Rumor yang mengatakan Christian Li adalah pria yang kasar dan kejam, kembali terlintas di benaknya. Meskipun merasa takut, dia sudah tidak bisa mundur lagi. Mau tidak mau, dia harus masuk ke dalam.
Sebelum membuka pintu, dia menarik napas panjang dan menghembuskannya secara kasar. Usai mempersiapkan mentalnya, Aileen meraih handle, lalu membuka pintu.
Gelaaap....
Dia tidak bisa melihat apa pun di dalam kamar tersebut karena lampunya tidak menyala. Baru saja akan melangkah masuk, sebuah benda melayang tepat ke arah kanannya hingga menimbulkan suara nyaring.
Craaaaang!
Tubuh Aileen seketika membeku. Dia tidak bisa mengggerakkan tubuhnya sama sekali selama beberapa detik karena terlampau terkejut. Selanjutnya, dia merasakan tubuhnya dialiri oleh hawa dingin yang membuat tubuhnya menggigil ketika melihat bayangan hitam dari dalam kamar.
Belum sempat bereaksi, sebuah benda kembali melayang ke arahnya tanpa bisa dia hindari, hingga akhirnya mengenai dahi kanannya.
"Aaaaww!"
Aileen merintih seraya memegang dahi yang terasa berdenyut nyeri. Dia tidak tahu apa yang mengenai dahinya, tapi benda itu meninggalkan rasa sakit yang luar biasa di keningnya.
“Pergi!” Terdengar suara seorang pria dari dalam kamar disusul benda ketiga yang melayang ke arahnya.
Dengan gerakan cepat, Aileen segera menghindar, hingga akhirnya benda tersebut membentur tembok di sebelah kiri dan menimbulkan suara benturan keras.
Aileen menoleh ke kiri dengan jantung yang berpacu dengan cepat. Setelah dilempari untuk ketiga kalinya, Aileen pun langsung meningkatkan kewaspadaannya karena takut sebuah benda kembali melayang ke arahnya. Dia berusaha mencari sosok pria yang sejak tadi melemparinya, tapi sayangnya dia kesulitan karena kamar tersebut sangat gelap.
Belum sempat bernapas lega, sebuah benda kecil berkilau melesat dengan cepat ke arahnya tanpa bisa dia hindari.
"Aaawww!"
Aileen kembali merintih setelah benda tersebut mendarat di pelipisnya. Dia mengerutkan kening sambil menahan rasa nyeri di dekat matanya.
Dia tidak tahu benda apa yang mengenai pelipisnya, tapi dia merasa kalau benda tersebut sepertinya terbuat dari besi atau semacamnya. Beruntung benda itu tidak mengenai matanya. Jika tidak, mungkin saja akan melukai matanya dan paling fatal adalah dia bisa buta.
"Tidak bisakah kau berhenti melemparku dengan barang? Aku datang baik-baik ke sini."
Aileen akhirnya memberanikan diri untuk bersuara karena tidak tahan dengan sikap kasar pria itu. Meskipun, dia sudah tahu pria yang menjadi suaminya itu adalah orang yang kejam. Namun, dia tidak menyangka kalau pria itu akan menyerangnya secara membabi-buta seperti tadi.
“Keluar dari kamarku!” Suara pria itu kembali menggema di seluruh kamar itu.
Ingin sekali rasanya Aileen masuk ke dalam untuk berbicara dengan pria itu, tapi dia tidak memiliki keberanian sama sekali. Dia takut Christian Li akan berbuat hal yang lebih kejam lagi dari sebelumnya jika dia nekat masuk ke dalam.
Pada akhirnya, Aileen hanya bisa berdiri di tempatnya dengan tatapan yang tertuju ke dalam dalam kamar. Dia sedang mencoba menemukan di mana keberadaan suami lumpuhnya.
Butuh waktu selama 2 menit untuk menyesuaikan penglihatannya dengan bantuan pencahayaan yang berasal dari lampu yang tidak jauh dari kamar Christian Li. Aileen pun akhirnya bisa melihat bayangan pria sedang duduk di sebuah kursi roda. Meskipun tidak terlihat jelas, tapi dia bisa melihat sorot mata pria itu nampak berkilat.
Tidak lama berselang, sebuah benda kembali melayang ke arah Aileen, tapi kali ini bisa dihindari olehnya dengan bantuan cahaya redup di kamar tersebut. Beruntung dia dengan sigap menggerakkan tubuhnya ke samping. Jika tidak, wajahnya pasti terkena lemparan benda yang Aileen yakini adalah sebuah bingkai foto.
“Pergi dan tutup pintunya!” Suara pria itu kembali menggema di kamar tersebut, hingga mengembalikan kesadaran Aileen.
