Di pinggir jalan.
"Woy, berhenti! Jangan kabur!" Dua orang pria berbadan kekar sedang berlari mengejar seorang gadis. Terlihat, dua kaki mungil telanjang tanpa alas, terus berlari tiada henti di tepi jalanan yang sangat sepi. Suara napasnya menderu dan tersengal-sengal. Kadang dada terasa sesak, kala oksigen senyap tak terhirup dari lubang hidung. Jantungnya berdetak kencang tak beraturan. Rambut tergerai acak-acakan, wajah pun dipenuhi peluh. Padahal, angin malam di luaran sana terasa dingin menyentuh kulit. Namun, bulir-bulir bening seolah tak mau berhenti mengucur deras membasahi tiap jengkal kulit langsat-nya. Wajah gadis berambut panjang sebahu itu terlihat ketakutan. Sesekali ia menoleh ke belakang. Memastikan bahwa orang yang sedari tadi mengikutinya, masih terus mengejar atau tidak. Waktu sudah menunjukan pukul 23.00 WIB. Jalanan itu tampak lenggang, tidak terlihat ada banyak aktifitas orang yang melintas di sekitar jalan. Hanya ada beberapa mobil dan kendaraan bermotor saja yang masih berlalu lalang. Membuat suasana menjadi semakin mencekam bagi Syaqilla. Ya, itulah nama gadis dua puluh satu tahunan yang sedang berusaha untuk kabur dari kejaran anak buah rentenir tua, bernama Bramantyo. Sambil berlari, gadis cantik itu kembali menoleh. Sungguh ia tidak ingin tertangkap. Detak jantung Syaqilla berpacu cepat, rasa cemasnya kian meningkat, saat melihat orang itu masih saja mengejar dan jaraknya pun malah semakin dekat. Seperti orang gila, gadis itu semakin menambah kecepatan, masih berlari di trotoar. Ia tak menghiraukan keadaan di sekitar, yang terlihat masih ada kendaraan berlalu lalang di jalan raya. Bahkan ia tidak peduli lagi ke arah mana langkah kaki membawanya kini. Yang terlintas dalam pikirannya kali ini adalah ia harus lari dan terus berlari agar bisa kabur dari renternir tua itu. Hingga ia berhenti sejenak untuk mengambil nafas yang sudah hampir habis. Gadis itu membungkukkan badan, tangannya memegangi kedua lutut. Ia mengatur nafas yang ngos-ngosan, dan menyeka keringat di dahinya dengan lengan. Lalu, ia celingukan melihat ke kanan-kiri, berniat ingin menyebrang. "Nah, itu dia. Hay, berhenti!" Syaqilla terhenyak, ketika orang itu meneriakinya dari arah belakang. Ia pun menoleh, dan betapa terkejutnya ia, ternyata kedua orang tadi sudah semakin dekat. Tanpa pikir panjang, ia langsung saja berlari ke tengah jalan. Tin-tin! Syaqilla tersentak dan langsung berhenti seketika. "Woy! Dasar gila kali, ya? Kalau mau bunuh diri, jangan di sini! Huff, hampir saja aku akan menabraknya tadi." Salah satu pengendara mobil yang melintas, berteriak kesal. Akan tetapi, gadis itu mengabaikan orang-orang yang murka padanya. Rasa takut tertangkap, lebih mendominasi di pikirannya kini. Sehingga membuat gadis itu nekad memilih untuk menerobos jalan. Tanpa memperdulikan kendaraan yang sedang berlalu lalang, ia kembali mengambil langkah seribu. Dadanya berdebar kencang, berusaha berhenti dengan tepat menghindari setiap ada mobil yang melintas. Bahkan jantungnya serasa akan copot, ketika hembusan angin begitu kencang menerpa seluruh tubuh, di saat satu persatu mobil yang melintas, seperti akan menabraknya. Tin! Wuzz! Wuzz! Beruntung, akhirnya ia dapat bernafas lega, karena berhasil sampai di sebrang jalan. Sementara dua orang tadi ikut menyusul, menyebrangi jalan. Tetapi, sedikit kesusahan, karena terhalang oleh berapa mobil yang lalu lalang, sehingga langkah mereka jadi sedikit terjeda. Di saat itulah kesempatan Syaqilla untuk berlari lebih jauh lagi. Namun, kedua orang itu