Share

BAB 6

Setelah pertemuannya dengan William malam itu, Sylvi pulang dengan mengendarai mobilnya yang sudah selesai diperbaiki sore tadi. Pertemuannya dengan William belum mendapat kesimpulan apa penyebab surat perjanjian itu terjadi.

Di sepanjang perjalanan, beberapa kali dia menginjak pedal rem secara mendadak karena tidak fokus pada pandangannya. Berkali-kali air mata terjatuh tanpa sengaja dari pelupuk mata cantiknya itu hingga membuat pandangannya buram.

Hingga saat mobil yang dikendarainya sudah berada di depan gerbang sebuah Cluster Perumahan dimana rumah miliknya berada, Sylvi membelokkan kendaraannya hendak melewati gerbang itu.

Ciiiittttt...

Sylvi menginjak pedal rem dengan sekuat tenaga saat tiba-tiba sebuah bayangan terlihat di depan mobilnya. Bayangan yang tiba-tiba melintas itu ternyata adalah seorang anak kecil yang hendak berlari ke seberang jalan.

Kejadian mendadak itu membuat tubuh Sylvi menegang seketika. Gadis itu turun dari mobilnya dengan tubuh gemetar dan ketakutan. Apa yang telah terjadi? batinnya.

Seorang petugas keamanan Cluster berlari ke arahnya dan langsung melihat keadaan anak kecil yang sudah tergeletak di atas aspal.

"Mba Sylvi...." Panggil petugas keamanan bernama Tono itu. Dia sudah bekerja sebagai petugas keamanan Cluster Maharani selama 5 tahun dan mengenal semua penghuni Cluster.

"Pak, Pak Tono... Apa yang terjadi? Sebelum berbelok, saya tidak melihat siapapun. Tapi...kok bisa...begini..." sahut Sylvi gugup.

"Saya hendak membukakan gerbang saat melihat mobil mba Sylvi mau masuk. Saya juga melihat anak ini tiba-tiba berlari ke depan mobil mba Sylvi," ujar Pak Tono yang melihat kejadian itu persis di depan matanya.

"Saya...saya gak sengaja Pak. Saya gak bermaksud nabrak anak ini," ujar Sylvi semakin gemetar saat melihat darah mengalir keluar dari kepala anak kecil itu.

"Mba Sylvi, sepertinya kondisinya parah. Kita langsung bawa ke Rumah Sakit saja," usul Pak Tono.

Sylvi yang panik tak bisa berpikir dengan cepat. Seluruh tubuhnya gemetar dan berkeringat dingin. Dia takut anak itu tidak bisa bertahan karena benturan yang terjadi sebelumnya sangat keras sekali.

"I..iya...iya Pak. Tolong bantu saya, Pak," sahut Sylvi.

"Baik," jawab Pak Tono dan dengan sigap mengangkat tubuh anak itu dan menaikkannya ke mobil Sylvi. Tubuh anak itu di rebahkan di kursi belakang.

"Pak Tono, apa yang terjadi?" Tanya Susanto rekan Tono. Para petugas keamanan selalu berjaga dua orang selama 12 jam, dan setelahnya akan bergantian dengan rekan mereka lainnya.

"Susanto, saya akan menemani mba Sylvi ke Rumah Sakit. Kamu berjaga sendiri dulu ya, kami akan segera kembali," sahut Tono sigap pada rekannya yang berusia 5 tahun lebih muda darinya.

"Baik, Pak," sahut Susanto mantap.

"Biar saya yang nyetir, mba," ucap Pak Tono yang merasakan kepanikan Sylvi saat melihat wajahnya yang berkeringat.

Sylvi hanya menganggukkan kepalanya dan hendak naik ke kursi penumpang saat sebuah teriakan terdengar sangat nyaring.

"Budiiii...anakku....budiii...dimana kamu nak?"

Suara teriakan wanita berusia sekitar 35 tahun itu membuat gerakan Sylvi dan Tono terhenti. Mereka mulai menyadari sepertinya Ibu dari anak yang ditabrak Sylvi sedang mencari keberadaan anaknya.

Sylvi berbalik dan melihat wanita itu menghampirinya bersama dua orang pria. Tono memperhatikan ketiga orang itu dan mengenali salah seorang pria yang bertubuh besar.

"Joko," Panggil Tono pada pria yang dikenal sebagai tukang ojek di lingkungan itu. Joko juga seorang penagih hutang yang bekerja dengan seorang rentenir yang terkenal kejam.

"Eh Pak Tono. Apa kamu melihat seorang anak kecil berusia 7 tahun? Ibu ini mencari anaknya dari tadi," sahut Joko yang menggunakan baju tanpa lengan dan menampakkan tato macan di lengan kanannya.

Sylvi terdiam ketakutan. Dia takut anak yang sedang mereka cari adalah anak yang ditabraknya tadi.

