Home / Rumah Tangga / Terpaksa menjadi istri dadakan CEO / Bab 4 — Kabar yang Menyebar

Share

Bab 4 — Kabar yang Menyebar

Author: Cludsydayss
last update Huling Na-update: 2025-03-04 19:04:17

Pagi itu, Eleanor baru saja turun dari kamarnya dengan mata setengah tertutup saat ponselnya bergetar tanpa henti di meja makan.

Ibunya yang sedang menyiapkan sarapan menoleh. “Teman-temanmu ribut sekali pagi ini. Dari tadi HP-mu nggak berhenti berbunyi.”

Eleanor menguap kecil sebelum meraih ponselnya. Begitu melihat deretan notifikasi yang masuk, ia langsung tersadar seketika.

Grup Chat – Geng Gila

Lana: ELEANOR! APAKAH INI BENAR?!

Mia: LO DIJODOHIN SAMA NATHANIEL ALDRIC?

Lana: KENAPA LO NGGAK BILANG DARI KEMARIN-KEMARIN?!

Mia: CEPET JAWAB SEBELUM KAMI DATANG KE RUMAH LO!

Eleanor hampir menjatuhkan ponselnya. Dari mana mereka tahu?!

Ia buru-buru membuka media sosial dan matanya langsung membesar saat melihat sebuah unggahan yang mulai viral.

Nathaniel Aldric Terlihat Bersama Seorang Wanita di Makan Malam Keluarga—Apakah Ini Tanda-Tanda Pernikahan?

Berbagai foto yang diambil diam-diam terpampang jelas. Salah satunya adalah saat Nathaniel menggenggam tangannya di meja makan.

Eleanor langsung memekik kecil.

Ibunya menoleh. “Kenapa, sayang?”

Eleanor menoleh panik. “Ibu… Ini… Aku…”

Bel pintu rumahnya tiba-tiba berbunyi keras.

BRAK! BRAK! BRAK!

“ELEANOR! BUKA PINTUNYA!” suara Lana terdengar dari luar.

Eleanor mengusap wajahnya dengan frustasi. Hari ini baru dimulai, dan ia sudah bisa merasakan kekacauan yang menunggunya.

Semua ini gara-gara Nathaniel Aldric!

Ia menghela napas panjang sebelum berjalan ke pintu. Begitu membukanya, Lana dan Mia langsung masuk tanpa permisi.

“JELASKAN!” Lana menunjuk layar ponselnya.

Mia menyilangkan tangan. “Gimana mungkin lo jadian sama Nathaniel Aldric dan nggak bilang sama kita?!”

Eleanor mengerang frustasi. “Gue nggak jadian! Ini—”

Lana menyipitkan mata. “Terus? Lo pegang tangan cowok itu di depan keluarganya hanya karena iseng?”

Eleanor tersedak udara sendiri. “Itu… itu situasi yang terpaksa! Gue dijodohkan, oke?”

Mia melotot. “Jodoh? Kayak di sinetron?”

Eleanor mengangguk lesu.

Lana dan Mia bertukar pandang sebelum kembali menatap Eleanor penuh selidik.

“Jadi… lo bakal nikah sama Nathaniel Aldric?” tanya Mia pelan.

Eleanor mengerang dan menjatuhkan kepalanya ke meja. “Gue nggak tahu… semuanya berantakan banget.”

Lana duduk di sampingnya. “Lo sadar nggak kalau ini berita besar banget? Nathaniel itu bukan cowok sembarangan.”

Eleanor mendesah. “Ya, Gue tahu. CEO muda, tampan, sukses, dan sangat menyebalkan.”

Mia menyeringai. “Tampan, ya?”

Eleanor langsung menegakkan tubuhnya. “Fokus, Mia!”

Mia tertawa. “Oke, oke. Tapi serius, lo harus hati-hati. Kalau berita ini sudah menyebar, berarti orang-orang mulai mengawasi lo.”

Eleanor menggigit bibirnya. Ia tidak pernah berpikir sejauh itu.

Ponselnya tiba-tiba berdering.

