Share

Rebutan Anak

Baiklah, sepertinya ini memang harus diperjelas di hadapan mama Reza supaya tidak ada lagi yang tersembunyi, batinnya.

Aziya menegakkan kepalanya, menatap ke arah Reza lalu bergantian menatap mama Reza yang sedang menunggu penjelasannya.

"Kamu itu pasti sudah nidurin Davina, mas, iya kan? Coba ngaku sama mama, Mas. Jangan hanya aku yang dianggap membangkang, dianggap jahat. Sebenarnya aku begini karena kamu bukan?" cibir Aziya.

"Apa? Apa maksudmu? Reza nidurin Davina?" kata Nurlela terkejut dengan ucapan Aziya, apa Aziya sedang memfitnah putranya? "Apa kau sungguh melihatnya langsung?" tanya wanita itu lagi.

Tak ada jawaban dari mulut Aziya. Ia malah disibukkan dengan bayangan menakutkan kejadian tadi malam. Begitu juga Reza yang hanya terdiam sementara ibunya menatapnya seolah menunggu pengakuan dari putranya.

Selagi kebingungan, sekarang orang tua Aziya telah sampai di rumah mereka dan menghampiri. Kebetulan mereka memang sedang ada di Jakarta karena ada urusan keluarga di sana.

"Aziya, kami datang sudah datang. Ada apa sebenarnya, apa kamu sungguh minta dijemput?" tanya ibunya yang serta merta menghampiri putrinya.

Sementara terlihat ayah Aziya berhadapan dengan Ayah Reza yang sejak tadi yang hanya berjalan-jalan di sekitar rumah.

"Tentu, Bu. Aku juga sudah membawa pakaian anak-anak. Aku sudah siap, Bu."

Ayah Reza masuk ruangan dan segera mendekat. "Ada apa sebenarnya? Kenapa Aziya mau pergi? Tidak perlu, Aziya, kau anggap saja kelakuan Reza hanya angin lalu. Nanti juga akan sadar sendiri. Aku yang akan memberinya pelajaran supaya berpikir," ujar pria itu.

Aziya menggelengkan kepalanya merasa sangat heran karena ayah Reza terkesan menganggap enteng permasalahan mereka. Berselingkuh, dan sekarang ia harus menganggap sebagai angin lalu? Sungguh tak masuk akal!

Ayah Aziya kini ikut ambil bagian, "Sepertinya putriku merindukan pulang ke rumah, selain itu dia tidak merasa aman dengan sikap Reza. Reza sudah menampar putriku dan itu sangat tidak pantas," jawab ayah Aziya. "Jangan kuatir, dia masih punya orang tua, dia bisa pulang kapan saja dibutuhkan."

"Hermaga, kenapa kamu tidak berusaha menengahi dan malah membela sesuatu yang salah? Tidakkah kamu mengajari putrimu untuk bersabar? Apa tidak kasihan anak-anak?" bantah ayah Reza.

"Bagaimana denganmu? Apa kau tahu apa yang dilakukan Reza? Ah ya, perlu kau ketahui, putriku tidak sama dengan istrimu yang bisa memaafkan begitu saja kelakuan suami sepertimu. Anakku...aku tidak rela dia disakiti seperti istrimu, mengerti?!" gertak Hermaga, ayah Aziya. "Bersabar? Tidak perlu hidup yang susah dibuat semakin susah. Begitu juga anak-anak mereka, mereka tidak butuh ayah yang bejat!" terdengar ayah Aziya menghardik ayah Reza di sudut ruangan. Lalu Aziya yang sudah berdiri di samping ibunya segera mengajak sang ibu keluar.

"Ayo, Bu. Ini bukan lagi dunia yang harus aku tempati, mari kita pulang ke desa," ujarnya dengan menggandeng lengan ibunya.

***

Setelah hari itu, Aziya dan kedua putra putrinya tinggal di rumah orang tua Aziya.

