Share

Yasmin 6

Suara yang keluar dari arah belakang Jaja berdiri, tentu saja membuat karyawan yang berada tidak jauh dari tempat Jaja menoleh, bahkan mereka ikut melotot kaget seperti bu Yasmin dan Jaja. Jaja sendiri, sudah menutup pantatnya dengan tangan kiri, namun bau semerbak itu telanjur melayang di udara dan ditangkap oleh indera penciuman setiap orang yang ada disana.

Kepala Yasmin saja sampai sempoyongan dan perutnya bergejolak, ia berusaha mati-matian menahan mual karena bau busuk yang keluar dari pantat salah satu keryawannya.

Teman-teman Jaja tidak berani tertawa, karena masih ada bos mereka yang menatap tajam pelaku penyebaran bau busuk.

Rahang bu Yasmin mengeras marah, karyawan yang sangat kurang aja, pikirnya. Tangannya yang putih, sedang menutup hidung sekaligus mulutnya.

Jaja sudah menunduk malu, bahkan sangat malu. Ya Allah, Jaja rasanya ingin mati saja saat ini. Air matanya sudah menggenang, tanda ia benar-benar dalam keadaan tidak ada harga dirinya lagi.

"Kamu ke ruangan saya sekarang!" tunjuk Yasmin pada lelaki muda di depannya ini. Jaja mematikan sebentar mesin raksasa itu, dengan langkai gontai ia berjalan mengikuti langkah Yasmin, menuju lift khusus pejabat pabrik. Semua orang melirik Jaja dengan tatapan kasihan sekaligus lucu.

Jaja masih menunduk mengekori langkah Yasmin.

Buugghhh...

Kepala Jaja menubruk punggung Yasmin yang berhenti tiba-tiba. Yasmin kaget, apalagi Jaja. Bahkan saat ini ia menahan, agar tidak terkencing di celana, karena terlalu malu, takut dan gugup.

"Kamu kurang aja sekali! kenapa menabrak punggung saya??" pekik Yasmin saat ia berbalik dan melihat wajah Jaja semakin pucat.

"Maaf, Bu. Ya Allah. Saya tidak sengaja!" kedua telapak tangan Jaja menangkup memohon ampun pada Yasmin. Wajahnya mengiba penuh permohonan. Namun, sepertinya janda muda itu sudah kepalang emosi. Ia tidak berkata apa-apa lagi pada Jaja, langsung kakinya masuk ke dalam lift yang pintunya baru saja terbuka. Kaki Jaja pun melangkah ikut masuk ke dalam lift.

"Siapa yang suruh kamu ikut naik lift ?" teriak Yasmin memberang, kesabarannya sudah habis saat ini. Jaja tersentak kaget. Tubuhnya mundur keluar dari lift dengan wajah seputih kapas.

"Kamu naik tangga, bukan naik lift. Paham!!"

Suara melengking Yasmin bahkan membahana di seluruh ruangan produksi. Mereka menggeleng pasrah, pasrah akan nasib Jaja yang sepertinya akan segera dipecat.

"Iii...iyaa.., Bu. Maaf!" Jaja berjalan ke arah tangga, sebelumnya ia sempat melirik Nanang dan beberapa temannya yang lain,mereka menunjukkan gerak tubuh, memberikan semangat pada Jaja. Lelaki itu hanya bisa mengangguk pasrah, sambil memukul gemas pantatnya.

"Pantat sialan! Ish..." gerutu Jaja sambil memukul pantatnya sendiri.

"Awas kalau gue dipecat, gue pecat juga lu. Biarin gue ga punya pantat, ga papa. Dari pada punya pantat tapi bikin malu doang."

Jaja terus saja menggerutu kesal, hingga tidak terasa sampai juga ia di lantai tiga. Matanya menatap horor plang pintu yang bertuliskan "Direktur" .

"Jaja, cepat!! Udah ditungguin lu!" Seru Renita dari balik mejanya. Ya... Jaja mengenal Renita sekretaris Yasmin dari Nanang. Pergaulan Nanang di pabrik cukup luas, sehingga hampir semua teman-teman Nanang pasti mengenal Jaja.

