Dua minggu berlalu tanpa harapan. Harapan Sylvi untuk mendapat bantuan hukum. Seorang penjaga wanita membangunkan nya yang hampir pingsan setelah dijadikan samsak hidup oleh tujuh wanita begundal .
"Tahanan 1234, ada tamu," teriak penjaga wanita itu."Tamu?" tanya Sylvi lirih. Secercah harapan timbul dibenaknya.Gadis bertubuh kurus itu tiba-tiba duduk dengan wajah berseri-seri, di balik luka lebamnya."Apakah itu William? Atau Om Stevan? Mungkin juga Tante Marina, atau Hani yang berubah pikiran?" gumamnya dalam hati."Namanya James Singgih," ujar penjaga wanita itu.Sylvi langsung terkulai lemas. Mau apa lagi singkong rebus basi itu menemuiku? Apa dia mau menertawakanku? geramnya kesal.Sylvi masih ingat pertemuan terakhirnya dengan James Singgih yang menyebalkan itu, tiga bulan yang lalu."Presdir, ada tamu penting yang ingin bertemu denganmu," ujar Diana Pinkan, sekretaris Sylvi."Siapa?" Tanya Sylvi sambil terus menatap laporan keuangan yang baru saja diserahkan Diana beberapa jam yang lalu.Johan Waluyo, manajer keuangan yang baru bekerja di perusahaan itu selama tiga bulan, menitipkan laporan itu pada Diana. Pagi ini Sylvi datang terlambat ke kantor karena mobil yang biasa dia gunakan tiba-tiba rusak di tengah jalan dan dia harus membawa mobilnya ke bengkel langganannya setelah menghubungi mobil derek."Bapak James Singgih dari perusahaan properti Indah Perkasa," sahut Diana."Mau apalagi dia?" Tanya Sylvi geram saat mendengar nama itu.James Singgih adalah pemilik perusahaan properti saingannya. James selalu saja mencoba untuk merebut semua proyek yang berhasil Sylvi dapatkan melalui persaingan yang adil. Tapi dia juga lah yang selalu merasa tidak mendapatkan keadilan karena dia tak berhasil mendapatkan tender yang Sylvi miliki.James pria hidung belang itu selalu mengancam dengan alasan kedekatannya dengan para pejabat akan menghancurkan perusahaan Sylvi cepat atau lambat.Sungguh muak melihat wajahnya yang munafik itu. Terlebih lagi saat dia tersenyum mesum, Menjijikkan."Aku sibuk dan tidak ada waktu bertemu dengannya," ujar Sylvi ketus."Baik, Presdir" sahut Diana dan berbalik menuju meja kerjanya hendak memberitahu resepsionis untuk menolak kedatangan si James mesum itu.Belum sempat Diana berbicara di telepon, lelaki bertubuh tambun dengan perut buncit itu sudah ada di depan ruangan Sylvi dan masuk begitu saja tanpa Permisi.Lima orang pengawal di belakangnya sedang menahan petugas keamanan perusahaan yang berusaha menghalangi mereka."Hahahaha.... Presdir Sylvi Anugrah, lama tak bertemu denganmu."Suara beratnya itu sungguh memekakkan telinga dan membuat mood Sylvi makin hancur berantakan.Laporan keuangan tahunan yang gak sinkron, mobil rusak saat di perjalanan, sekarang ditambah lagi dengan kehadiran singkong rebus basi yang merusak aroma penciuman.Entah wewangian apa yang dipakai laki-laki itu, aromanya seperti bau singkong rebus yang sudah basi di hidung Sylvi yang sensitif."Kurang ajar. Apa kamu gak pernah di ajarkan sopan santun saat di sekolah dulu?" bentaknya kesal."Makiiiiinn cantik kalo udah marah begitu. Aku suka. Aku suka. Hahahaha..." ujarnya tak tahu malu."Bajingan..." ucap