“Maaf, Tuan muda Li, aku tidak bisa keluar dari sini. Mulai sekarang, aku akan tinggal di kamar yang sama denganmu karena aku sudah resmi menjadi istrimu hari ini. Aku baru saja pulang dari kantor catatan sipil untuk mengurus akta nikah kita."
Butuh keberanian besar untuk mengatakan itu. Bahkan Aileen harus mengepalkan tangannya agar tetap bisa menyelesaikan ucapannya tadi. Bagaimanapun, dia tidak tahu apa yang akan dilakukan pria yang baru sama menjadi suaminya jika sampai dia menyinggungnya.
“Istri?” Terdengar cibiran dari pria itu. “Sampai kapan pun aku tidak akan menerimamu sebagai istriku.”
Sebelumnya, Nyonya Caisa sempat memberitahu Aileen kalau dia pasti akan mendapatkan penolakan keras dari Christian Li. Jadi, dia meminta untuk tetap bertahan apa pun yang akan dilakukan oleh Christian Li nantinya. Itu sebabnya, Aileen memilih bertahan di kamar itu, meskipun dia sebenarnya merasa sangat takut.
“Keluar sekarang juga! Kesabaranku terbatas."
Dia tidak bisa pergi. Keluarganya tidak akan mau menerimanya lagi. Dia juga sudah resmi menjadi istri Christian Li. Jadi, mau tidak mau, dia harus tetap di sana.
Aileen akhirnya mengumpulkan seluruh keberaniannya, lalu berkata dengan pelan, “Lakukan apa pun yang kau mau, tapi aku tidak akan pergi ke mana pun. Aku akan tetap tidur di kamar ini bersamamu. Aku istrimu. Jadi, aku juga berhak tidur di kamar ini.”
Setelah mengatakan itu, Aileen menoleh ke kanan sambil meraba saklar lampu. Setelah menemukannya, dia menekan saklar tersebut, hingga seisi kamar itu menjadi terang. Saat pandangannya mengarah ke depan, dia bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. Wajah yang tidak pernah terbayangkan sama sekali olehnya.
"Kenapa? Terkejut melihat wajahku?" Suara dingin Christian Li menyapa indra pendengaran Aileen yang nampak sedang membatu di tempatnya.
Aileen buru-buru menggeleng, mencoba mengenyahkan apa yang sempat melintas di benaknya. "Tidak. Aku hanya—"
"Belum terlambat jika kau ingin melarikan diri sekarang. Pergilah yang jauh dan jangan pernah kembali ke sini. Selama kau merahasiakan apa yang kau lihat dan dengar di rumah ini, hidupmu akan aman."
“Arthur, mari bercerai.” Arthur seketika membeku ketika mendengar itu. “Cerai?” Calina mengangguk. “Tiffany sudah kembali, kau juga sudah sembuh, sudah saatnya aku mundur.” Meski hatinya saat ini sangat hancur, tapi Calina berusaha keras untuk tetap bersikap tenang di depan pria yang kini sudah sepenuhnya mengisi hatinya. Ya, Calina sudah jatuh cinta pada pria yang dia nikahi berapa tahun lalu. Meski, di awal dia tidak memiliki perasaan apa pun, tapi nyatanya cinta perlahan tumbuh seiring kebersamaan mereka selama bertahun-tahun. “Apa Tiffany mendatangimu?” “Tidak," jawab Calina. “Lalu, kenapa tiba-tiba ingin bercerai?” Calina mengepalkan tangan dengan kuat demi menahan agar air matanya tidak keluar. “Aku tahu kau masih mencintai Tiffany. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta kalian.” Arthur tampak terdiam. Namun, tatapan masih tertuju pada iris Calina. “Selain Tiffany, apa ada alasan lain yang melatarbelakangi kau ingin bercerai denganku?” "Maksudmu?" "Apa kau sudah menem
Belum sempat mobil terparkir dengan benar, Jayden sudah keluar dengan langkah terburu-buru dengan ekspresi suram. “Bu, di mana Ayah?” tanya Jayden pada Aileen yang sedang duduk di ruangan keluarga dengan Alicia dan Steven “Ada di ruangan kerjanya, ada ...” Belum selesai Aileen bicara, Jayden sudah berjalan menuju ruangan kerja sang ayah yang berada di lantai bawah. Tanpa mengetuk, dia langsung membuka pintu dengan kasar, membuat Christian dan Ken yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan menoleh bersamaan. “Jayden, apa kau sudah lupa cara mengetuk pintu? Di mana sopan santunmu?” tegur Christian. Jayden yang sudah terlanjur emosi, mengabaikan teguran sang ayah dan bertanya dengan marah, “Kenapa ayah menggusur pekampungan itu?' Christian mengerutkan kening sebentar, kemudian bertanya, "Perkampungan apa?" "Jangan pura-pura tidak tahu," jawab Jayden, "Perkampungan yang berada di selatan kota, itu tanah milik Li's Corp, kan?" Sebelum menjawab pertanyaan sang putra, Christian mem
