Share

BAB 4

Author: Icaica
last update Last Updated: 2025-11-04 07:31:50

Sementara itu, Angel tiba di sebuah klub malam di Jakarta Selatan. Mal? Itu hanyalah alasan usang.

“Hai, Guysss,” teriak Angel.

“Akhirnya Nyonya Besar datang, cuyy,” balas Clara, tawa pecahnya tenggelam dalam musik keras dan bau alkohol yang memabukkan.

Angel melepas penat, kepenatan yang datang dari drama yang ia ciptakan sendiri.

Saat Angel sedang asyik menari, sepasang lengan kekar melingkar di pinggangnya dari belakang. Kevin. Pacarnya.

“Sayang, aku kangennn,” bisik Kevin, bibirnya bergerak liar mencium leher Angel. Angel hanya mendesah geli. Inilah kebebasan yang sesungguhnya.

“Ayo, kita ke apartemen aku,” ajak Kevin, membalikkan badan Angel dan memeluknya erat.

“Ayoo,” Angel berbisik balik, matanya berkobar penuh hasrat yang terlarang.

Di apartemen itu, Angel langsung menuju kamar mandi untuk membuang air kecil. Ketika selesai pintu kamar mandi yang Angel gunakan terbuka, ia terkesiap, Kevin sudah menunggunya, hanya berbalut boxer.

Kevin langsung mendorongnya ke wastafel, mengangkatnya, dan berbisik serak, “Aku sudah tidak tahan.”

Cup. Ciuman mereka menyatu, mendalam, buas. Angel melingkarkan tangan ke leher Kevin, membalas setiap dorongan hasrat. Gaun itu dilepaskan perlahan, zipper ditarik, dress yang Angel kenakan jatuh ke lantai.

Kevin memuja setiap inci tubuh Angel. Desahan Angel yang tertahan, jambakan lembut di rambut Kevin. semua adalah simfoni gairah yang dibangun di atas fondasi pernikahan yang mereka rencanakan untuk menguras kekayaan Angga.

Mereka hanyut, tenggelam dalam kenikmatan yang memabukkan. Setiap sentuhan, setiap ciuman, adalah penegasan bahwa Angel telah memilih jalannya sendiri, jalan yang penuh dosa dan tanpa penyesalan.

****************************************************

Aku dan Angga tiba di sebuah Rumah Mewah kediaman keluarga Diningrat.

Aku memberanikan diri untuk bertanya, “ini Rumah siapa??” Tanyaku dengan penasaran.

“Ini rumah kedua orang tua ku” Ucap Angga dengan santai sambil menatapku.

Mataku membelalak. “Hah rumah orangtua nya?? Ini adalah rahasia, tapi kenapa Angga membawaku ke sini?” Batinku yang benar benar sangat terkejut

Jantungku berdebar kencang, kali ini bukan karena canggung, melainkan karena rasa takut akan pengkhianatan yang akan ku lakukan pada Angel.

“Mah, ini kenalin, namanya Putri,” ucap Angga dengan senyum lebar, sorot mata penuh harap.

Ibu Sonya, dengan kelembutan yang mengejutkan, menarik kedua tangannya. “Halo Putri, Nama saya Bu Sonya. Saya adalah Mamahnya Angga ” ucapnya ramah.

Aku membeku saat Bu Sonya meraih kedua tanganku. Aku mulai merasakan ada hal yang jauh lebih besar yang terjadi.

“Put,,, kenapa melamun?” Tanya Angga mencoba menyadarkanku.

Aku tersadar dari lamunanku. “Halo juga Bu, nama saya Putri” Ucapku tersenyum kecil.

Ternyata Angga sudah menceritakan semuanya kepada ibunya. Ibu Sonya tahu bahwa Angga menyukaiku sejak lama.

“Putri memang benar-benar cantik, dan polos. Pantas saja Angga suka dengannya dari dulu. Baik hati pula sampai dulu mendonorkan darahnya untukku tanpa meminta imbalan” Batin Ibu Sonya, menatapku dengan kasih.