Aziya telah mengajukan permohonan cerai di pengadilan sehingga tinggal menunggu sidang perceraian untuk mereka. Sementara itu Humaira dan Farhan sedang mengurus perpindahan sekolah di desa. Ia telah menyelesaikan masa cutinya selama sepekan dan ia akan ke kota untuk bekerja. Rencananya sepekan sekali ia akan bersama kedua anaknya sehingga ia pulang ke desa di akhir pekan.

Setelah di Jakarta, Aziya saat ini hendak ke rumah mereka yang telah sepuluh tahun mereka tempati kemarin, ia berencana mengambil beberapa peralatan yang tertinggal.

Dan di sana Aziya ternyata bertemu dengan Reza. Mereka belum sah bercerai, tapi tentu saja Aziya tidak akan menganggap Reza sebagai suaminya.

"Kau kembali, bahkan setelah membawa anak-anak pergi. Mereka itu bukan hak kamu, aku tidak bisa menerimanya!" Reza memrotes Aziya, karena Aziya membawa kedua anak mereka tanpa persetujuan.

"Aku tidak membawanya, tapi aku mengamankan mereka demi tidak melihat kelakuan bejat kamu. Tolong sadar diri, aku tau kamu berhak, tapi kamu nggak layak sebagai seorang ayah. Seharusnya kamu berterimakasih karena aku masih berpikir waras."

Wajah Reza memerah. Menurutnya Aziya hanya cari alasan untuk menang dan unggul darinya. Apa ia harus rela melepaskan harga dirinya, menerima kekalahan dari Aziya? Tidak!

"Apapun katamu, mereka juga anakku, aku berhak untuk bersama mereka!" katanya dengan suara yang lebih keras.

"Betul Aziya, kami sudah memikirkan nya, sebaiknya biarkan saja mereka bersama kami dahulu. Kalau kamu ingin menenangkan diri, sebaiknya kamu sendiri saja yang pulang ke Desa. Masalah kesalahan Reza, dia sudah menyadarinya dan menerima keputusan kamu. Reza menyesal, tapi dia tidak bisa pisah dari anaknya, dan juga aku adalah neneknya yang paling dekat, biarkan mereka bersama kami, Aziya," kata Nurlela membuat Aziya sangat terkejut. Ia tidak tahu kalau mertua wanitanya itu ada di rumah mereka dan tiba-tiba muncul untuk ikut campur.

"Tapi ma..." Aziya berusaha bersikap sopan dan lembut, bagaimanapun Nurlela adalah orang tuanya juga, nenek dari putra putrinya.

"Jangan kuatir, kami yang akan menjemput mereka di desa. Mereka pasti senang, kami sudah merencanakan untuk berlibur dan berjalan-jalan ke kebun binatang bersama mereka. Ya kan Reza?"

Aziya menatap tajam kepada dua orang itu secara bergantian. Rasa terkuatnya ia harus menolak semua tawaran itu, hatinya sungguh sedang dalam dilema, tapi lihatlah, kenapa mereka seperti tidak terjadi apapun?

Apa yang mereka rencanakan sebenarnya?

"Tidak perlu, Bu. Kami sudah punya rencana sendiri," balas Aziya.

"Tapi Mas Boni sudah menjemputnya hari ini. Ayahmu juga sudah setuju untuk membiarkan Humaira dan Farhan bersama kami, kenapa kamu harus begitu egois?"

Tangan Aziya mengepal, ia terkejut dengan pengakuan Nurlela mertuanya. Akan tetapi apakah semua itu sebuah kebetulan? Mereka menjemput Humaira dan Farhan disaat ia berada di kota? Apakah mungkin ucapan mertuanya itu benar?

Dengan cepat Aziya mengeluarkan ponsel untuk menghubungi ayahnya.

Berkali-kali sudah Aziya menghubungi Hermaga ayahnya, tapi tak juga diangkat. Iapun mulai cemas karenanya.

Adapun Reza terlihat tersenyum puas melihat Aziya yang kelabakan. Rasanya Aziya seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status