Share

Bab 7

Penulis: Ayesha Razeeta
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-22 23:24:07

“Cemburu?” ulang Alea terkekeh manja, “jangan bicara omong kosong, tidak akan ada yang cemburu,” tegas Alea lagi, merasa jika tidak ada orang yang benar-benar dekat dengannya.

Alea tersenyum canggung saat sekali lagi Reygan tidak menatap padanya, pria itu seperti biasa hanya melihatnya sekilas, lalu fokus pada yang lain.

Reygan kembali di kursinya, membuka laptop dan melanjutkan kembali pekerjaannya. “Pergilah jika tidak ada yang ingin kau bicarakan.”

Menggeleng cepat, Alea memegang tangan Reygan dengan wajah memelas. “Rey, aku minta maaf. Malam itu, aku tidak tahu jika anak-anak mencampurkan obat dalam minumanmu.”

Tangan Reygan mengepal kuat, ia mencoba untuk menahan diri malam itu, tetapi pengaruh obat yang Alea berikan menghancurkan Helena. Mengingat nama itu, bibir Reygan kembali tersenyum. Ia berdiri, membenarkan jasnya dan melenggang pergi.

“Reygan!” hentak Alea kesal ditinggal sendiri.

Ia meraih ponselnya dan menelepon seseorang. Setelah itu, ia pun melenggang pergi.

“Nona–” Fandy mendesah kembali, ia bahkan belum berbicara, tetapi Alea sudah melangkah menjauh.

“Wanita satu ini memang berbeda dari yang lain,” ujar Fandy, “pemarah dan tidak sabar,” lanjutnya kembali.

“[Halo Pak, maaf tapi nona Alea sudah pergi sebelum saya mengutarakan pesan tadi,]” lapor Fandy.

________________

Fandy segera turun dan membuka pintu mobil. Memberikan jalan pada Reygan dengan bunga di tangan kanannya. “Tuan Anda terlihat romantis dengan bunga itu.”

Namun ucapan Reygan selanjutnya membuatnya tidak bisa berkata-kata, “Bawa ini dan berikan pada nenek.”

“Saya?” tunjuk Fandy pada dirinya sendiri. Bunga mawar merah sudah berada di tangan, tetapi ia masih tidak tahu rencana Reygan dengan bunga tersebut.

Di dalam rumah, seorang wanita paruh baya menyambut dengan tidak ramah. “Akhirnya kamu pulang juga.” Sebuah tongkat kayu mendarat di punggung, membuat sebagian pelayan mengaduh seolah merasakan kerasnya benda itu.

“Dasar anak nakal, kau ingin melihatku mati dulu baru kembali, hah!” teriak nyonya besar Sari—nenek Reygan.

“Nek, apa yang kau lakukan. Pak Reygan bisa masuk rumah sakit jika dipukul.” Fandy menengahi, mencegah keributan yang terjadi antara nenek dan cucu. Akan tetapi, ia tidak mempertimbangkan apa yang akan terjadi setelahnya, hingga tongkat kayu itu akhirnya mengenainya.

“Nenek!” teriak Fandy kesakitan.

Setelah itu, barulah Sari menjatuhkan tongkatnya, menjauh dan duduk di kursi single sambil membuang muka.

“Pak, saya membelamu, tolong pertimbangkan gajiku,” tukas Fandy mengaduh, ia yakin punggungnya memar.

Namun, bukannya mendapatkan simpati, Reygan justru melewatinya dan berlutut di depan neneknya. Tangannya menyentuh lembut tangan yang mulai renta, lalu menggenggamnya perlahan.

“Nenek, tidak bisakah kau tahan emosimu?” ucap Reygan sambil mendongak, “bagaimana jika kau tidak bisa bertemu dengan calon cucumu karena berpulang lebih dulu?”

Satu pukulan di kepala kembali Reygan dapatkan, tetapi kali ini diiringi dengan senyuman mekar neneknya. “Katakan sekali lagi, apa maksudmu?”

Sari berdiri, meminta Fandy mendekat dan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. “Katakan, apa yang terjadi? Atau jangan-jangan dia sengaja mengatakan itu karena tidak ingin dijodohkan?” Sari melirik cucu lelakinya dengan tatapan curiga.

