Pagi harinya, seseorang menggerakkan bahu Aziya sedikit mengguncang. Aziya tertidur pulas menelungkup di atas meja karena capek menangis, wajahnya bahkan sudah kacau tak karuan.
"Zi, bangun. Ada pelantikan bos baru pagi ini, cepat persiapan," ujar seorang lelaki yang merupakan teman sejawat Aziya."Hah, apa?" Aziya bangun, tapi belum sadar sepenuhnya. Iapun melihat ke sekelilingnya yang sudah terang benderang. Beberapa teman sekantornya melihatnya dengan senyum-senyum, sedang Aziya menatap linglung."Bangun Zi, kamu nggak pulang semalam?" tanya Roni sambil menumpuk beberapa berkas di hadapannya. "Ngapain aja? Mentang-mentang mau jadi istri orkay," sindir pria itu.Aziya menggaruk tengkuknya, mengingat apa yang terjadi, bahkan ia tak perduli soal sindiran Roni."Astaga, apa ini sudah jam kerja?" katanya sambil melihat arlojinya. "Ah, gimana ini, aku belum mandi," desis Aziya kebingungan."Buat apa mandi, toh yang bakal naik pangkat suami kamu sendiri," cicit Anggara yang juga menonton aksi Aziya yang linglung."Cieee yang doinya naik pangkat, traktir kita dong," kali ini Fahita yang berkomentar.Aziya seperti terbang di alam mimpi, sampai ia menepuk pipinya sendiri karena tak mengerti ucapan teman-temannya."Biasanya orang yang lagi tidur yang mengigau, tapi kenapa malah kalian ya yang ngaco? Ada apa sih kalian ini?" kata Aziya kesal."Zi, aku dapet bocoran dari Anggara kalau Reza mau jadi kepala Divisi personalia, apa nggak hebat tuh?" jawab Roni yang sejak tadi mencecar Aziya dengan sindiran.Bukannya senang, Aziya mengepalkan tinjunya, rasanya mereka cuma membual tak masuk akal.Bahkan saat promosi kenapa bisa dirinya sebagai istri nggak tau samasekali. Apa yang salah di sini? Apakah sebenarnya banyak hal yang disembunyikan Reza selain perselingkuhan?"Aziya? Kok malah ngelamun? Kenapa?" Fahita mulai curiga."Aneh Fa. Kok Mas Reza nggak pernah kasih tau ya soal kemungkinan dia naik pangkat?""Loh, kok tanya aku? Bukannya kalian yang suami istri, mustinya jangan sampai mis komunikasi kan?"Aziya terhenyak dalam ucapan Fahita sahabatnya. Ia mulai merenungi dirinya yang sangat jarang mengobrol dengan Reza. Mereka sangat jarang bersantai dan curhat. Hari demi hari dilalui dengan rutinitas pekerjaan karena mereka bekerja di tempat yang sama, hanya sikap dingin yang Reza berikan sehingga Aziya enggan untuk banyak berbicara.Apakah itu sebenarnya tanda Mas Reza sudah pergi ke lain hati? batin Aziya bimbang. Karena ia masih ingat sikap Reza dulu tidak sekaku itu."Aziya? Cepat sana rapikan dirimu. Sepuluh menit lagi rapat akan dimulai," perintah Fahita, sebelum sahabatnya itu semakin ngelantur padahal mereka sudah terlambat.Aziya gelagapan. Ia sudah hampir seperti orang gila karena banyaknya kejutan sejak semalam. Iapun bergegas, terburu-buru menuju toilet perusahaan."Sial, aku terlambat," resahnya saat keluar dari toilet, mendapatkan ruangannya sudah sepi, maka ia berlari ke ruangan rapat.Perlahan ia mengetuk ruangan rapat, memutar handle pintu dan masuk diam-diam.