-buru dengan ekspresi suram. “Bu, di mana Ayah?” tanya Jayden pada Aileen yang sedang duduk di ruangan keluarga dengan Alicia dan Steven “Ada di ruangan kerjanya, ada ...” Belum selesai Aileen bicara, Jayden sudah berjalan menuju ruangan kerja sang ayah yang berada di lantai bawah. Tanpa mengetuk, dia langsung membuka pintu dengan kasar, membuat Christian dan Ken yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan menoleh bersamaan. “Jayden, apa kau sudah lupa cara mengetuk pintu? Di mana sopan santunmu?” tegur Christian. Jayden yang sudah terlanjur emosi, mengabaikan teguran sang ayah dan bertanya dengan marah, “Kenapa ayah menggusur pekampungan itu?' Christian mengerutkan kening sebentar, kemudian bertanya, "Perkampungan apa?" "Jangan pura-pura tidak tahu," jawab Jayden, "Perkampungan yang berada di selatan kota, itu tanah milik Li's Corp, kan?" Sebelum menjawab pertanyaan sang putra, Christian mem
“Kakak, kau datang lagi?” Gadis kecil penjual kue itu langsung berlari ketika melihat Jayden sedang berjalan ke arah minimarket. “Hhmm,” gumam Jayden Li seraya mengangguk ringan. Seperti biasa, dia hanya menampilkan ekspresi biasa ketika berbicara dengan siapa pun. Berbeda sekali dengan gadis kecil yang berada di hadapannya itu, matanya tampak berbinar dan senyuman sangat lebar ketika menyambut kedatangannya. “Kak, maaf, kueku hari ini sudah habis. Tadi ada Paman baik hati yang membeli semua kueku,” ujarnya dengan wajah riang. Senyuman begitu polos, membuat siapa pun yang melihat akan merasa gemas. “Lihatlah. Sudah tidak tersisa.” Dengan antuasias gadis kecil itu menunjukkan wajah kue yang biasa gunakan untuk meletakkan kue kukusnya. Jayden melirik sejenak, sebelum akhirnya kembali menatap gadis di depannya. “Aku ke sini untuk membeli sesuatu di dalam,” jawabnya datar. Gadis itu mengangguk tanda mengerti. “Oh, seperti itu.” Dia pikir Jayden datang untuk membeli kuenya, karena b
"Sudahlah. Untuk apa juga aku perhitungan dengan anak kecil sepertimu."Daniel berlalu dari sana dan mendekati gadis kecil yang tampak sedang menunduk. Sebelum memeriksa gadis kecil itu, Daniel memanggil salah satu perawat yang ada di sana untuk mendekat.Jayden Li yang semula duduk dengan acuh tak acuh, akhirnya mendekat ketika melihat Daniel mulai mengobati gadis kecil itu.Ketika Daniel sedang membersihkan luka di bibir gadis itu, tampak dia mengigit bibir bawahnya seraya mengerutkan wajah.“Sakit?” Jayden Li yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bertanya pada gadis kecil itu.“Tidak, Kak.”Melihat senyuman gadis itu yang begitu lebar, entah mengapa justru membuat sudut hati Jayden terasa sakit.Kenapa gadis di depannya tidak menangis dan justru tersenyum? Sudah jelas itu sakit, tapi gadis di depannya tidak mengeluh sedikit pun.Jika itu terjadi pada adiknya, bisa dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah sakit itu. Adiknya pernah tidak sengaja terjatuh dan itu membuat kehebohan di
“Bangunlah.”Gadis kecil yang semula masih meringkuk, perlahan bangkit dibantu oleh Jayden Li usai ketiga preman itu dibuat tumbang dan babak belur.“Apa kau tidak apa-apa?”Gadis itu mengangkat kepala setelah membersihkan bajunya yang kotor. “Aku tidak apa-apa, Kakak. Terima kasih sudah menolongku.”Melihat gadis itu tersenyum lebar dengan wajah polosnya, Jayden seketika tertegun. Dia menatap gadis di depan dengan alis yang hampir menyatu.Dia tersenyum?Setelah diinjak-injak dan dibuat terluka, dia masih bisa tersenyum selebar itu.Bagaimana bisa? Padahal, di wajahnya terdapat beberapa luka memar dan di bagian bibir bawahnya tampak mengeluarkan cairan merah. Sepertinya ada luka robek di bagian bibirnya. Tidak hanya itu, di bagian pelipis gadis kecil itu pun terdapat luka berupa garis memanjang yang juga mengeluarkan sedikit darah.Dengan umur seusainya, sangat wajar jika dia menangis histeris, tapi gadis kecil di depannya itu justru tersenyum. Jangankan menangis, mengeluh sakit pun
“Tuan Muda, silahkan.” Pengawal pribadi Jayden Li membuka pintu belakang setelah melihat anak bosnya keluar dari tempat latihan bela diri.Jayden mengangguk dengan wajah datar, kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.“Paman Rai, berhenti di depan. Aku ingin membeli sesuatu.”Rai, asisten pribadi Jayden yang sedang mengemudi mengangguk, kemudian menepikan mobil mereka di minimarket yang berada di sebelah kanan jalan. Mobil yang hitam yang sejak tadi mengikuti mobil Jayden Li ikut berhenti di belakangnya. Mobil sedan hitam itu berisi 4 orang pengawal berbadan tegap yang secara khusus ditugaskan untuk mengikuti Jayden Li ke mana pun dia pergi.“Paman Rai, kau di sini saja, aku hanya sebentar," ucap Jayden setelah tiba di depan pintu minimarket.“Tapi, ....” Rai ingin menolak, tapi Jayden kembali angkat bicara, “Tidak sampai 5 menit, aku sudah keluar. Jadi, Paman tunggu di sini saja.”Jayden membalik tubuh, kemudian meraih pintu dan masuk ke dalam. Tidak jauh dari minimarket