“Ayo masuk” Ucap Bu sonya sambil mengandeng tanganku untuk masuk.

Aku hanya mengikuti langkahnya Bu Sonya.

“Ayo duduk, kamu mau minum apa?” Ibu Sonya antusias.

“Tidak usah repot-repot, Bu,” tolakku

“Tidak repot, Sayang. Bibi, tolong buatkan minuman dan bawakan kue,” perintah Ibu Sonya.

Saat mereka berbincang, aku menceritakan tentang pekerjaannya di minimarket dan neneknya yang sakit. Tiba-tiba, Bibi datang.

Ibu Sonya mengambilkan kue, menyodorkannya padaku.

Aku menatap kue itu, lalu pada wajah hangat Ibu Sonya. Mataku mulai berkaca-kaca. Sudah begitu lama aku tidak merasakan kasih sayang seorang ibu. Kedua orang tuanku meninggal saat aku kecil.

Bu Sonya tersadar, dengan mataku yang mulai berkaca-kaca lalu panik. “Kamu kenapa, Put? Gak suka, ya, dengan makanan ini? Atau mau Ibu ganti?”

“Tidak... tidak, Bu,” suaraku tercekat.

“Saya hanya terharu... Ibu begitu baik dan perhatian kepada saya.” Ucapku dengan tersenyum kecil menahan tangisan yang ingin tumpah.

Lalu tidak tertahankan lagi akhirnya Air mataku tumpah juga.

Ibu Sonya, yang sudah tahu kisah sedihku, langsung menariknya dalam pelukan. Pelukan yang menghancurkan dinding pertahanan ku.

“Kamu boleh menganggap saya sebagai orang tuamu,” bisik Ibu Sonya dengan pelukan hangat

Aku hanya mengangguk, tersedu-sedu. Sorot mata Ibu Sonya yang penuh ketulusan meyakinkannya.

Angga yang melihat, hatinya diliputi rasa bangga dan syukur. Mamahnya telah melakukan apa yang tidak bisa ia lakukan, memberikan Putri sedikit kebahagiaan tulus.

“Udah, udah, ayo dicicipi dulu makanannya,” kata Ibu Sonya.

“Iya, Bu,” jawabku, berusaha tersenyum.

“Eh, panggil Mamah, ya,” Ibu Sonya menegaskan.

Aku terdiam, merasa tidak pantas. “Sepertinya itu tidak pantas, Bu. Saya hanya orang biasa...”

“Ets,” potong Ibu Sonya lembut, tapi tegas. “Pokoknya mulai sekarang, kamu anak Mamah. Jadi Angga ataupun kamu itu sama-sama anak Mamah. Jadi panggil saya Mamah. Ayo.”

Aku menoleh pada Angga, alisnya terangkat, meminta izin.

Angga mengangguk mantap.

Air mata kebahagiaan yang tak disadari menetes lagi. “Mamah,” ucapku, senyumnya kini benar-benar lebar.

Ibu Sonya memeluknya erat. “Pokoknya sekarang, kamu kalau ada apa-apa, bilang ke Mamah, ya.”

“Iya, Mah.” Ucapku dengan memeluk Bu Sonya, yang benar benar terasa seperti dipeluk orang tua sendiri.

Aku dan Bu Sonya berbincang dan tertawa bahagia. Aku nyaman sekali berbicara dengannya, benar benar seperti memiliki orang tua kandungku sendiri.

Angga sedari tadi memerhatikanku dan Mamahnya bisa ngobrol dan tertawa tanpa canggung. Angga sedikit mulai kesal.

”huft,,, gilirang denganku, Putri selalu diam dan canggung. Tapi dengan Mamah bisa akrab begitu kayak sama sahabatnya aja, bisa berbicara panjang lebar begitu” Batin Angga dan memanyunkan bibirnya.