~... sebagai gantinya, posisi kepala divisi personalia akan diberikan kepada Bapak Reza Kurniawan, beri tepuk tangan. Selamat ya Pak Reza, semoga semakin baik prestasi kerjanya..." suasana sedang riuh, terdengar suara Pak Arthur memberikan ucapan selamat. Aziya yakin tak seorangpun menyadari keterlambatannya saat ini.Aziya berdiri di sudut paling belakang, berharap tak seorangpun yang melihat keberadaannya, apalagi Reza suaminya yang tukang selingkuh itu, pria itu sedang tersenyum bangga karena mendapatkan jabatan, ia sangat muak melihatnya."Astaga, kenapa aku seperti tak mengenalinya?" bisiknya pelan."Itu suami kamu kan? Kenapa kamu tidak memberikan selamat? Kau sekarang jadi istri kepala bagian, keren pokoknya." Seseorang yang berada di depannya menoleh ke arahnya sambil memuji.."Ah, itu gampang. Nanti juga bisa," bantah Aziya dengan wajah yang tersungut lucu."Aziya, ayo maju. Reza mencarimu!" Kali ini sebuah tangan bahkan menyeretnya ke depan mendekati Reza. Aziya sangat muak dan ingin berontak, terlebih saat melihat Reza tersenyum ke arahnya, akan tetapi sayangnya tarikan itu cukup kuat membawanya.'Munafik!' kesal Aziya yang hanya bisa mengumpat dalam hati, menatap wajah Reza yang sumringah penuh kemenangan.Tepuk tangan meramaikan suasana ruangan yang tak seberapa luas itu. Sebuah aula kecil yang biasa digunakan buat acara rapat karyawan perusahaan, ternyata menjadi ajang perayaan buat suaminya."Aziya, ayo ucapkan selamat untuk suamimu," Fahita menjadi suporter paling getol saat ini, sementara wajah Aziya sudah seperti kepiting rebus karena menahan emosi. "Kalian ia the best!" teriak Fahita.Akhirnya Aziya menyerah berdiri di hadapan semua orang, iapun menghadap Reza tanpa tersenyum."Aziya, ini di perusahaan. Jaga sikapmu, semua orang sedang memperhatikan kita," desis Reza di telinga Aziya saat pria itu mencondongkan tubuhnya ke arahnya.Aziya mengepalkan tangannya. Dengan sekuat tenaga ia mengokohkan dirinya untuk bisa memberikan pelajaran pada suaminya ini.Iapun mulai membuka suara,"Selamat buat Reza Kurniawan, seorang pria yang memiliki prestasi dalam pekerjaannya. Pada hari ini..."Aziya menggigit bibirnya, sebelum ia mengungkapkan perasaannya yang sangat benci pada pria di hadapannya ini. "Pada hari ini aku sebagai istri Reza hanya bisa mengucapkan selamat dan ...," katanya kembali terjeda. "Dan aku juga mengumumkan kepada kalian bahwa ... aku tidak akan lagi menganggapnya sebagai seorang "SUAMI" mulai detik ini!" kata Aziya menegaskan yang membuat semua orang di tempat itu keheranan."Sial! Kenapa kau bawa-bawa masalah kita, Aziya?!" kecam Reza dengan mata melotot."Kenapa? Kau puas? Kau puas dengan akibatnya? Tidak, aku bahkan belum puas untuk membalas semua kelakuan kamu, Reza!" balas Aziya dengan ketus, sementara semua orang melihat pertengkaran mereka dan saling membantah. Baik Reza maupun Aziya mereka akhirnya perang mulut.Sebuah presentasi kenaikan pangkat berujung pertengkaran suami istri. Tak seorangpun yang berani melerai mereka bahkan saat tamparan keras melayang di pipi Aziya.Plakk!"SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"Mana kutahu, sejak tadi cuma sambutan tapi belum juga kelihatan siapa orangnya," balas Aziya.Galih hanya tersenyum dan melihat ke arah podium. Acara sambutan masih dilangsungkan, dan iapun harus bersikap lebih terhormat karena sambutan itu memang untuk dirinya.Pembicaraan terputus setelah sebuah nama disebutkan."Mari kita perkenalan direktur muda baru kita malam ini. Beliau adalah Bapak Galih Purnama yang berasal dari Jakarta... mohon kehadirannya di podium...."Aziya yang mendengar hal itu langsung membelalakkan saking terkejut."Ka-kau...""Demi putraku, aku akan disini untuk kalian, Aziya," bisik Galih pada Aziya sejenak sebelum pria itu pergi menuju podium.Aziya masih gagap tak percaya. Bagaimana mungkin Galih mengatakannya. Bagaimana mungkin dia harus menjadi bawahan Galih untuk yang kedua kalinya."Oh tidak, apakah ini cuma mimpi?" gumamnya.###Setelah berlalu acara penyambutan tersebut Aziya masih belum bisa percaya. Ia telah terperangkap sekuat ini dalam kehidupan Galih