“Kakak, kau datang lagi?” Gadis kecil penjual kue itu langsung berlari ketika melihat Jayden sedang berjalan ke arah minimarket. “Hhmm,” gumam Jayden Li seraya mengangguk ringan. Seperti biasa, dia hanya menampilkan ekspresi biasa ketika berbicara dengan siapa pun. Berbeda sekali dengan gadis kecil yang berada di hadapannya itu, matanya tampak berbinar dan senyuman sangat lebar ketika menyambut kedatangannya. “Kak, maaf, kueku hari ini sudah habis. Tadi ada Paman baik hati yang membeli semua kueku,” ujarnya dengan wajah riang. Senyuman begitu polos, membuat siapa pun yang melihat akan merasa gemas. “Lihatlah. Sudah tidak tersisa.” Dengan antuasias gadis kecil itu menunjukkan wajah kue yang biasa gunakan untuk meletakkan kue kukusnya. Jayden melirik sejenak, sebelum akhirnya kembali menatap gadis di depannya. “Aku ke sini untuk membeli sesuatu di dalam,” jawabnya datar. Gadis itu mengangguk tanda mengerti. “Oh, seperti itu.” Dia pikir Jayden datang untuk membeli kuenya, karena b
"Sudahlah. Untuk apa juga aku perhitungan dengan anak kecil sepertimu."Daniel berlalu dari sana dan mendekati gadis kecil yang tampak sedang menunduk. Sebelum memeriksa gadis kecil itu, Daniel memanggil salah satu perawat yang ada di sana untuk mendekat.Jayden Li yang semula duduk dengan acuh tak acuh, akhirnya mendekat ketika melihat Daniel mulai mengobati gadis kecil itu.Ketika Daniel sedang membersihkan luka di bibir gadis itu, tampak dia mengigit bibir bawahnya seraya mengerutkan wajah.“Sakit?” Jayden Li yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bertanya pada gadis kecil itu.“Tidak, Kak.”Melihat senyuman gadis itu yang begitu lebar, entah mengapa justru membuat sudut hati Jayden terasa sakit.Kenapa gadis di depannya tidak menangis dan justru tersenyum? Sudah jelas itu sakit, tapi gadis di depannya tidak mengeluh sedikit pun.Jika itu terjadi pada adiknya, bisa dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah sakit itu. Adiknya pernah tidak sengaja terjatuh dan itu membuat kehebohan di
“Bangunlah.”Gadis kecil yang semula masih meringkuk, perlahan bangkit dibantu oleh Jayden Li usai ketiga preman itu dibuat tumbang dan babak belur.“Apa kau tidak apa-apa?”Gadis itu mengangkat kepala setelah membersihkan bajunya yang kotor. “Aku tidak apa-apa, Kakak. Terima kasih sudah menolongku.”Melihat gadis itu tersenyum lebar dengan wajah polosnya, Jayden seketika tertegun. Dia menatap gadis di depan dengan alis yang hampir menyatu.Dia tersenyum?Setelah diinjak-injak dan dibuat terluka, dia masih bisa tersenyum selebar itu.Bagaimana bisa? Padahal, di wajahnya terdapat beberapa luka memar dan di bagian bibir bawahnya tampak mengeluarkan cairan merah. Sepertinya ada luka robek di bagian bibirnya. Tidak hanya itu, di bagian pelipis gadis kecil itu pun terdapat luka berupa garis memanjang yang juga mengeluarkan sedikit darah.Dengan umur seusainya, sangat wajar jika dia menangis histeris, tapi gadis kecil di depannya itu justru tersenyum. Jangankan menangis, mengeluh sakit pun
“Tuan Muda, silahkan.” Pengawal pribadi Jayden Li membuka pintu belakang setelah melihat anak bosnya keluar dari tempat latihan bela diri.Jayden mengangguk dengan wajah datar, kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.“Paman Rai, berhenti di depan. Aku ingin membeli sesuatu.”Rai, asisten pribadi Jayden yang sedang mengemudi mengangguk, kemudian menepikan mobil mereka di minimarket yang berada di sebelah kanan jalan. Mobil yang hitam yang sejak tadi mengikuti mobil Jayden Li ikut berhenti di belakangnya. Mobil sedan hitam itu berisi 4 orang pengawal berbadan tegap yang secara khusus ditugaskan untuk mengikuti Jayden Li ke mana pun dia pergi.“Paman Rai, kau di sini saja, aku hanya sebentar," ucap Jayden setelah tiba di depan pintu minimarket.“Tapi, ....” Rai ingin menolak, tapi Jayden kembali angkat bicara, “Tidak sampai 5 menit, aku sudah keluar. Jadi, Paman tunggu di sini saja.”Jayden membalik tubuh, kemudian meraih pintu dan masuk ke dalam. Tidak jauh dari minimarket