Nathaniel Aldric.

Lana dan Mia langsung membungkuk untuk mengintip layar ponsel Eleanor.

Lana bersiul pelan. “Wah, wah… calon suami lo menelepon.”

Eleanor menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk sebelum akhirnya mengangkatnya.

“Halo?”

Suara Nathaniel terdengar datar di seberang sana. “Kita perlu bicara.”

“Bicara tentang apa?”

“Temui aku di kafe dekat kantorku. Aku kirim alamatnya.”

Klik.

Eleanor menatap ponselnya dengan mulut menganga. “Dia… dia baru aja nutup telepon sebelum Gue jawab?”

Lana mendecak. “Ya ampun, cowok itu bener-bener CEO arogan.”

Mia mengangguk. “Tapi lo tetep harus pergi, kan?”

Eleanor mendesah. “Iya, kayaknya nggak ada pilihan.”

Lana tersenyum nakal. “Oke, kalau gitu…”

Eleanor langsung curiga. “Kalau gitu apa?”

Mia terkikik. “Kita harus pilih outfit yang pas buat lo! Ini pertemuan penting.”

Eleanor mengerang. “Gue mau pergi buat konfrontasi, bukan buat kencan!”

“Tapi tetep aja, lo harus tampil stunning,” sahut Lana.

Eleanor hanya bisa pasrah saat mereka menyeretnya ke kamar dan mulai mengacak-acak lemarinya.

Beberapa jam kemudian, Eleanor tiba di kafe. Ia mengenakan blouse putih dengan rok midi beige.

Matanya langsung menangkap Nathaniel yang duduk di sudut ruangan.

Eleanor berjalan mendekat dan menjatuhkan diri ke kursi di hadapannya. “Oke, aku di sini. Mau bicara apa?”

Nathaniel meletakkan ponselnya di meja. “Kau sudah lihat beritanya?”

Eleanor mendengus. “Ya, dan aku juga sudah dapat serangan interogasi dari teman-temanku.”

Nathaniel menyandarkan tubuhnya. “Kita harus menetapkan aturan.”

Eleanor menaikkan alis. “Aturan?”

“Kita tidak bisa membiarkan rumor ini berkembang liar. Aku tidak ingin ada drama berlebihan.”

Eleanor menatapnya skeptis. “Dan aturan macam apa yang kau maksud?”

“Pertama, kita akan bertemu lebih sering di depan publik untuk meyakinkan semua orang bahwa hubungan ini nyata.”

Eleanor hampir tersedak. “Apa?! Kau mau aku berpura-pura pacaran denganmu?”

Nathaniel mengangkat bahu. “Bukankah itu bagian dari perjodohan ini?”

Eleanor mengerang. “Lalu apa lagi?”

“Tidak ada hubungan personal. Ini murni kesepakatan.”

Eleanor mendengus. “Percaya deh, aku juga tidak tertarik dengan hubungan personal.”

Nathaniel tersenyum tipis. “Bagus.”

Eleanor menyipitkan mata. “Dan kalau aku melanggar aturan ini?”

Nathaniel menatapnya tajam. “Kau tidak akan melanggarnya.”

Eleanor mendecak. “Dasar CEO menyebalkan.”

Nathaniel hanya tersenyum samar. “Dan kau calon istri yang cerewet.”

Eleanor hampir melempar sendok ke arahnya.

“Besok malam, akan ada acara gala. Aku butuh kau ada di sana bersamaku.”

Eleanor nyaris tersedak. “Gala? Yang dihadiri orang-orang penting itu?!”

Nathaniel mengangguk. “Aku sudah menyiapkan gaun untukmu.”

Eleanor menatapnya dengan tidak percaya. “Serius? Aku bahkan tidak diberi pilihan?”

Nathaniel mengangkat bahu. “Kau punya pilihan. Tapi jika menolak, rumor akan semakin liar.”

Eleanor mendesah. “Baiklah. Aku akan datang.”

Nathaniel tersenyum kecil. “Bagus.”

Eleanor memutar matanya. “Tapi ingat, aku tidak akan membuat ini mudah untukmu.”