Sylvi dengan nada suara tertahan."Duduk dulu. Kita bisa kan bicara baik-baik?" ujarnya sambil duduk di sofa di depan meja kerja dan tersenyum mesum. Menggelikan."Ini kantorku. Apa hak mu memerintah aku?" bentak Sylvi makin galak."Oh baiklah. Terserah kamu saja mau duduk atau berdiri. Yang terpenting, kau tetaplah wanita pujaan hatiku, nona Sylvi yang baik hati," ujarnya sarkas dan semakin membuat dada Sylvi sesak karena emosi.Melihat wajah Sylvi yang sudah merah padam karena marah, dia buru-buru bicara."Oke. Langsung ke inti permasalahan saja ya. Perusahaan ini akan segera ku ambil alih dalam waktu 1 bulan," ucapnya sombong."Apa maksudmu?" bentak Sylvi keras.James mengeluarkan sebuah amplop coklat berukuran besar dari tas kerjanya lalu mengeluarkan dua lembar kertas dari dalam amplop."Baca ini," ujarnya sambil meletakkan lembaran kertas itu di atas meja sofa.Dari jarak yang tak terlalu jauh, Sylvi bisa melihat tanda tangan dan stempel perusahaannya di bagian bawah kertas itu.Tampaknya surat itu seperti surat perjanjian dengan perusahaanku. Tapi perjanjian apa? Sejak kapan aku membuat surat perjanjian dengan orang mesum itu? pikir Sylvi mulai gusar."Ayo lihatlah. Jangan bertanya-tanya seperti itu donk, sayang," ujarnya santai.Suaranya yang memuakkan membuat perut Sylvi mual seketika. Tapi rasa penasaran saat melihat stempel perusahaan membuatnya berjalan ke arah sofa dan mengambil lembaran kertas itu."Apa?" teriaknya sambil membelalakkan mata karena terkejut dengan isi surat perjanjian itu."Apa-apaan ini?" teriaknya lagi karena tak percaya dengan apa yang baru saja dia baca."Hahahahaa... Aku beri kamu waktu 1 bulan untuk mengosongkan perusahaan ini dan angkat kaki segera. Jika tidak, aku akan menuntut kamu ke pengadilan dan menjebloskanmu ke penjara," ujarnya menantang di iringi suara tawa menjijikkan yang masih terdengar bahkan saat dia sudah meninggalkan ruangan kerja Sylvi."Dianaaaa..." teriaknya memanggil Diana yang dari tadi tak berani masuk karena ada penjaga si singkong rebus basi itu."Ya, Presdir," ujar Diana sedikit gemetar."Lihat. Baca ini. Sejak kapan aku punya perjanjian seperti ini sama manusia biadab itu?" ujar Sylvi sambil menyodorkan beberapa lembar kertas padanya.Diana meraih kertas itu dan ikut membelalakkan matanya. Dia pun tak percaya dengan apa yang tertulis di atas kertas itu."Bagaimana mungkin ada perjanjian seperti ini, Presdir?" ujarnya gugup. Tangannya bergetar hebat dan matanya berkaca-kaca.Sylvi membuka laci meja kerjanya dan meraih kotak obat kecil disana. Beberapa butir obat sakit kepala sebelah ditenggak sambil meminum air putih yang sudah tersedia di atas meja.Diana masih terpaku di tempatnya semula dengan kondisi sama seperti tadi.Surat perjanjian yang baru saja diserahkan James itu berisi tentang pengalihan aset perusahaan Anugrah Sejati pada James jika saja hutang Sylvi padanya tidak dibayarkan selama 6 bulan. Dan perjanjian itu berakhir tepat hari ini.Di lembar kertas berikutnya tertulis bahwa Sylvi berhutang pada James sebanyak 150 miliar padanya dalam bentuk uang Cash.Uang Cash? 150 miliar? Apa mungkin?Dan gilanya lagi, di atas dua