Arkan hanya memandang wanita itu tergesa berlari ke ruangannya, sementara itu Galih memandang dari sudut tersembunyi di dalam ruangan itu juga.Arkan menghampiri Galih."Kau harus berterimakasih kepadaku setelah ini," katanya memberikan ultimatum."Ah, bilang saja kamu nggak bakal memenangkan kompetisi ini, sehingga kau menyerahkan kekalahan mu sebelum memulai.""Jangan gila, kau punya anak darinya, aku tidak akan membuatnya semakin menderita hanya karena kalian berebut anak. Soal perasaan Aziya, apa kau mau coba aku merayunya?"Galih langsung mendelik, "Jangan coba-coba! Jangan pernah!"Arkan hanya nyengir melihat Galih ketakutan. Ia tak menyangka, lelaki yang terkenal wibawa dan piawai dalam bisnisnya ini hanya jatuh karena Aziya.Tuan Alfonso sangat mengakui kehebatan Galih sehingga ketika mereka membuat rencana menempatkan Galih di salah satu posisi perusahaan tersebut, pria tua itu samasekali tidak menolak. Itu karena kehebatan Galih memang tidak diragukan.Akan tetapi saat disen
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, memangnya aku bisa apa?""Tentu saja kau sangat bisa. Kau bahkan lebih baik dariku sekarang ini, aku bisa mengandalkan kamu tanpa ragu lagi, bukankah begitu?" kata Galih.Barulah Guntur mengerti bahwa Galih bermaksud menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya. Dan itu bukan masalah ringan karena semua akan mengalami kendala tanpa kehadiran Galih."Apa kau gila? Demi perempuan itu?""Hei, ayolah, demi aku, ya?""Tidak, aku juga punya tanggung jawab lebih besar sekarang ini, istriku sedang hamil, aku tidak mau membuatnya menderita karena sibuk dengan pekerjaan," ujarnya seolah menolak mentah-mentah kemauan Galih."Ayolah, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, Hmm? Kau harus melakukannya demi kita bersama, oke?""Tidak mau, aku tidak yakin untuk kepentingan bersama, apalagi yang lebih penting sekarang adalah Celine, aku tidak perduli padamu," ejek Guntur semakin membuat Galih kesal.Akan tetapi akhirnya Guntur tidak bisa mengelak karen
Putranya itu makin tersenyum aneh. Raut wajahnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahagia, haru dan entah apalagi yang membuat ayah ibunya penasaran. "Apa yang sebenarnya kau dapatkan di sana? Kau seperti kesurupan," kata ayahnya mengomentari sikap aneh putranya."Iya, ini juga merasa aneh dengan tingkahmu. Ada apa sih sebenarnya?"Lagi Galih tersenyum, menunjukkan sikap senang dan bahagia."Anak Aziya... namanya Azga, anak itu sangat mirip denganku, wajahnya... matanya... rambutnya...""Tunggu, kau bicara apa? Apa kaitannya dengan wajah anak Aziya dengan kemiripannya denganmu?" sang Ayah mulai punya firasat sesuatu.Begitu juga ibunya yang terlihat kebingungan dan menautkan alisnya."Apa maksudmu? Apa kalian tidak sekedar punya kemiripan? Astaga, apakah itu mungkin?" kata sang ibu terkejut sendiri.Galih mengangguk menunjukkan ucapan kedua orang tuanya benar, dugaan mereka benar meskipun itu hanya sekedar pengakuan Aziya."Dia tidak menikah atau menjal