Menyadari kondisi anak itu tidak baik-baik saja, Tono langsung membuka pintu mobil bagian belakang dan bertanya, "Apa anak ini yang kalian maksud?"

"Anakkuuuuu..." teriak wanita itu histeris saat melihat tubuh anaknya terbujur kaku di dalam mobil.

Tono segera menjelaskan kejadian yang baru saja dilihatnya dengan hati-hati karena dia tidak ingin semua orang menjadi salah paham.

"Sebaiknya kita langsung bawa ke Rumah Sakit sekarang," ujar Tono setelah menjelaskan.

Wanita yang ternyata adalah Ibunya Budi itu langsung naik ke mobil Sylvi bersama seorang pria yang datang bersamanya. Sementara itu Joko tetap tinggal dengan alasan akan tetap mengojek.

Setelah mobil Sylvi bergerak meninggalkan kawasan itu, Joko berlari ke area pemukimannya yang terletak di seberang Cluster Maharani dan memberitahukan kejadian itu kepada semua warga.

Sepanjang perjalanan wanita itu menangis tak henti-hentinya. Sylvi terpaku dengan wajah pucat di samping Tono yang sedang mengemudi. Tangannya saling bertautan karena cemas.

Tono memahami kondisi Sylvi tapi tak bisa berbuat apa-apa. Dia terus mengemudikan mobil Sylvi hingga sampai di sebuah Rumah Sakit besar terdekat di wilayah itu.

Beberapa orang Dokter dan perawat langsung menangani Budi. Hingga beberapa menit kemudian, seorang Dokter menghampiri Sylvi dan wanita yang baru diketahui namanya itu, Nina, Ibunya Budi.

"Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun nyawa anak Ibu tidak bisa diselamatkan karena luka di kepalanya sangat parah."

Wajah Sylvi semakin menegang setelah mendengar penjelasan Dokter. Sementara itu Nina langsung terkulai lemas dan menangis histeris sekencang-kencangnya.

Tono yang baru datang setelah memarkirkan mobil Sylvi di parkiran bawah tanah pun terkejut mendengarnya. Sementara itu pria yang datang bersama Nina langsung menenangkan wanita itu dan memapahnya duduk di kursi ruang tunggu.

Tono menatap wajah Sylvi yang pucat dan tak bisa berkata apa-apa hingga beberapa orang warga datang berkerumun.

"Ada apa, Nina? Apa yang terjadi dengan Budi?" Tanya seorang wanita gemuk yang ternyata adalah tetangga Nina.

"Bu Jum... Anakku...Budi...meninggal huaaaaa..." sahut Nina dan menangis semakin keras.

"Apa? Siapa yang melakukannya? Joko bilang Budi tertabrak mobil. Siapa yang sudah menabrak Budi?" Teriak seorang pria lain.

"Dia...."

Nina sontak menunjuk ke arah Sylvi yang memucat dan membuat semua orang yang baru datang merasa geram dan menatap tajam ke arahnya.

"Tenang dulu. Kalian semua tenang dulu. Kita bicarakan baik-baik. Sebelumnya saya sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Saya akan menjelaskannya lagi pada kalian semua," sahut Tono yang melihat situasi mulai tidak kondusif.

Setelah penjelasan Tono berhasil menenangkan semua orang, barulah Sylvi membuka mulutnya yang bungkam sejak tadi karena ketakutan.

"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya tidak sengaja menabrak anak Ibu hingga dia meninggal. Dan sebagai permintaan maaf dan belasungkawa, izinkan saya menyerahkan uang sebesar 15 miliar sebagai kompensasi."

Semua orang yang mendengar ucapan Sylvi terdiam sambil membelalakkan matanya, termasuk Tono.

"15 miliar?" desis seorang warga.

"Saya tahu, uang tidak akan mengembalikan nyawa anak Ibu. Sekalipun saya tidak sengaja melakukannya, tapi saya tetap merasa bertanggungjawab atas kejadian ini. Sekali lagi saya memohon maaf. Saya akan transfer uangnya sekarang juga," lanjut Sylvi saat melihat tatapan tidak percaya dari semua orang.

Sylvi merasa ketakutan karena takut di anggap membual dengan menyebutkan nominal itu. Sementara semua orang terkejut dengan angka fantastis itu.

Setelah mentransfer uang ke nomer rekening yang diberikan Nina, Sylvi menunjukkan layar ponselnya kepada wanita itu.

Semua orang termasuk Tono berdesakan ingin melihat sendiri apa yang terjadi.

Transaksi berhasil. Uang sebesar 15 miliar telah ditransfer ke rekening bank atas nama Nina Sunawa.

Semua mata membelalak. Bahkan tampak beberapa biji mata hendak keluar dari sarangnya saking takjubnya.

Begitu juga dengan Nina. Saat melihat nominal fantastis itu masuk ke rekening bank miliknya, wanita itu berusaha menyembunyikan senyum bahagianya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status