Nathaniel menatapnya dengan penuh arti. “Aku tidak pernah berharap sebaliknya.”

Malam itu, Eleanor menemukan sebuah kotak besar di ranjangnya.

Di dalamnya, ada gaun navy elegan dan sepatu hak tinggi serasi.

Di atasnya, ada kartu kecil bertuliskan:

"Kuharap kau tidak terlalu cerewet saat mengenakan ini. – Nathaniel."

Eleanor langsung memekik kesal. “Astaga! Aku benar-benar akan membuat hidupnya sulit!”

Tapi meskipun begitu, ia tetap tidak bisa mengalihkan pandangannya dari gaun itu.

Dan di lubuk hatinya yang terdalam, ia mulai merasa… gugup.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terpaksa menjadi istri dadakan CEO   Bab 42 – Tarikan yang Tak Terhindarkan (Lanjutan)

    Eleanor berjalan menuju kamarnya dengan langkah cepat, tapi pikirannya masih berkecamuk. Pertanyaan Nathaniel tadi terus terngiang di kepalanya. Apa kau mulai merasa nyaman denganku? Ia mendesah pelan, berusaha menepis perasaan aneh yang mulai muncul dalam dirinya. Ini tidak boleh terjadi. Ia tidak boleh lengah. Namun, bayangan tatapan serius Nathaniel dan nada suaranya yang berbeda dari biasanya tetap melekat dalam benaknya. Setelah berganti pakaian dan bersiap untuk pergi, Eleanor turun kembali ke ruang tamu. Nathaniel masih di sana, berdiri dengan kemeja putihnya yang sudah tertata rapi, siap untuk berangkat ke kantor. Saat pria itu melihatnya, ia mengangkat alis. "Kau mau ke butik hari ini?" Eleanor mengangguk. "Ya, ada beberapa hal yang harus aku urus." Nathaniel menatapnya sesaat sebelum akhirnya berkata, "Aku bisa mengantarmu." Eleanor terkejut, lalu buru-bu

  • Terpaksa menjadi istri dadakan CEO   Bab 43 – Kebingungan yang Makin Jelas

    Setelah perjalanan yang terasa lebih lama dari seharusnya, mobil akhirnya berhenti di depan butik Eleanor. Wanita itu buru-buru membuka pintu dan keluar, seolah ingin segera menjauh dari aura mengganggu yang ditimbulkan oleh kehadiran Nathaniel di sisinya. Nathaniel menatapnya dengan ekspresi tak terbaca. "Aku jemput nanti?" Eleanor menoleh sekilas, mencoba mencari alasan untuk menolak, tapi pada akhirnya hanya mengangguk kecil. "Terserah." Nathaniel tersenyum tipis mendengar jawaban itu. "Baiklah, sampai nanti." Tanpa menunggu lebih lama, Eleanor segera masuk ke dalam butiknya. Ia merasa perlu menenangkan pikirannya sebelum emosinya semakin kacau. Namun, begitu ia melangkah masuk, seorang pegawainya, Lisa, langsung menyambut dengan tatapan penuh selidik. "Kak Eleanor... tadi aku lihat bos besar nganterin kakak?" tanyanya dengan nada penasaran. Eleanor menghela napas panjang. "Jangan

  • Terpaksa menjadi istri dadakan CEO   Bab 40 – Kebiasaan Baru

    Pagi di apartemen terasa lebih tenang dari biasanya. Eleanor terbangun sedikit lebih awal dari alarmnya, matanya masih setengah terpejam saat ia menyadari suasana di sekelilingnya. Butuh beberapa detik baginya untuk mengingat bahwa ini bukan kamarnya di rumah lama, melainkan apartemen tempat ia tinggal bersama Nathaniel.Ia menghela napas pelan sebelum turun dari tempat tidur. Setelah mencuci muka dan mengganti pakaian, Eleanor keluar dari kamar, sedikit terkejut saat melihat Nathaniel sudah berada di dapur, mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku.Pria itu sedang menuangkan kopi ke dalam cangkirnya sendiri, lalu melirik sekilas ke arah Eleanor. “Pagi.”Eleanor berjalan mendekat. “Kau bangun lebih awal.”Nathaniel menyesap kopinya sebelum menjawab. “Aku memang selalu bangun pagi.”Eleanor mengangguk pelan. Ia sempat melirik meja makan dan menemukan satu cangkir tambahan di sana. “Kau buatkan kopi untukku juga?”

