Mendengar suara Mama Reza di luar kamar, hati Aziya menjadi lega, ia sangat terganggu dengan gedoran pintu oleh Reza yang sangat kasar. Setidaknya meskipun ia tidak yakin dengan sikap Nurlela ibu Reza, setidaknya akan menghalangi kekerasan yang mungkin dilakukan putranya itu.
"Aziya! Ini mama, ayo buka pintunya!" Nurlela memanggil Aziya dan sempat melihat ke arah Reza yang pucat pasi."Mama dengar kamu naik jabatan, mama baru saja mau kasih ucapan selamat, tapi mama terkejut saat mendengar Aziya menelpon mama untuk menyelesaikan masalah rumah tangga kalian. Kenapa kalian bertengkar sehingga Aziya mau bercerai?""Huh, memangnya kenapa dia harus bawa-bawa orang tua segala? Masalah kami bisa kami selesaikan sendiri, Ma. Mama nggak usah ikut campur. Sebaiknya mama dan papa cepat pulang saja dan jangan percaya dengan ocehan gila Aziya," kata Reza dengan penuh emosional."Mama tidak suka ikut campur urusan rumah tangga kalian, hanya saja Aziya bilang kalau hari ini dia ingin bercerai denganmu, benarkah begitu? Dan yang membuat mama penasaran, mama melihat selama ini kalian baik-baik saja. Apakah terjadi sesuatu?" tanya wanita paruh baya itu.Sebenarnya Nurlela bisa melihat kegugupan Reza putranya, ia juga tak mengerti dengan apa yang terjadi. Jika mereka bercerai, apa yang akan terjadi pada kedua anak yang masih kecil-kecil itu, hanya itu yang ia pikirkan Seharusnya perceraian bukanlah solusi untuk konflik rumah tangga mereka bukan?"Ma, Aziya itu egois, itulah sebabnya aku harus bicara dengannya empat mata. Mama nggak usah ikut campur!""Lalu, apa yang membuat Aziya ingin bercerai? Apa yang membuatnya marah, Reza? Ibu tidak tahu apa yang terjadi diantara kalian. Begini saja, biarkan ibu saja yang berbicara langsung dengan Aziya, kamu yang nggak usah ikut campur dulu. Oke?""Akhh!" Reza menghantam tembok di sampingnya. Ia tidak suka kalau sampai Aziya menceritakan kejadian tadi malam, dimana ia tertangkap basah tidur di kamar Davina.Ceklek! Terdengar pintu dibuka, dan Aziya sudah muncul dengan koper diseret di tangannya."Aziya?" Reza menghampiri istrinya."Singkirkan tanganmu, Mas. Aku tidak rela disentuh olehmu sedikitpun! Kau menjijikkan!" bentak Aziya.Melihat itu, Nurlela mengernyit. Ia tak pernah tahu Aziya bisa begitu judes membentak putranya."Ada apa denganmu, Aziya? Sejak kapan kamu bisa membentak suamimu?!"Aziya melihat ibu mertuanya dan tersenyum tipis, ia lalu menyeret koper ke ruang keluarga dan diikuti Reza dan Mamanya."Ibu bisa langsung tanya pada Mas Reza, kenapa sih kami harus bercerai? Kenapa Aziya sudah tidak tahan lagi!Selama ini aku hanya menahan diri dengan sikap acuh dan bagaimana dia sering mengabaikan istri dan anaknya. Akan tetapi ternyata semua itu memiliki arti yang lebih menyakitkan, Ma. Sudah cukup, aku tidak perlu lagi bertahan menjadi boneka selingan bagi Mas Reza. Itu sudah cukup sekarang!""Aziya, mama sudah mengenal kamu sejak masih sekolah, mama faham tentang sifatmu yang suka gegabah. Ayolah, selesaikan masalah ini dengan suami mu baik-baik, dengan kepala dingin dan ingat dengan kedua anakmu, hmm?" kata wanita itu lembut dan mencoba menyentuh lengan Aziya namun segera Aziya menghindar.Aziya dulu memang pernah tinggal bersama keluarga Reza ketika masih sekolah menengah karena orang tua mereka bersahabat. Setelah selesai kuliah, akhirnya orang tua mereka menjodohkan dan menikahkan mereka. Ketika itu tidak ada penolakan apapun dari Reza ataupun