Suasana di The Bays Company pagi itu terasa lebih sibuk dari biasanya. Para staf divisi utama hilir mudik di koridor, berkas-berkas di tangan mereka tampak berantakan, dan suara telepon bergantian berdering nyaring.
Meta duduk di meja kerjanya, menekuni layar komputer, mencoba tenggelam dalam pekerjaannya agar tak terlalu memikirkan perasaannya sendiri.
Ia baru saja selesai mengetik laporan proyek saat pesan grup perusahaan muncul di layar monitor. Meta membuka pesan itu sekilas:
“Hari ini jam 10.00: rapat khusus proyek kuliner baru. Investor utama datang langsung ke kantor. Semua wajib hadir.”
Meta mengerutkan dahi. Proyek kuliner baru? Ia ingat Rafi sempat bercerita bahwa perusahaan mereka ingin merambah ke bidang lifestyle dan restoran, tetapi ia belum tahu siapa investornya.
Tepat pukul sepuluh, seluruh staf divisi utama sudah berkumpul di ruang rapat. Meta duduk di kursi kedua, matanya terpaku pada layar presentasi.
Ia hanya
Meta merasakan atmosfer di ruangan itu begitu aneh sejak Rafi masuk. Tidak biasanya Rafi pulang begitu diam dan kaku.Meta mendekat dan menatap suaminya itu dengan tatapan lembut. “Rafi… kamu kenapa?”Pertanyaan itu membuat Rafi seperti tersentak. Ia menoleh cepat, dan kali ini Meta bisa melihat jelas gejolak di mata suaminya—campuran amarah dan kecewa.“Kenapa?” ulang Rafi. Suaranya berat dan nyaris bergetar. Ia menarik napas dalam, dan kali ini emosinya pecah. “Harusnya aku yang tanya begitu. Kamu kenapa, Meta?!”Meta mengerutkan kening, bingung sekaligus cemas. “Aku nggak ngerti maksud kamu…”Rafi tertawa getir, membuat dada Meta berdesir. “Jangan pura-pura, Meta. Kamu pikir aku nggak lihat Julian keluar dari sini barusan? Dan pesan-pesannya di ponselmu? Kamu sengaja membuka pintu untuknya?”Mata Meta melebar kaget. Ia langsung menggeleng. “Buka pintu un
Malam sudah larut ketika ponsel Meta bergetar di nakas samping ranjang mereka. Meta baru saja selesai mandi dan hendak beristirahat di samping Rafi yang sudah setengah terlelap. Ia melirik layar dan seketika napasnya tercekat.Sebuah pesan panjang muncul dari nomor lama, nomor yang sudah lama ingin ia hapus dari ingatan—Julian.Meta menelan ludah dan membuka pesan itu. Baris demi baris kata menatapnya seperti hantu dari masa lalu:‘Meta, aku tahu aku bukan siapa-siapa lagi di hidupmu. Tapi, izinkan aku bicara sekali ini. Aku benar-benar menyesali semua perbuatanku. Semua luka dan sakit yang sudah ku sebabkan. Jika saja bisa kuulang waktu, aku ingin memperbaiki segalanya.‘Kamu begitu berarti untukku, dan kehilanganku membuatku sadar bahwa aku terlalu bodoh selama ini. Kuharap kau mau memberi aku kesempatan, sekecil apa pun itu.‘Jika tidak, aku hanya ingin kau tahu bahwa aku benar-benar menyesal dan mendoakanmu bahagia. &mda
Langit sore sudah menjingga saat Meta melangkah keluar dari lobi gedung The Bays Company. Hari itu cukup padat, dan ia ingin segera pulang untuk beristirahat.Ia menenteng tas kerjanya dan melangkah cepat menuju area parkir, tetapi baru beberapa langkah, ia terdiam.Di depannya, berdiri Julian.Sosok lelaki itu tampak rapi dalam setelan formal, namun wajahnya tampak lebih lesu dari terakhir kali mereka bertemu.Julian menatapnya dengan mata yang entah bagaimana begitu gelisah, dan di tangan kanannya tergenggam sebuah amplop.“Meta,” sapa Julian dengan suara pelan.Jantung Meta berdebar. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu Julian lagi, apalagi di depan kantornya. Ia menguatkan diri dan mengeraskan ekspresi wajahnya agar tetap datar.“Kenapa kamu di sini?” tanya Meta dingin dan tetap berdiri di jarak aman.Julian melangkah maju setengah langkah, seakan ingin mendekat, tetapi melihat ketegasan di mata Me