“Aku tidak ingin menikah dengan orang yang Nenek jodohkan.” Reygan duduk dengan salah satu kaki menumpu pada kaki yang lain.

Mendengarkan ucapan cucunya yang keterlaluan. Sari memegang dada, wajahnya yang sempat sumringah kini kembali murung. “Mungkin memang nasibku yang tidak baik. Cucuku bahkan tidak memperhatikan kebahagiaanku di detik kepergian.”

“Tolong hentikan Nenek,” jengah Reygan, “aku masih muda, minta saja Fandy menemui calon wanita yang nenek ingin jodohkan padaku,” tukas Reygan melirik asistennya.

“Saya?” Fandy mendekat, ia berjongkok di depan Sari, lalu memijat tangan tangannya dengan lembut.

“Bagaimana bisa digantikan. Wanita ini bahkan keluarganya sudah tahu siapa dirimu,” ketus Sari menjadi, “Nenek tidak mau tahu, malam nanti, kau temui di di kafe tepat waktu.”

“Fandy, ayo!” Reygan berdiri, memeluk neneknya lalu meninggalkan kediaman Sari dengan langkah lebar. Mengikuti keinginan neneknya bukan hal yang bagus, bahkan sangat memalukan jika ada yang mengetahui.

“Pak, Anda ingin bertemu dengannya?” tanya Fandy ingin memastikan.

“Kau pikir aku tidak sibuk?” dengusnya kesal, ia memalingkan wajah, seketika kecantikan Helena terlintas di benaknya.

“Bukankah kau bilang Helena memiliki toko baju?” Reygan memiliki ide lain, “bawa aku ke tempatnya!”

“Tapi Pak–”

___________________

Di depan toko baju terbesar di kota. Reygan bersandar di samping mobil mewahnya dengan kacamata yang menambah ketampanannya. Ia melihat sekeliling, satu-satunya toko yang paling terlihat berbeda adalah toko Helena.

Di saat itu, sebuah mobil lain datang dari arah berlawanan. Seorang pria muncul dari dalam mobil dengan langkah tergesa.

Reygan melepas kacamatanya, memastikan apa yang dilihatnya bukan kesalahan. Topan tiba dengan wajah merah dan tangan mengepal.

Di dalam ruangan, Helena tengah memeriksa pemasukan dibuat terkejut dengan kedatangan Topan yang mendorong pintu terlalu keras.

“Apa kau tidak bisa masuk dengan sopan?” Helena melanjutkan pekerjaannya tanpa menatap wajah Topan seperti sebelumnya. Ia bahkan menyesal karena pernah terlalu cinta pada pria di depannya.

“Aku tidak percaya kau memakai trik kotor agar tetap bersamaku, Helena,” cibirnya, “kau sengaja mendatangi ibuku, memaksanya untuk membujukku memiliki anak dari, kan?” bentaknya, tetapi Helena tidak bergeming.

Topan melangkah ke arah Helena, menarik tangan istrinya kasar dan melemparnya hingga perutnya membentur sudut meja. “Aku ingatkan sekali lagi padamu, Helena. Jangan bermimpi agar aku memberimu anak.”

Setelah melampiaskan emosinya, Topan membalik diri dan hendak melenggang pergi. Akan tetapi, kakinya seketika terhenti ketika mendengar tawa rendah Helena–tawa yang terdengar mengejek dan merendahkan harga dirinya.

“Kau pikir aku gila?” ucap Helena terdengar samar, “aku memang pernah bodoh karena mencintaimu, Topan, tapi jangan berbangga diri, karena aku sudah tidak mencintaimu!” jerit Helena menumpahkan kekesalannya.

Topan berbalik, melangkah cepat dan mencengkram leher Helena hingga wanita itu kesulitan bernapas. Helena menepuk-nepuk tangan Topan, tetapi pria itu seolah tidak memedulikan apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Jika bukan karena kau pernah menyelamatkan ibuku. Aku bersumpah tidak akan menikah denganmu. Kau pikir dengan kekayaanmu, aku lupa dengan Hani? Kau juga salah besar,” pekik Topan emosi.

Namun Helena tetap diam, memukul tangan Topan agar terlepas dari lehernya. Air matanya sudah mengalir, memohon agar diberi kehidupan lagi jika dia mati.

