“Jangan berani menyentuhku!" Helena mendorong keras tubuh Topan menjauh darinya, ia segera meraih pakaiannya yang sempat ditarik dan menghindar, tetapi sebelum dia berhasil mendekati pintu, Topan kembali menangkapnya.
“Mau kemana, hah!’ Topan menarik tubuh itu dan kembali melemparnya ke atas ranjang, ia melangkah seperti, apalagi ketika sebagian tubuh istrinya terlihat. “Jangan berani mendekat Topan, atau aku berteriak!” “Hahaha,” tawanya, ia menarik tangan Helena dan mencengkramnya kuat. “Bukankah ini yang kau inginkan? Kita memiliki anak dan–” “Jangan bermimpi.” Helena melepas tangannya paksa dan berdiri kembali. Ia menatap Topan dengan tajam. “Jangan bermuka dua, Helena. Aku tahu, kau sangat ingin bersamaku, dua tahun tak disentuh seharusnya kau senang?” Topan meraih tangan Helena lagi dan mencoba menciumnya, tetapi lagi-lagi wanita itu menjauh darinya. “Simpan semua khayalanmu, Topan. Benar jika aku pernah mencintaimu selama bertahun, tapi itu dulu,’ kata Helena, ‘sekarang, aku sudah tidak peduli padamu. Jadi keluar dari kamarku!” Dengan sorot mata memerah, Topan mendorong Helena dengan kuat hingga terjatuh lagi di atas kasur. “Kau menolakku? Jangan pura-pura lagi, Helena, ayo kita mulai–” Topan berteriak ketika pusaka miliknya mendapatkan serangan mendadak secara keras. Ia berteriak murka ketika Helena memilih untuk meninggalkan kamar dengan berlari. “Helena, si-alan!” teriaknya seraya memegang kepala. Saat itu, Topan langsung tumbang dan tak bergerak lagi. __________ Di jalan, Helena mengeratkan pakaiannya, karena sangat terburu, ia bahkan lupa mengambil kunci mobil. Jika kembali, takut Topan akan kembali menyerangnya. “Sekarang bagaimana, aku bahkan lupa ponselku," desahnya berjalan menyusuri lorong yang mulai terasa gelap dan sepi. Ia tidak tahu, jika di belakangnya sebuah mobil mewah tengah mengikuti dengan laju pelan. Dia Reygan dan Fandy, keduanya sudah berada di dekat Vila sejak Topan kembali dalam keadaan mabuk berat. “Tuan, sepertinya nona sangat sedih,” kata Fandy menghentikan mobil tidak jauh dari tempat Helena duduk sendiri. Fandy menoleh ke belakang saat pintu mobil terdengar terbuka, ia mendesah pelan ketika melihat pria yang tengah jatuh cinta itu berjalan dengan langkah pasti. “Dia benar-benar jatuh cinta,’ guman Fandy, “bagaimana cara menyadarkannya jika merebut istri orang lain mendapatkan sanksi sosial.” Helena menoleh ketika mendengar langkah kaki seseorang mendekat, ia merasa waspada dan hendak meloloskan diri. Akan tetapi, sebelum itu terjadi, Reygan menarik tangannya dan membawanya dalam pelukan. “Lepaskan aku!" berontak Helena mencoba melepaskan diri. Namun, Reygan tidak mendengarkan, ia lantas membawa Helena dalam gendongannya dan membawanya masuk ke dalam mobil. Fandy yang menyaksikan penculikan itu hanya berdecak tak bisa berkata. Mendengus kesal, Helena menatap malas pada Reygan, “Tuan, bukankah ini melanggar? Anda menculik saya.” Tak peduli dengan itu, Reygan mengunci mobil dan meminta Fandy segera membawa mereka pulang. “Jika tidak bahagia dengannya, lebih baik tinggalkan dia dan ikut denganku.” Helena mendengus, ia menoleh dan menatap jendela dengan tatapan hampa. Selama menikah dengan Topan, tak pernah sekali pun mereka bersama, tetapi hari ini ketika kesempatan itu ada, dia kabur. Ia merebahkan kepalanya dengan nyaman, menutup mata dan melupakan mimpi buruknya. “Bawa ke rumahku yang ada di puncak,” perintah Reygan cepat, ia tahu Helena sudah tidur jadi tidak akan mendengarkan penolakan. “Baik Tuan.” Tiba di vila pribadi miliknya, Reygan melirik Helena yang masih terlelap, “Apa dia minum obat tidur?” Fandy menggeleng pelan. “Sepertinya nona kelelahan, Tuan.” “Ya, sudah seharusnya dia bersamaku. Aku bisa membuatnya lebih bahagia dibandingkan pria yang mengaku suami, tetapi menjalin cinta dengan wanita lain.” “Anda benar, Tuan.” Fandy menggigit bibir dalam, ia lupa jika wanita di itu adalah istri orang lain. ‘Ya Tuhan, apa aku salah karena mendukung?’ batinnya lagi. “Ya sudah, bantu aku buka pintu!’ Dengan hati-hati, Reygan membawa Helena masuk dalam gendongannya. Pria itu tidak sadar bahwa tengah melakukan kesalahan yang besar. “Tuan, nenek Anda menelepon sejak beberapa menit yang lalu,” lapor Fandy memeriksa ponselnya dengan banyak notif. “Katakan padanya, besok pagi aku kembali.” Reygan segera membawa Helena naik ke kamar atas dengan bibir menyeringai kecil. “Tuan, aku harap kau sadar sebelum terlambat,” harap Fandy ngeri dengan tindakan tuannya. Tubuh kekar itu telah menghilang di balik pintu kamar, Fandy membalik diri segera masuk ke dalam kamarnya. Sementara itu, di dalam kamar, Reygan membaringkan Helena dengan hati-hati agar tidak terbangun, setelahnya ia masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. “Topan, kamu sudah salah karena menyiakan," kata Reygan dengan tubuh yang basah terkena siraman air hangat, ‘sebagai tanda terima kasihku, sudah pantas kau dapatkan kerja sama ini.” ________________ Pagi itu, kamar yang biasanya terasa dingin dn sepi mendadak menjadi panas dan bising. Bagaimana tidak, baru saja membuka mata, Helena sudah disuguhkan dengan pemandangan panas di hadapannya. “Apa yang kau lakukan di kamarku!" teriaknya memekakkan telinga. Reygan meringis, ia menjauh dari Helena dan segera meraih jubah mandinya. “Tidak bisakah kau pelankan suaramu.” "Keluar dari kamarku!” usirnya belum sadar di mana dirinya. “Nona, sebelum memarahiku, ada baiknya kau lihat di mana dirimu.” Reygan menyerahkan paper bag dengan merek ternama untuk Helena pakai. “Di mana ini?” pekiknya kembali. “Turunkan suaramu dulu," pinta Reygan mencoba mendekat. Namun Helena kembali menatap tajam ke arahnya, "jangan mendekat, sekarang aku ingat Tuan Reygan menculikku.” “Menculik?” ulang Reygan tidak terima dengan tuduhan itu, ‘yang benar adalah aku yang menyelamatkanmu, Nona Helena Kinara.” Tidak ingin terlibat masalah baru, Helena turun dari ranjang dan meraih jubah tidurnya yang tergeletak di atas lantai, entah apa yang terjadi semalam dengannya. “Kau yakin keluar dengan penampilan seperti itu?” Helena menghentikan langkah, ia menoleh dengan tatapan dingin ke arah Reygan. “Jangan berusaha menghentikan aku, Tuan Reygan,” Pria itu mengedikkan bahu dan duduk di pinggir ranjang dengan salah satu kaki menumpu di atas kaki yang lain. "Lihat wajahmu di cermin. Aku yakin, jika terpaksa keluar seperti itu, orang-orang akan menyebar berita kau gila karena tidak dihiraukan oleh Topan.” “Kau!" Helena menoleh ke arah cermin besar, di sana tampak wanita dengan penampilan mengerikan dengan beberapa tanda di bagian atas dada. “Aaa!” teriaknya keras mengejutkan Fandy yang tengah menyesap kopi di lantai bawah. “Apa itu?” Fandy berdiri dan bergegas ingin melihat apa yang terjadi, tetapi ketika sampai di anak tangga, kakinya segera mundur dan berbalik. “Harusnya aku tidak merusak momen romantis," katanya seraya bergidik negri. “Tuan, kau apakan istri orang lain." Fandy segera kembali ke dapur dan pura-pura tidak tahu apa yang terjadi. “Topan kau--”“Jangan berani menyentuhku!" Helena mendorong keras tubuh Topan menjauh darinya, ia segera meraih pakaiannya yang sempat ditarik dan menghindar, tetapi sebelum dia berhasil mendekati pintu, Topan kembali menangkapnya. “Mau kemana, hah!’ Topan menarik tubuh itu dan kembali melemparnya ke atas ranjang, ia melangkah seperti, apalagi ketika sebagian tubuh istrinya terlihat. “Jangan berani mendekat Topan, atau aku berteriak!” “Hahaha,” tawanya, ia menarik tangan Helena dan mencengkramnya kuat. “Bukankah ini yang kau inginkan? Kita memiliki anak dan–” “Jangan bermimpi.” Helena melepas tangannya paksa dan berdiri kembali. Ia menatap Topan dengan tajam. “Jangan bermuka dua, Helena. Aku tahu, kau sangat ingin bersamaku, dua tahun tak disentuh seharusnya kau senang?” Topan meraih tangan Helena lagi dan mencoba menciumnya, tetapi lagi-lagi wanita itu menjauh darinya. “Simpan semua khayalanmu, Topan. Benar jika aku pernah mencintaimu selama bertahun, tapi itu dulu,’ kata Helena, ‘sekarang,