telah berhasil menyebarangi jalan dan kebingungan mencari ke arah mana gadis itu berlari. "Akh ... sialan! Ke mana dia larinya tadi?" umpat salah satu laki-laki, sambil ngos-ngosan menoleh kanan-kiri. Tak kuat lagi berlari, gadis itu memutuskan untuk beristirahat sejenak. Duduk di pinggir jalan meringkuk sendirian. Ia tampak kebingungan, ke manakah ia akan melarikan diri? Ia tidak mempunyai keluarga lagi selain dari Ibunya. Namun, ia tidak bisa membayangkan apa bila ia sampai tertangkap dan harus menikah dengan rentenir tua yang sudah berumur itu. Sungguh ia tidak mau. Air mata Syaqilla mulai mengalir membasahi pipi. Sungguh ia tak pernah menyangka, kalau orang yang seharusnya menjadi pelindung, malah tega menjualnya. Hati Syaqilla benar-benar terasa amat sakit. Selama ini ia masih bisa menahan sikap kasar dari Ibunya. Namun, kali ini sudah sangat keterlaluan. Mana ada seorang ibu yang tega menjual anaknya sendiri, kepada rentenir tua pula. Dan, lebih parahnya lagi, ia malah dijadikan sebagai gadis pembayar hutang oleh Ibunya. Sehingga membuat ia tak habis pikir, kenapa Ibu sampai tega melakukan itu padanya? Sambil menunduk, badan gadis itu mulai bergetar, tersedu-sedu karena tangis. Ia sangat sedih, cemas, takut dan juga kebingungan, apa yang harus ia lakukan sekarang? Puk! Tiba-tiba ada yang menepuk bahu dari belakang. Degh! "Akhirnya, aku bisa menangkap mu gadis bodoh. Hahaha ... !" Suara bas seseorang, membuat tubuhnya langsung membeku seketika. Syaqilla mengangkat kepala, nafasnya seolah berhenti. Dengan wajah tegang, dua netranya pun melotot karena kaget. Lalu ia menoleh ke belakang. Ternyata dua orang itu sudah berada di sana. Orang itu langsung saja menarik lengannya dengan kuat agar ia segera bangun. Tentu saja gadis itu terlihat panik bukan kepalang, dan ia pun meronta. "Lepaskan! Tolong lepaskan aku. Aku mohon Pak, kasihanilah aku! Tolong ... tolong!" Sambil meringis menahan kesakitan di lengan, Syaqilla memohon dan memelas, juga berteriak meminta pertolongan. Dua orang itu tertawa terbahak-bahak. "Percuma, Nona. Tidak akan ada orang yang menolong mu di sini. Lihatlah, jalan ini sepi, tidak ada orang! Siapa yang akan menolongmu, hah?" Tanpa belas kasihan mereka menyeret gadis itu hingga ke pinggir jalan. Lalu, mereka menunggu kedatangan mobil bosnya yang akan mendekat. "Jangan harap kau bisa lari lagi, Nona! Cepat hubungi Pak Bram! Bilang kalau kita sudah menangkap gadis ini!" Salah satu laki-laki itu melepas cengkeramannya dan segera mengambil ponsel untuk menghubungi sang Big Bos. Syaqilla masih meronta sambil terus berpikir bagaimana cara agar ia bisa terlepas dari mereka. Mau berteriak, meminta tolong juga percuma. Karena di jalan itu memang tidak ada siapa-siapa lagi selain mereka bertiga. "Ya Allah! Bagaimana ini? Tolonglah hambamu ini, ya Allah." Dengan penuh harap, gadis itu hanya bisa berdoa. Semoga saja ada yang datang menolong, atau pun berharap semoga Tuhan memberikan petunjuk, bagaimana ia bisa kabur dari orang jahat ini? Tiba-tiba ia seperti mendapat petunjuk. Ketika melihat salah satu orang itu sedang lengah karena sibuk menelfon. Ini kesempatan untuk bisa melarikan diri. Duk! Tanpa disangka, Syaqilla menginjak kaki orang itu. Kemudian ia juga menendang bagian intim laki-laki itu dengan lutut. Buk! "Aww ... ! Sialan, dasar gadis brengsek!" umpat sang preman kesakitan. Sambil meringis, memegangi bagian bawahnya yang ngilu akibat serangan Syaqilla terlalu kuat. Sehingga gadis itu bisa terlepas dan langsung saja melarikan diri. "E-ehh, woy. Berhenti, jangan