Tertawa rendah, Topan melepaskan cengkramannya, “Ingat baik-baik. Kau itu ditakdirkan menderita di tanganku, jadi jangan pernah berharap mendapatkan kasih sayang meski itu seujung kuku.”

Helena terbatuk, meraup udara sebanyak-banyaknya untuk kelangsungan hidup. Ia menatap marah pada Topan yang masih tertawa, “Kalau begitu kita bercerai!”

Seketika tubuh Topan menegang, ia tidak pernah mengira jika efek dari ucapan Helena bisa membuatnya seperti orang bodoh. Helena mengambil berkas yang tidak jauh dari tempat berdirinya, membukanya dan menyerahkan itu pada Topan.

“Tanda tangi. Setelah itu, aku pastikan tidak akan membuatmu muak lagi!”

“Apa maksudmu, Helena?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terperangkap Cinta Tuan Muda Dingin    Bab 87

    Kening Helena mengkerut. Ia masih mencerna setiap ucapan Topan yang mengira dirinya adalah dalang dari kecelakaan Helena.Berdecak kecil, ia menghela napas setelahnya, “Aku tidak segila itu,” katanya, “sejujurnya aku sangat membenci mantan istrimu, dia memisahkan kita karena ikatan kalian,” jujur Hani dengan bibir mengerucut.Menghela napas pelan, “Tapi, jika aku memang berniat melakukan itu, tidak mungkin setelah kalian bercerai.”Topan terdiam sejenak, yang Hani katakan memang ada benarnya. Jika wanita ini di depannya memang berniat mencelakai Helena sudah pasti dilakukan ketika mereka tingga bersama.“Lalu siapa? Kenapa tuan Fandy begitu yakin jika kau–”“Aku tidak tahu, lagipula dia pantas mendapatkannya, dia jahat karena sudah memisahkan kita.”Hani memeluk Topan dengan erat, ia sekarang baru menyadari jika beberapa hari seperti diintai karena hal ini.Ia melepaskan pelukannya, lalu mendongak menatap Topan dengan penuh tanda tanya. “Kau bilang yang menuduh aku adalah tuan Fandy?”

  • Terperangkap Cinta Tuan Muda Dingin    Bab 86

    Malam setelah kembali dari kantor, Reygan tidak langsung pulang kerumah. Ia membawa laju mobilnya ke tempat yang lebih sering membuatnya tenang.Di depan rumah Helena, rumah yang menurutnya lebih nyaman dibanding rumahnya sendiri.Matanya terbelalak ketika melihat Topan yang baru keluar dari rumah itu. Senyum pria itu terlihat lebar seperti telah terjadi hal membahagiakan sebelum dia datang.Ia menggenggam stang mobil dengan keras, lalu melihat dengan sinis kepergian mantan suami Helena itu.Setelah yakin Topan pergi, barulah ia keluar dari mobil dengan rasa marah yang besar.Ia menghalangi pintu yang hendak Helena tutup dengan kakinya. Tatapannya tajam menusuk hingga relung hati terdalam.“Kau di sini?” Helena masih menahan pintu agar Reygan tidak masuk ke dalam.“Apa yang kalian berdua bicarakan?” tanyanya serius, “bukankah seharusnya kau istirahat, kenapa masih menerima tamu semalam ini?”Tersenyum tips, Helena mendorong pintu kembali. “Kalau begitu, aku tidak perlu repot mengusirm

  • Terperangkap Cinta Tuan Muda Dingin    Bab 85

    Helena yang baru selesai menghabiskan makan siangnya, dibuat terkejut dengan kehadiran Pratama.Pria itu dengan wajah panik menggeser Sinta agak ke pinggir.“Bagaimana bisa?” tanyanya langsung memegang kepala Helena yang masih diperban.“Tuan, singkirkan tanganmu.” Sinta dengan tegas, memindahkan tangan Pratama dari kepala bosnya. Ia begitu kesal, ketika mendengar cerita Helena jika pria ini memiliki tunangan.Memiringkan kepala sedikit, Pratama memicingkan mata pada Sinta yang langsung memalingkan wajah.Menghembuskan napas pelan, Pratama duduk dengan nyaman, lalu menatap lembut pada Helena yang melihat ke belakang. Ia tahu, di luar ada seseorang menunggu sahabatnya.“Kenapa tidak memintanya ikut masuk?” tanyanya masih lembut, “jika seperti ini, dia akan semakin salah paham dan marah padamu.”Pratama akhirnya menyerah, ia meminta wanita yang diminta menunggunya di luar. Lalu kembali fokus pada Helena yang tidak terlihat marah.“Kenapa tidak mengatakan jika tunanganmu begitu cantik,”