Helena duduk seorang diri, menyaksikan para tamu undangan yang terlihat mencari muka satu sama lain. “Ch, aku tahu, mereka semua hanya berdusta,” gumamnya menatap malas lada semuanya. Tatapannya tertuju ke arah Topan—suaminya yang tampan dan berkarisma. Pria itu, adalah cinta pertamanya, tetapi dia bukan cinta pertama bagi Topan. “Sangat miris sekali,” desahnya memikirkan nasibnya yang malang. Helena menyesap pelan minuman di tangannya ketika Hani datang mendekatinya dengan wajah palsu. “Selamat malam, Nyonya,” sapanya, “jika tidak keberatan, aku bisa menemanimu di sini.” “Jangan pura-pura baik padaku, Hani. Pergilah, wangi parfummu membuatku mual.” “Kau!” Hani memejamkan mata, ia mendekat ke arah Helena dan duduk di sebelahnya. “Dengar, ya. Topan itu tidak mencintaimu, jadi tolong sadar diri dan bercerai saja darinya,” bisik Hani mencoba terlihat tenang di antara banyak tamu. Ia menatap Helena lagi, tatapan wanita itu tetap sama—datar dan tidak berperasaan padanya, “Jangan ki
Helena terbangun dengan rasa nyeri di kepala. “Di mana aku?” Ia terpaku, ketika mendengar suara napas seseorang masuk ke dalam telinganya. Helena menoleh pelan dan menemukan seorang pria tanpa baju tertidur di sebelahnya. “Ya ampun, apa yang terjadi?” Helena membeku, ia menatap dirinya ragu dan yang ditakutkan terjadi. “Ba-bagaimana ini terjadi? Aku ti-tidur dengan pria lain?” Helena tergagap, setelah dua tahun menikah, ia melepas diri untuk pria asing. Perlahan, ia menurunkan kaki dan memungut pakaiannya yang entah bagaimana bisa tercecer di atas lantai. “Bagaimana mungkin minum dua gelas bisa lupa diri.” Helena mengenakan pakaiannya dengan cepat, setelah itu keluar terburu menahan sakit yang didera. Saat itulah, Reygan membuka mata dan melihat ke arah tempat tidur Helena yang meninggalkan jejak merah. “Dia benar-benar pemula yang manis.” Reygan meraih ponselnya dan menelepon seseorang untuk mengantar pakaian untuknya. __________ Sampai di rumah, Helena masuk dengan cara meng
Helena tersenyum kecut ketika menyaksikan Topan dan Hani berdansa bersama sambil berpelukan. Tidak lupa dengan sorak para tamu yang mendukung hubungan keduanya. Helena kembali tersadar, jika pesta mewah dengan biaya besar ini bukan untuknya, tetapi untuk Hani. Yang lebih menyakitkan, pakaian mereka bahkan terlihat mirip dari segi model. Seorang wanita lain mendekati Helena dengan minuman di tangan kanannya. Ia seperti mengejek nasib buruk Helena yang tidak bisa mendapatkan Topan meski dengan pernikahan. “Kalau aku jadi kamu, lebih baik tinggal di rumah dan menghabiskan waktu dengan kekayaan,” ejeknya, “ternyata meski kau orang kaya, mendapatkan hati Topan tidak bisa,” sambungnya sambil tertawa mengejek. “Lebih baik pikirkan saja nasibmu, aku tahu selama ini kau berdiri di depan toko untuk menghitung seberapa banyak uang untuk sepotong gaun,” sindir Helena kemudian. Wanita tadi mengepalkan tangan, ia segera pergi sebelum terjadi kekacauan akibat ulah Helena yang terlalu sombong.
“Itu pakaianmu!” Topan melempar kotak berwarna merah dengan merek ternama ke atas ranjang. Wanita dengan piyama berbahan sutra itu menoleh ke samping dan mengangguk pelan. “Untuk apa?” Tidak terima dengan pertanyaan Helena yang terkesan tidak menghargainya, Topan mendekat dan mencengkram dagu istrinya kuat. “Jangan banyak tanya. Nanti malam, supir akan menjemputmu. Ingat jangan ada alasan untuk tidak menghadirinya.” “Lepaskan!” Helena menyingkirkan tangan Topan dan berdiri, ia mendengus dan mengusap dagunya yang terasa panas. Dengan tangan berada di kantong, Topan menatap malas pada wanita di hadapannya, “Andai saja buka ibu yang memaksa untuk mempertahankan pernikahan ini, aku tidak tersiksa melihatmu berkeliaran di rumahku,” makinya sinis. “Topan, aku ini istrimu tidak bisakah kau bersikap sedikit lembut padaku?” kesal Helena selalu saja dianggap tidak penting. Mereka telah menikah selama dua tahun, tetapi Topan tidak sekalipun menjadikannya istrinya, bahkan di malam pert