Bersambung….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua, Ternyata Suamiku Mencintaiku   Bab 12

    Aku berjalan menuju ruang utama Masjid An Nur, langkahku terasa berat seperti dirantai. Angga sudah duduk di depan penghulu, tampak rapi dengan jas hitamnya. Angel, dengan kebaya mewahnya, duduk di samping Angga, memancarkan aura kemenangan yang dingin. Saat pandanganku menyapu ruangan, aku berhenti. Napasku tercekat. Di barisan tamu, ada sepupu bernama Imam dan di samping Imam (sepupuku), duduklah sesosok pria yang sangat kukenal. Uwa Iwan. Kakak kandung almarhum Ayahku. “Uwa Iwan!” sapaku, segera berjalan cepat menghampirinya, rasa terkejut dan haru membuat tenggorokanku tercekat. Aku langsung mencium tangannya. Tangannya hangat, menenangkan. “Putri…” Uwa Iwan menggenggam tanganku erat. Matanya menunjukkan rasa iba yang dalam. “Uwa... Uwa bisa ada di sini?” tanyaku, bingung sekaligus lega. Bagaimana Angga bisa menghubungi beliau? Angel bilang semua akan siri, tanpa wali resmi! Uwa Iwan tersenyum tipis, “Angga sudah menceritakan semuanya ke Uwa, Put. Dia datang dan menjelaskan

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua, Ternyata Suamiku Mencintaiku   Bab 11

    Beberapa hari keemudian,Akhirnya Nenekku sudah dibolehkan pulang kerumah. Rasa syukur yang tak terhingga membanjiri hatiku. Aku sangat senang.“Sini, Nek, pelan-pelan. Aku bantu,” ujarku lembut, memapah tubuh ringkihnya yang keluar dari TaksiSetelah Nenek duduk nyaman di sofa, aku langsung bergerak cepat. Aku merapikan semua barang-barang dari rumah sakit, membereskan sisa-sisa kekacauan di kamar.“Pokoknya Nenek harus sehat terus ya, Nek. Janji! Jangan sakit-sakit lagi. Aku cuma punya Nenek doang di dunia ini,” Ucapku, menarik Nenek ke dalam pelukan yang erat dan penuh haru. Air mataku sedikit menetes.Nenek membalas pelukanku, mengusap punggungku perlahan.“InsyaAllah Put, Nenek akan jaga kesehatan. Maaf ya, Sayang... Maaf sudah menyusahkanmu terus,” suaranya terdengar serak.Aku melepaskan pelukan, menatap mata tuanya yang penuh kasih. “Tidak, Ko Nek! Jangan pernah ngomong begitu! Dulu juga hanya Nenek yang merawatku seorang diri, banting tulang buat aku. Sekarang, ini waktunya

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua, Ternyata Suamiku Mencintaiku   Bab 10

    Aku dan Angga tiba di restoran yang letaknya dekat dengan tempatku bekerja. Suasana tenang, alunan musik lembut mengiringi kami menyantap hidangan yang sudah tersaji. Aku mencoba fokus pada makanan, tapi tatapan mataku selalu berakhir di wajah Angga. Jarak yang sangat dekat ini membuat sarafku tegang.Dia tampan, baik, perhatian, dan aku belum melihat kekurangan apapun yang ada di dirinya. Bahkan aura ‘suami orang’ itu samar-samar. “Tapi, kenapa dia mau menikah siri denganku? Padahal wanita jauh lebih cantik dariku banyak sekali diluaran sana ”batinku.“Mungkin dia memang benar-benar terpaksa karena istrinya yang meminta, tapi kenapa dia memerhatikanku layaknya seperti calon istri sesungguhnya? Tatapannya... itu bukan tatapan keterpaksaan,” pikiranku terus berkecamuk, mencoba mencari celah logika dari situasi ganjil ini.Angga yang sedari tadi sudah menyadari kegelisahan dan tatapan curi-curiku, akhirnya bersuara, memecah keheningan yang makin mencekam.“Kenapa, Put? Kamu enggak suka,

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua, Ternyata Suamiku Mencintaiku   Bab 9