Meta melangkah ke kamar mereka dan menutup pintu di belakangnya. Ia menarik napas dalam dan membuka laci, mengambil lingerie navy kesukaannya — kainnya tipis dan begitu lembut, dihiasi renda elegan dan garis potongan yang menonjolkan lekuk tubuhnya.Meta belum pernah benar-benar memakainya di depan Rafi. Ia hanya membeli lingerie itu untuk saat-saat spesial, dan malam ini adalah salah satunya.“Hhh! Sepertinya Rafi memikirkan apa yang seharusnya tidak dipikirkan. Aku harus menggodanya malam ini,” ujarnya dengan dada yang berdebar tak karuan.Karena berita itu, Meta berpikir kalau Rafi berpikir buruk tentangnya. Dan karena berita itu, Meta harus menjadi ‘pelacur’ untuk suaminya, menggoda suaminya agar mau menyentuhnya.Ia berganti pakaian cepat, merapikan rambutnya agar jatuh bergelombang di bahunya, dan mengoleskan sedikit parfum hangat di leher dan pergelangan tangannya.Dengan debaran di dada dan senyum hangat di bib
Sudah dua bulan sejak hari pernikahan mereka, dan setiap hari terasa begitu indah. Apartemen kecil mereka telah menjelma menjadi ruang hangat yang dipenuhi aroma masakan, percakapan ringan, dan tawa bahagia.Meta dan Rafi kerap bercumbu di sofa seusai makan malam, bercanda saat mencuci piring bersama, dan bahkan saling menggoda saat memilih baju untuk kerja di pagi hari. Dunia mereka seakan hanya berisi cinta dan ketenangan.Namun, pagi itu sesuatu terasa berbeda.Meta baru saja selesai membuat teh hangat dan duduk di meja makan ketika layar ponselnya memunculkan notifikasi berita. Dengan penasaran, ia membuka dan membaca tajuk utama:“Chef Julian dan Istri Resmi Bercerai Setelah Terungkap Perselingkuhan.”Namanya langsung membuat dada Meta berdesir. Julian. Lelaki yang dulu begitu berarti di hidupnya hingga meninggalkannya untuk wanita lain. Dan kini, wanita itu malah berselingkuh darinya hingga mereka harus berpisah.
Setelah puas berbulan madu di Bali selama satu minggu lamanya, mereka kembali ke Jakarta.Langit pagi begitu cerah ketika mobil mereka berhenti di depan sebuah apartemen bergaya minimalis di salah satu sudut kota.Ini adalah awal baru mereka, sebuah apartemen kecil berlantai kayu dan dinding bercat hangat yang akan menjadi rumah mereka berdua.Meta dan Rafi turun dari mobil sambil membawa kotak-kotak berisi barang-barang mereka. Meta memperhatikan bangunan di depannya, hatinya bergetar hangat.Tidak ada kesan mewah, tetapi aura hangatnya membuatnya merasa seperti pulang ke tempat yang selama ini ia rindukan.Setelah mereka membuka pintu dan melangkah masuk, matahari pagi masuk melalui jendela-jendela besar, membuat ruangan tampak bercahaya.Hanya ada beberapa perabot sederhana di sana: sofa dua dudukan, rak buku kecil, dan meja makan mungil.Dindingnya sudah mereka cat sebelum pergi bulan madu, dan kini mereka tinggal menata barang-ba