lembar kertas itu tercantum tanda tangan Sylvi dan stempel perusahaan Anugrah Sejati."Gak mungkin. Gak mungkin terjadi. Aku tidak pernah berhutang apapun pada James apalagi sampai menandatangani surat itu. Itu pasti palsu," pikir Sylvi yang baru pulih dari keterkejutan dan mulai berpikir jernih sekarang.Dia mengambil ponsel dan menghubungi James.Beberapa panggilan tak tersambung. Sylvi bahkan makin panik sekarang."Bagaimana kalau surat itu memang asli? Dalam waktu 1 bulan, aku harus menyerahkan perusahaanku pada James?" teriaknya kesal.Dasar singkong basi sialan, awas saja kau nanti.Sylvi langsung menghubungi pengacara andalannya dan membuat janji temu dengannya sore nanti.Setelah jam kerja usai, Sylvi buru-buru menemui pengacaranya di tempat yang sudah mereka sepakati."Surat ini asli. Dan biasanya, surat perjanjian seperti ini dibuat dua rangkap agar bisa dipegang masing-masing pihak," ujar William Neil, pengacara blasteran Jerman yang memiliki kewarganegaraan Indonesia.Ucapannya membuat Sylvi membeku tak berdaya. Benar-benar di luar nurul. Sejak kapan aku menandatangani surat perjanjian seperti itu? pikirnya kesal."Tapi aku gak pernah punya hutang piutang sama dia, Will," ujarnya lirih."Apalagi pakai surat perjanjian gini," lanjut Sylvi dengan nada suara menahan tangis."Masalahnya adalah, bagaimana mungkin tanda tanganmu ada di atas surat perjanjian ini jika bukan kamu sendiri yang menandatangani nya? Bahkan ada stempel perusahaan segala," ujar William bingung."Apa ada orang dekat yang menjebakmu?" Tanya William lagi.Setelah pertemuannya dengan William malam itu, Sylvi pulang dengan mengendarai mobilnya yang sudah selesai diperbaiki sore tadi. Pertemuannya dengan William belum mendapat kesimpulan apa penyebab surat perjanjian itu terjadi.Di sepanjang perjalanan, beberapa kali dia menginjak pedal rem secara mendadak karena tidak fokus pada pandangannya. Berkali-kali air mata terjatuh tanpa sengaja dari pelupuk mata cantiknya itu hingga membuat pandangannya buram.Hingga saat mobil yang dikendarainya sudah berada di depan gerbang sebuah Cluster Perumahan dimana rumah miliknya berada, Sylvi membelokkan kendaraannya hendak melewati gerbang itu.Ciiiittttt...Sylvi menginjak pedal rem dengan sekuat tenaga saat tiba-tiba sebuah bayangan terlihat di depan mobilnya. Bayangan yang tiba-tiba melintas itu ternyata adalah seorang anak kecil yang hendak berlari ke seberang jalan.Kejadian mendadak itu membuat tubuh Sylvi menegang seketika. Gadis itu turun dari mobilnya dengan tubuh gemetar dan ketakutan. Apa
"Haii nona cantik. Gimana kabarmu hari ini?" Tanya James dengan wajah ceria."Gak usah basa-basi. Kau bisa lihat sendiri kabarku seperti apa," sahut Sylvi ketus."Hmm... Hahahaha... Ah.. sungguh disayangkan, kau tidak mengikuti saranku waktu itu. Andai saja kau menuruti permintaan ku, pastinya kau tidak akan babak belur seperti sekarang," sinis James yang membuat Sylvi muak.James pernah menemuinya di rumah tahanan sehari sebelum sidang putusan dibacakan. James meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya, dengan begitu pria berperut buncit itu akan menyelamatkannya dari tuduhan pembunuhan. Sylvi saat itu merasa yakin akan memenangkan perkara tersebut karena ada William. Namun dia tidak menyangka, setelah pertemuannya dengan James Singgih hari itu William pun datang dan mengatakan bahwa dia tidak akan melanjutkan perkara itu lagi dan menolak untuk naik banding. William menyuruh Sylvi untuk mencari pengacara lain tapi tentu saja Sylvi tidak bisa melakukannya karena dia sudah tidak memil