Aziya karena mereka juga masih sendiri. Terlebih lagi, Aziya tidak ingin mengecewakan ayahnya yang bersahabat dengan Papa Reza."Ma, sebaiknya jangan bertanya kepadaku kenapa perceraian ini harus terjadi. Akan tetapi tanyakan kenapa dan apa tujuannya melakukan perbuatan menjijikkan dan berselingkuh dariku? Mana mungkin Aziya akan bertahan, Ma?" jawab Aziya dengan air mata berderai."Berselingkuh? Reza? Apakah mungkin Reza melakukannya?" lirih wanita itu, lalu ia menggigit bibirnya cemas kemudian wanita itu berkata,"Tapi Aziya... bukankah perceraian bukanlah jalan keluar terbaik bagi kalian? Ingatlah dengan Humaira dan Farhan yang masih membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya, Ziya.""Cukup, Ma. Jangan bawa-bawa Humaira dan Farhan. Toh selama ini Mas Reza juga tidak pernah perhatian pada mereka. Bagi Aziya dan anak-anak, Mas Reza hanya seorang pria yang menjalani kehidupan di rumah ini sekedar sambil lalu, itu sudah cukup bagi kami.""Benar bukan? Bagaimana bisa kamu bilang aku tidak pernah perhatian dengan kedua anakku? Pembohong!" Reza menyahut segera mencoba membela diri."Bagaimana dengan kelakuan kamu semalam? Apakah harus aku yang mengatakan?" Aziya sangat kesal, bahkan menceritakan aib Reza juga menyakitkan baginya, kenapa Reza selalu memprovokasi? Selama ini ia sudah berusaha menutupi kecacatan Reza atas sikapnya sebagai seorang ayah dan suaminya, tapi ini sudah keterlaluan!"Ada apa sebenarnya?" Mama Reza menuntut penjelasan."Ah, enggak Ma, ini cuma salah faham. Tidak ada bukti bahwa aku melakukannya, itu cuma ketidak sengajaan, Ma. Toh selama ini mama juga tahu kalau kami memang berteman baik, itu hanya dilandasi karena Aziya pencemburu, tak ada apapun diantara kita," tegasnya.Sang ibu justru makin tak mengerti arah dari ucapan Reza. "Apalagi ini, Ziya? Melakukan apa memangnya?"Aziya mengepalkan tangannya, ia benci untuk mengatakan betapa buruknya ayah dari kedua anaknya ini, tapi bagaimana bisa Reza merasa tak bersalah? Teman biasa katanya? Sepertinya Reza memang tak berharap kalau mereka benar-benar bercerai. Akan tetapi seharusnya perceraian memang sudah sepatutnya bukan? Sudah seharusnya ia tidak sanggup bertahan lagi di sisi suami yang tidak mencintainya, bahkan dengan kejam menyakitinya seperti ini!Berbeda saat Reza di hadapannya, ia mengatakan dirinya hanyalah selingan dalam hidupnya. Dasar plin-plan!"Jadi selama sepuluh tahun berlalu, hanya ini yang ingin kau capai, Mas? Kau bilang semua ini adalah salah faham? Kau sangat pengecut, Mas."Aziya melihat wajah Mama Reza yang kebingungan. Aziya merasa Reza masih ingin bersembunyi dan cuci tangan dari kejahatannya. Bagaimana bisa? Dia tidak cuma jahat kepada istrinya melainkan sebenarnya dia sudah sangat jahat dengan seluruh keluarganya, terutama kepada kedua anaknya."SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"Mana kutahu, sejak tadi cuma sambutan tapi belum juga kelihatan siapa orangnya," balas Aziya.Galih hanya tersenyum dan melihat ke arah podium. Acara sambutan masih dilangsungkan, dan iapun harus bersikap lebih terhormat karena sambutan itu memang untuk dirinya.Pembicaraan terputus setelah sebuah nama disebutkan."Mari kita perkenalan direktur muda baru kita malam ini. Beliau adalah Bapak Galih Purnama yang berasal dari Jakarta... mohon kehadirannya di podium...."Aziya yang mendengar hal itu langsung membelalakkan saking terkejut."Ka-kau...""Demi putraku, aku akan disini untuk kalian, Aziya," bisik Galih pada Aziya sejenak sebelum pria itu pergi menuju podium.Aziya masih gagap tak percaya. Bagaimana mungkin Galih mengatakannya. Bagaimana mungkin dia harus menjadi bawahan Galih untuk yang kedua kalinya."Oh tidak, apakah ini cuma mimpi?" gumamnya.###Setelah berlalu acara penyambutan tersebut Aziya masih belum bisa percaya. Ia telah terperangkap sekuat ini dalam kehidupan Galih