  • Terpaksa menjadi istri dadakan CEO   Bab 41 – Perasaan yang Mulai Mengusik

    Malam semakin larut, tetapi Eleanor masih belum bisa tidur. Pikirannya terus berputar, mengingat bagaimana Nathaniel mulai berubah. Ada sesuatu dalam tatapan pria itu, dalam caranya berbicara, yang terasa berbeda.Ia berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit dengan napas pelan. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya, dan itu membuatnya frustrasi.“Apa aku terlalu banyak berpikir?” gumamnya pelan.Namun, meskipun ia mencoba mengabaikannya, kenyataan bahwa Nathaniel tidak lagi terasa seperti pria dingin yang dulu ia kenal tetap menghantuinya.Tiba-tiba, suara ketukan pelan terdengar dari pintu kamarnya. Eleanor menoleh, sedikit terkejut.“Eleanor,” suara Nathaniel terdengar dari luar. “Kau masih bangun?”Eleanor ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Iya, ada apa?”Nathaniel tidak langsung menjawab. Ada jeda singkat sebelum akhirnya ia berkata, “Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja.”

  • Terpaksa menjadi istri dadakan CEO   Bab 38 – Perasaan yang Makin Sulit Dibantah

    Pagi datang dengan sinar matahari yang perlahan menerobos tirai kamar. Eleanor menggerakkan tubuhnya sedikit, matanya masih setengah terpejam. Ia merasa hangat, lebih nyaman dari biasanya.Saat kesadarannya kembali sepenuhnya, ia menyadari sesuatu—ada lengan kuat yang melingkar di pinggangnya.Jantungnya langsung berdetak lebih cepat. Dengan hati-hati, ia menoleh dan menemukan dirinya berada dalam pelukan Nathaniel.Lelaki itu masih tertidur, napasnya teratur, dan wajahnya tampak lebih tenang dari biasanya. Biasanya, Nathaniel selalu menjaga jarak darinya. Tapi sekarang…Eleanor menelan ludah, tidak yakin harus berbuat apa. Ia mencoba bergerak pelan agar tidak membangunkannya, tetapi saat ia sedikit bergeser, cengkeraman lengan Nathaniel justru mengerat."Jangan gerak," suara Nathaniel terdengar, serak dan dalam.Eleanor membeku. "Kau sudah bangun?"Nathaniel tidak langsung menjawab. Ia menarik napas panjang sebelum akhi

  • Terpaksa menjadi istri dadakan CEO   Bab 37 – Kebersamaan yang Mengusik

    Eleanor masih terdiam di tempatnya, merasakan hembusan angin malam yang menyapu wajahnya. Perkataan Nathaniel barusan membuatnya kehilangan kata-kata. Ia tidak menyangka pria itu akan mengatakannya secara langsung seperti itu.Nathaniel tetap berdiri di hadapannya, menunggu reaksi. Tapi Eleanor hanya mengalihkan pandangan, berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba tidak teratur."Apa kau selalu mengatakan hal seperti itu kepada semua wanita?" tanya Eleanor akhirnya, berusaha terdengar santai.Nathaniel menatapnya tanpa ekspresi. "Tidak."Jawaban singkat itu justru semakin mengganggunya. Eleanor berdeham pelan, mencoba mengembalikan kontrol atas emosinya. Ia tidak boleh terbawa suasana."Kau terlalu percaya diri, Nathaniel," katanya, berusaha tersenyum sinis. "Aku tidak merasa terganggu."Nathaniel tidak langsung membalas. Ia hanya mengamati Eleanor dengan mata tajamnya, seolah membaca setiap kebohongan kecil dalam kata

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status