    Aku sudah berada didepan kantor Angga, setelah berputar dulu mengambil KK dari kontrakan. Gedung yang megah, bertolak belakang dengan kondisi keuangan dan perasaanku saat ini. Aku masuk dengan langkah berat menuju Receptionist.Dan sesuai instruksi, Angga sudah memberitahu Receptionist jika aku datang disuruh langsung diantar ke ruangannya.Seorang karyawan wanita mengantarku ke depan pintu kayu jati besar.Tok tok tok,“Permisi Pak Angga,” Ucap karyawan itu.“Iya,” ucap Angga dari dalam.“Ibu Putri sudah datang, Pak,” Ucap karyawan tersebut.“Silahkan masuk, Bu Putri. Terima kasih,” karyawan itu mempersilakan masuk kepadaku lalu meninggalkanku.Aku melangkah masuk, ruangan Angga sangat luas, elegan, dan terasa mewah. Angga sudah berdiri di balik meja kerjanya.“Siang Pak Angga,” sapaku, jam sudah menunjukkan pukul 11 kurang sedikit.“Iya, siang juga, Putri. Silakan duduk,” Ucap Angga dengan senyuman yang terlalu manis untuk situasiku saat ini.“Bisa saya pinjam KTP dan Kartu Keluarga

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua, Ternyata Suamiku Mencintaiku   Bab 8

    Aku masih berada di kamar rumah sakit, di sisi ranjang Nenek Ida yang sudah terlihat segar sehabis mandi. Aroma sabun bercampur dengan bau obat-obatan, menciptakan suasana yang intim namun getir. Aku dengan telaten menyuapkan sarapan bubur hangat ke mulut Nenek dan membantu beliau merapihkan pakaian.“Put, kamu tidak kerja hari ini?” Tanya Nenek Ida, matanya yang teduh menatapku penuh perhatian.Aku menyeka sudut bibir Nenek dengan tisu. “Kerja, Nek. Tapi aku masuk siang, jam dua nanti. Sengaja aku ambil shift siang biar bisa menemani Nenek sarapan dan bersih-bersih,” jawabku sambil berusaha menyembunyikan kelelahan yang mulai menjalar di punggungku.Nenek Ida memegang tanganku yang sedang merapikan selimut. Jari-jari beliau yang keriput terasa hangat.“Ya Allah, Putriku. Pasti kamu capek sekali ya, Nak. Harus bekerja keras, lalu pulang ke kontrakan, dan balik lagi ke Rumah sakit untuk menjaga Nenek. Maafkan Nenek ya, merepotkanmu terus.”Mendengar nada kasihan itu, hatiku terasa teri

  • Terpaksa Menjadi Istri Kedua, Ternyata Suamiku Mencintaiku   Bab 7

    Pagi hari yang sangat cerah, cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela, menyinari ruang makan dengan hangat. Angel dan Angga tengah menikmati sarapan pagi mereka. Udara terasa tenang, namun ketegangan samar menyelimuti Angel yang berusaha terlihat santai.“Sayang, Gimana menurut kamu tentang Putri?” Tanya AngelAngga, yang sedang mengupas kulit pisang dengan gerakan lambat dan hati-hati, mengangkat wajahnya.“Putri? Menurutku… dia anak yang baik, Sopan. Kenapa memangnya?” Jawab Angga.“Bagus kalau begitu.”batin Angel tersenyum, senyum yang sedikit terlalu lebar. mencondongkan tubuh sedikit.“Kamu cocok kan sama dia? Maksudku, kamu nggak ada keberatan sama sekali, kan?” Ucap Angel.Angga berhenti mengupas pisang, pandangannya tertuju pada Angel. Jeda sesaat itu membuat Angel menahan napas."Iya, cocok-cocok aja sih," jawab Angga santai, melanjutkan aktivitasnya."Kenapa sih kamu kelihatan tegang banget, Sayang? Aku nggak akan menolak calon yang sudah kamu pilihkan ko" Ucap Angga.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status