Arkan hanya memandang wanita itu tergesa berlari ke ruangannya, sementara itu Galih memandang dari sudut tersembunyi di dalam ruangan itu juga.Arkan menghampiri Galih."Kau harus berterimakasih kepadaku setelah ini," katanya memberikan ultimatum."Ah, bilang saja kamu nggak bakal memenangkan kompetisi ini, sehingga kau menyerahkan kekalahan mu sebelum memulai.""Jangan gila, kau punya anak darinya, aku tidak akan membuatnya semakin menderita hanya karena kalian berebut anak. Soal perasaan Aziya, apa kau mau coba aku merayunya?"Galih langsung mendelik, "Jangan coba-coba! Jangan pernah!"Arkan hanya nyengir melihat Galih ketakutan. Ia tak menyangka, lelaki yang terkenal wibawa dan piawai dalam bisnisnya ini hanya jatuh karena Aziya.Tuan Alfonso sangat mengakui kehebatan Galih sehingga ketika mereka membuat rencana menempatkan Galih di salah satu posisi perusahaan tersebut, pria tua itu samasekali tidak menolak. Itu karena kehebatan Galih memang tidak diragukan.Akan tetapi saat disen
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, memangnya aku bisa apa?""Tentu saja kau sangat bisa. Kau bahkan lebih baik dariku sekarang ini, aku bisa mengandalkan kamu tanpa ragu lagi, bukankah begitu?" kata Galih.Barulah Guntur mengerti bahwa Galih bermaksud menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya. Dan itu bukan masalah ringan karena semua akan mengalami kendala tanpa kehadiran Galih."Apa kau gila? Demi perempuan itu?""Hei, ayolah, demi aku, ya?""Tidak, aku juga punya tanggung jawab lebih besar sekarang ini, istriku sedang hamil, aku tidak mau membuatnya menderita karena sibuk dengan pekerjaan," ujarnya seolah menolak mentah-mentah kemauan Galih."Ayolah, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, Hmm? Kau harus melakukannya demi kita bersama, oke?""Tidak mau, aku tidak yakin untuk kepentingan bersama, apalagi yang lebih penting sekarang adalah Celine, aku tidak perduli padamu," ejek Guntur semakin membuat Galih kesal.Akan tetapi akhirnya Guntur tidak bisa mengelak karen
Putranya itu makin tersenyum aneh. Raut wajahnya menyimpan sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bahagia, haru dan entah apalagi yang membuat ayah ibunya penasaran. "Apa yang sebenarnya kau dapatkan di sana? Kau seperti kesurupan," kata ayahnya mengomentari sikap aneh putranya."Iya, ini juga merasa aneh dengan tingkahmu. Ada apa sih sebenarnya?"Lagi Galih tersenyum, menunjukkan sikap senang dan bahagia."Anak Aziya... namanya Azga, anak itu sangat mirip denganku, wajahnya... matanya... rambutnya...""Tunggu, kau bicara apa? Apa kaitannya dengan wajah anak Aziya dengan kemiripannya denganmu?" sang Ayah mulai punya firasat sesuatu.Begitu juga ibunya yang terlihat kebingungan dan menautkan alisnya."Apa maksudmu? Apa kalian tidak sekedar punya kemiripan? Astaga, apakah itu mungkin?" kata sang ibu terkejut sendiri.Galih mengangguk menunjukkan ucapan kedua orang tuanya benar, dugaan mereka benar meskipun itu hanya sekedar pengakuan Aziya."Dia tidak menikah atau menjal