Di sudut lain rumah tahanan itu, ada tempat berolahraga khusus untuk para penjaga. Namun tempat itu sangat jarang digunakan karena para penjaga rumah tahanan lebih memilih untuk bersantai daripada berolahraga.Dhani menyuruh Sylvi datang ke tempat itu setiap sore. Meskipun hanya ada samsak yang sudah kumuh dan beberapa barbel yang sudah lama terbengkalai, namun semua itu masih bisa digunakan."Hari ini, keluarkan semua perasaanmu pada samsak tinju itu. Tanpa menggunakan alat apapun dan sarung tinju, kamu harus bisa mengandalkan kekuatan tangan dan kakimu sendiri," perintah Dhani tanpa menatap Sylvi.Dhani tak berani sedikitpun menatap wajah gadis malang itu lagi karena dia akan merasa sangat sedih. Tapi dia bertekad akan mengajari beberapa gerakan tinju untuk bekal Sylvi membela diri.Melihat Sylvi hanya diam terpaku di depan samsak yang tergantung, Dhani mulai mempermainkan emosi gadis itu."Orang yang sudah merebut perusahaanmu, siapa namanya?" Tanya Dhani santai."James Singgih," s
Keesokan harinya, Dhani sudah berada di tempat olahraga itu menunggu kedatangan Sylvi. Sudah jam 5 sore tapi Sylvi tak kunjung datang.Saat Dhani hendak meninggalkan tempat itu karena dia harus bekerja, sosok gadis yang ditunggunya tampak berjalan terseok-seok ke arahnya."Maaf, aku datang terlambat," ucap Sylvi saat langkahnya terhenti tepat di depan Dhani.Dhani tampak gusar saat mengetahui kondisi gadis malang itu semakin memprihatinkan. Ingin rasanya dia membalas perbuatan orang-orang yang sudah menyiksa Sylvi tanpa ampun. Tapi dia tahu posisinya saat ini, dia tidak berhak untuk ikut campur."Kalau tidak bisa latihan, sebaiknya kamu istirahat saja," ujar Dhani sambil memalingkan wajahnya. Hatinya tercabik-cabik melihat pemandangan di depan matanya namun tidak bisa berbuat apa-apa. "Aku....bisa..." sahut Sylvi sambil berjalan ke arah samsak yang masih berada di tempat yang sama seperti sebelumnya."Ada barbel di sudut sana. Kau bisa belajar mengangkat beban berat untuk menguatkan
Sagi tiba di rumah kontrakan nya tepat jam 7 malam. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di rumah tahanan pada jam 6 sore, dia akan berjalan kaki untuk menghemat pengeluaran. Waktu yang dia butuhkan untuk berjalan menuju rumah kontrakan nya adalah 1 jam, tapi dia tidak pernah mengeluh.Siapa tahu dengan berhemat, aku bisa menabung dan membelikan rumah sederhana untuk gadis kecilku, Ziana.Tepat saat dia membuka pintu rumahnya, Sagi dikejutkan dengan kedatangan Dhani yang sudah berdiri di belakangnya."Selamat malam, Pak Sagi," sapa Dhani dengan sopan."Pak Dhani," seru Sagi gembira. Dhani duduk di lantai rumah kontrakan Sagi yang hanya berukuran 3x5 meter itu setelah dipersilahkan oleh tuan rumah. Tidak ada sofa atau kursi, tidak ada hiasan dinding dan ornamen apapun di tembok polos dengan cat yang sudah mengelupas. Diruangan itu hanya ada sebuah kasur tipis yang sudah lusuh di sudut ruangan dan sebuah kipas angin kecil yang sering rusak."Saya bawa dua bungkus nasi goreng. Kita makan