kabur!" Laki-laki yang sedang menelpon terbelalak kaget ketika melihat Syaqilla bisa terlepas. "Argh, dasar bodoh! Menahan seorang gadis saja tidak becus. Ayo cepat, buruan kejar dia lagi, goblok!" Lelaki bertato itu kembali mengejar Syaqilla, meninggalkan temannya yang masih meringis menahan kesakitan. Dengan mengerahkan tenaga, gadis yang masih mengenakan piyama pink bermotif Hello kitty itu, makin mempercepat langkah seribu. Ia sudah tak memperdulikan lagi rasa perih di telapak kakinya yang tampak berdarah. Karena tak sempat memakai alas kaki, membuat kakinya mulai terluka oleh kerikil-kerikil kecil yang tajam, yang tersebar di sepanjang jalan. Hingga tanpa sadar ia sudah melewati bahu jalan, namun, kaki kecilnya yang ramping itu masih tetap berlari hingga ke tengah jalan. Sampai tiba-tiba suara klakson membuat Syaqilla tersadar. Seketika itu, ia pun berhenti dan menoleh ke arah samping. Akan tetapi, belum juga ia bereaksi, dengan apa yang ia lihat? Sebuah mobil putih langsung melaju kencang ke arah dirinya. Tin-tin .... "Aaaaa ... !" Reflek ia menyilangkan tangan di depan wajah. Dan kemudian -- Brrakk!Deg! Seperti seorang maling yang kepergok oleh sang pemilik rumah. Suara Natasya bagikan aliran listrik yang merayap hingga ke seluruh tubuh. Syaqilla langsung membeku seketika. "CK ck ck! Lihat siapa ini, yang tengah malam begini baru pulang?" Sambil menggelengkan kepala, Natasya mulai bergerak mendekati Syaqilla yang tampak bergeming di tempatnya. Tatapan gadis itu begitu tajam siap untuk mengintimidasi. Syaqilla menelan ludah, wajahnya tampak menegang, mulai merasa ketakutan. "Dari mana saja kau, Syaqilla? Oh, aku tahu. Wanita dari panti asuhan, yang asal usul tidak jelas sepertimu itu, pasti memang suka sekali keluyuran tiap malam, ya?" Sembari tersenyum miring, Natasya mulai mengejek. "Tidak." Syaqilla menggelengkan kepala. "Em, saya tadi--" Belum sempat ia membela diri, Natasya lebih dulu menyela. "Habis ketemuan dengan Alvaro, kan?" Glek! Susah payah, Syaqilla kembali menelan ludah kasar. Ia merasa seperti seorang penjahat yang sedang diintrogasi oleh polisi
Setelah hampir satu jam kemudian. Akhirnya dengan sangat terpaksa, mau tidak mau, Alvaro harus mengantarkan sang gadis pujaan hatinya untuk pulang. Sebenarnya kalau boleh jujur, ia masih sangat ingin terus bersama dengan gadis itu. Namun, berhubung waktu yang sudah cukup larut malam, memang sudah sepatutnya seorang gadis tak boleh keluyuran di luar rumah. Sehingga ia pun ingin mengantarkannya ke rumah sang majikan Syaqilla, yang tak lain adalah rumah keluarga Mahendra yang sekaligus rumah orang tuanya Natasya. Jika mengingat bagaimana perlakuan kasar yang pernah dilakukan Natasya pada Syaqilla. Dirinya jadi merasa sedikit khawatir juga was-was, takut jika sampai Natasya nanti akan mengulangi perbuatannya lagi, bagaimana? Rasa cemas mulai menjalar di pikiran. Hatinya pun jadi tak tenang. Hingga jiwa kepahlawanannya pun muncul dan rasa ingin melindunginya tumbuh begitu saja. Membuatnya bertekad ingin jadi sang pelindung gadis tersebut. Di sepanjang jalan, walaupun merasa cemas,