  • Terperangkap Cinta Tuan Muda Dingin    Bab 84

    Fandy dan Topan sama-sama menutup mulut ketika mendengar suara langkah terburu mendekat ke arah mereka. Kedua terlihat tegang ketika Reygan muncul dengan tatapan tidak ramah kepada keduanya.“Di mana Helena?” tanya Reygan tanpa banyak basa-basi. Raut gelisah lebih dominan daripada rasa kesal pada kedua di depannya.Tersenyum canggung, Topan menghalangi Reygan yang hendak mendekati pintu ruangan Helena diperiksa.“Terima kasih Pak, tapi biar saya saja yang menjaga Helena, bagaimanapun saya adalah–”“Aku tahu kalian sudah bercerai. Jadi, aku dan kau tidak ada yang salah untuk menjaga.”Topan terhenyak karena ada orang lain yang mengetahui status hubungannya dengan Helena selain orang-orang terdekatnya.Ia tersenyum hambar ketika mengira jika Helena yang melakukan itu untuk mencuri perhatian rekan bisnisnya.“Helena yang mengatakannya? Tolong Tuan Reygan tidak terlalu menganggap serius ucapannya, dia hanya marah padaku.”Mengangguk pelan, Topan kini mulai sadar bahwa Helena benar-benar i

  • Terperangkap Cinta Tuan Muda Dingin    Bab 83

    “Helena, tunggu!” Topan menarik tangan mantan istrinya dengan paksa. Membawa Helena ke tempat yang lebih sepi untuk mendengar penjelasan.“Katakan padaku, apa yang kau lakukan di sini?” Dengan sorot mata yang tajam, Topan meminta Helena untuk tidak berbohong.Ia merasa dipermainkan, tiba-tiba Helena ingin berpisah dengannya lalu membuat berita agar mereka masih berhubungan baik.“Kau benar-benar tidak keterlaluan, Helena,” katanya sengit, “hanya karena ingin balas dendam padaku, kau mendekati tuan Reygan agar terpikat denganmu.”“Jaga ucapanmu.” Helena yang tidak terima dikatakan sengaja mendekati Reygan kesal. Ia melepas tangannya dan menggosoknya untuk menghilangkan rasa sakit akibat digenggam terlalu keras.Mendengus kecil, Topan mendorong Helena hingga terpojok di dinding. “Aku tahu, kau sangat mencintaiku, tetapi masih tidak rela sebelum balas dendam hingga kau bermain sejauh ini.”Ia menatap wajah Helena yang semakin cantik, bagaimana kalau kita–”“Jangan bermimpi.” Dengan keras

  • Terperangkap Cinta Tuan Muda Dingin    Bab 82

    “Bagaimana, kau suka?” Nyonya Sari meminta pendapat Alea tentang gaun yang Helena buatkan. Wanita itu memegang kain yang Helena pilihkan untuknya. Dari serat dan juga warna, Alea menyukainya.Di dalam hatinya, ia mengutuk Helena karena terlalu pandai merebut perhatian hatinya meski itu hanya setitik.Tersenyum kecil, Helena mengangguk untuk membuat nyonya Sari senang. “Ini sangat indah, Nek.”Wanita tua itu tidak hanya lega, tetapi di dalam hati, terbesit rasa bersalah karena telah merebut kebahagiaan cucunya.Bukan tidak ingin melihat Reygan bahagia, tetapi memutuskan menikahkannya dengan Alea jauh lebih baik.“Nenek senang karena kau suka,” katanya, “duduklah, aku akan memanggil Reygan untuk mencoba pakaian miliknya.”Alea menahan tangan nyonya Sari agar tidak mengusik Reygan di jam kerjanya dna hal itu kembali membuat wanita tua itu memujinya perhatian.Ia meminta Alea duduk, lalu dengan pelan-pelan menanyakan tentang perasaannya pada Reygan.“Aku sudah mencintai Reygan sudah lama

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status