"Tidaaakkkkkk...." teriak Sylvi sekuat tenaga. Dia tidak mau mati di penjara. Dia tidak mau semua usahanya gagal hari ini. Dia tidak mau mati di tangan dua dari tujuh wanita begundal sialan itu.Namun injakan kaki Markijem benar-benar membuatnya sesak dan tak bisa bergerak."Berhenti!!!"Suara Pak Sagi terdengar cukup lantang di telinga Sutiwe dan Markijem. Kaki Sutiwe yang melayang di udara dan hendak mendarat di dada Sylvi pun langsung terhenti dan membuat tubuhnya oleng. Sutiwe terjatuh di samping Sylvi yang masih memegang kaki Markijem yang berat."Kalian mau bunuh orang?" Tanya Sagi berang sambil mendorong tubuh Markijem agar Sylvi bisa terlepas dari injakan kaki wanita kejam itu.Sagi membantu Sylvi bangun dari lantai kamar mandi. Berkali-kali gadis malang itu terbatuk dengan nafas sesak. "Mba Sylvi gak apa-apa?" Tanya Sagi khawatir. Untung saja dia datang tepat waktu. Kalau tidak, bisa-bisa gadis itu sudah tinggal nama malam ini."Heh tukang sapu kerempeng, lu pikir lu siapa?
Sylvi tak dapat menggambarkan perasaannya kali ini. Terkejut sekaligus senang mendengar penjelasan Dhani, tapi dia juga bingung kenapa dia bisa dipindahkan ke sel tahanan baru itu. "Ngomong-ngomong, kamu kerja disini sekarang?" Tanya Sylvi pada Dhani yang kembali melangkah."Ya, baru hari ini. Dan seharian ini aku sibuk mengurus administrasi kepindahanku kesini. Untungnya tadi sore sempat ketemu sama Pak Sagi. Kalau tidak..." sahut Dhani terputus."Kalau tidak apa?" Tanya Sylvi penasaran. "Kalau tidak, kamu udah jadi bakwan jagung hari ini, hihihi..." sahut Dhani terkikik.Sylvi menghentikan langkahnya menyadari keberuntungannya hari ini. Benar, mukjizat itu ada. Dan malaikat penolongku datang tepat waktu. Terima kasih Pak Sagi, terima kasih Dhani. Semoga aku bisa membalas kebaikan kalian suatu saat nanti, gumamnya dalam hati.Melihat Dhani berbelok di ujung koridor, Sylvi berlari mengejar Dhani yang terus berjalan. Dhani berhe
Tepat jam 7 malam Sylvi mengajak Mery untuk makan malam di aula rumah tahanan. Mery yang belum terbiasa merasa enggan bertemu dengan narapidana lainnya di tempat itu."Tidak apa-apa. Kan ada saya, Bu Mery," bujuk Sylvi. Mery akhirnya mengikuti Sylvi yang melangkah lebih dulu. Sebenarnya dia enggan pergi ke aula, tapi karena perutnya lapar karena dia sering lupa makan belakangan ini, mau tidak mau dia mengikuti Sylvi untuk sekedar mengisi perutnya.Untung ada Sylvi, kalau tidak, aku bisa puasa lagi setahun disini, pikirnya.Saat hampir tiba di aula, Sylvi menghentikan langkahnya sambil melihat ke kiri dan ke kanan."Kamu cari siapa?" Tanya Mery bingung. "Mmm...ahh... enggak," sahut Sylvi gugup dan kembali melangkah menuju aula.Tangan Sylvi gemetar saat mengambil nasi, tahu, tempe dan sayur kangkung. Dalam hatinya dia berharap tidak bertemu lagi dengan tujuh wanita begundal itu.Mery mengikuti semua gerakan Syl