Setelah melakukan pertolongan medis, Alvaro yang masih tampak lemas duduk bersenden di atas ranjang pasien. Dengan wajah cemas, Syaqilla terlihat tak tenang, setia duduk menunggu di samping ranjang. Sementara orang lainnya sudah disuruh pulang oleh Alvaro. Sehingga kini hanya tinggal mereka berdua di ruang IGD sebuah klinik terdekat dari tempat mereka berkelahi tadi. Jujur Syaqilla merasa sedikit canggung juga gelisah tak tahu harus bersikap bagaimana ia sekarang? Karena semenjak beberapa hari lalu, mereka sudah lama tak saling jumpa, membuatnya jadi merasa kikuk dan serba salah. "Terima kasih, karena tadi sudah mau menolongku." Akhirnya setelah cukup lama mereka saling diam, Syaqilla mulai bersuara. Alvaro tersenyum. Namun, sedetik kemudian ia meringis karena merasa sedikit nyeri di sudut bibirnya. Syaqilla yang melihatnya pun segera mendekat dan dengan ragu tangannya mulai terulur menyentuh pelan sudut bibir Alvaro yang masih tampak memerah. Sungguh ia tak tega melihat k
Tentu saja Alvaro langsung naik pitam. Dengan rahang mengeras ia melotot tajam ke arah Raka. "Jangan berani-berani kau mendekati Syaqill! Jika sampai kau berani menyentuhnya walau hanya sedikit, aku pasti akan langsung menghajarmu, Raka!" ancamnya geram. Namun, bukannya takut, Raka malah tertawa lantang. Ia merasa senang dan sekaligus tertantang mendengar ancaman Alvaro yang sudah mulai terpancing emosi. "Ukh, aku jadi takut, Alvaro!" Dengan wajah songong lelaki itu berpura-pura takut. "Mari kita lihat, jika aku berani menyentuh gadis itu, apa yang bisa kau lakukan, Varo?" Lalu Raka bergerak mendekati Syaqilla. Otomatis gadis itu langsung bergerak mundur ingin menjauh. Namun, tak bisa. Karena sang anak buah Raka menahan tangannya. "Aku bilang berhenti, Brengsek! Lepas, kalau kalian berani hadapi aku satu per satu. Jangan cuma beraninya main keroyokan begini! Dasar pengecut kalian!" Alvaro masih saja terus mengoceh berusaha untuk memberontak. Mendengar kata pengecut, Raka cu
Wajah Syaqilla panik, ia menelan ludah, merasa sedikit ketakutan. Lalu, dengan tanpa mau berkata, gegas ia membalikkan badan ingin segera pergi meninggalkan lelaki tersebut. Namun, apa yang terjadi? Tiba-tiba saja lelaki berpenampilan seperti preman itu langsung meraih tangannya dan berkata, "Eh, mau ke mana, Cantik!" Raka tersenyum menyeringai. "Ikh, lepasin!" Tentu saja Syaqilla menggerakkan tangan, berusaha untuk bisa terbebas dari cengkeraman lelaki itu. Semua orang, yang merupakan anak geng Rajawali itu tertawa lantang. Merasa sangat senang dan terhibur melihat wajah tegang Syaqilla. "Jangan galak-galak dong, Nona! Aku hanya ingin menawarkan bantuan. Bukankah kau mau pulang? Biar aku antar, ya?" Dengan gaya sok pura-pura baik, Raka menawarkan tumpangan. "Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri! Jadi, lepasin aku sekarang! Kalau tidak, maka aku akan teriak. Biar semua orang datang menghajar kalian!" Sambil memasang wajah galak, Syaqilla memberanikan diri memberi mereka anca
Brugh! "Aww ...." Karena takut, pada akhirnya Natasya menyingkir dan ia pun jatuh terduduk di samping motor Alvaro melintas. "Ya ampun, Tasya kamu tidak apa-apa?" Dua orang temannya langsung datang menghampirinya. Lalu, mereka ingin membantu untuk bangun. Namun, karena rasa kesal yang sedang membara di dalam dada, gadis itu menangkis kasar uluran tangan dari keduanya. "Aw, Tasya! Kenapa malah dipukul? Sakit tau!" keluh Sonia sedikit kesal. "Pergi! Tinggalin aku sendiri!" bentak Natasya beram. "Ta-tapi--" "Pergi! Aku bilang pergi!" Natasya mulai terlihat histeris. Otomatis semua orang yang melihatnya jadi ketakutan. "Ya ya, udah. Ayo, kita pergi! Biarin dia sendirian dulu?" ajak Renita mengajak temannya untuk segera menjauhi gadis tempramen tersebut. Setelah keduanya pergi. Untuk meluapkan emosi, yang serasa telah sesak memenuhi dada. Bagai orang yang tak waras, Tasya kembali berteriak, "Argh!" Sungguh, rasa benci terhadap Syaqilla kian bertambah besar. Dan bahkan