Jaja berjalan melewati meja Renita dengan tampang kuyu. "Ada apa sih, Ja?" Tanya Renita dengan wajah penasaran. Jaja tidak biasanya berwajah asem seperti ini.

"Doain gue ga dipecat ya, Mba!" Sahut Jaja lesu, ia hanya menoleh sekilas, lalu melanjutkan langkahnya menuju pintu neraka.

Tokk..tookk..

"Masuk."

Ya Allah, kaki dan tangan Jaja gemetar, padahal baru mendengar suaranya saja sudah seperti akan segera dicabut nyawanya.

Ya Allah, hamba mohon selamatkanlah hamba dari malaikat pencabut nyawa.

Kleeekk..

Pelan Jaja membuka pintu ruangan Yasmin. Wanita cantik dengan bulu mata lentik itu, sudah membuka blazernya, hanya menyisakan kemeja biru tua dan celana bahan. Ia duduk di kursi kebesarannya. Sambil menatap sengit Jaja.

Dua tahun sudah Jaja bekerja disini, namun baru kali ini ia bisa memasuki ruangan direktur pabrik. Sungguh ruangan yang simple namun tetap elegan. Ada foto pernikahan Yasmin dengan Arman berukuran cukup besar dipajang disana.

Dengan pelan, Jaja menutup kembali pintu ruangan tersebut lalu sambil menunduk, Jaja berjalan ke arah sofa, kemudian dengan pelan menaruh bokongnya duduk disana.

"Siapa suruh kamu duduk disitu?"

Spontan Jaja bangun dari duduknya. Ia kini berdiri berhadapan dengan bos cantik yang sangat menyeramkan. Lagi-lagi Jaja menunduk, tidak berani memandang wajah Yasmin yang saat ini berada dalam mode fire.

"Maaf, Bu!"

"Kamu tahu kesalahan kamu apa?" Tanya Yasmin dengan nada tinggi.

"Tahu, Bu!"

"Apa yang sebaiknya kamu lakukan?"

"Mati aja, Bu. Eehh..maksudnya terserah ibu saya mau diapakan." Dicium juga mau bu. Bisik hati Jaja dengan tidak sopannya.

"Nama?"

"Ibu tanya saya?"

"Bukan, saya tanya tuyul. Ya kamu dong, kan kamu yang ada di depan saya sekarang."

"Javier Ahmad, Bu."

"Nama siapa itu?" Yasmin mengerutkan keningnya. Perasaan namanya Jaja.

"Nama tuyul, Bu. Ehh...maksudnya nama saya."

"Jangan bohong kamu! Bukannya nama kamu Jaja?"

"Nama panggilan, Bu. Nama sesuai KTP dan akte lahir, Javier Ahmad."

"Usia kamu?"

"Lahir 25 Maret 1998, Bu. Pas banget tanggal tua kata emak saya, ehh...kata mamah saya."

Yasmin menahan senyumnya.

"Usia kamu saya tanya?bukan tanggal lahir."

"Iya tinggal dikurangin aja, Bu. 2020 dikurang 1998, berapa ya?" Jaja nampak berpikir, bahkan sekarang ia menggunakan jari jemarinya untuk menghitung usianya.

"Dua puluh dua tahun, Bu!"

"Sudah berapa lama kamu bekerja disini?sudah diangkat jadi karyawan tetap, atau masih kontrak?"

"Alhamdulillah, sudah dua tahun, Bu. Masih kontrak."

"Kamu saya pecat!"

Jaja terdiam, bahkan kini air matanya sudah menggenang. Ia benar-benar akan menangis, apalagi saat ini terbayang wajah sedih ibunya, jika tahu ia dipecat.

"Hiks...hiks..." akhirnya air mata itu tumpah juga. Yasmin hampir tidak percaya melihat pemandangan di depannya, seorang lelaki muda menangis hanya karena dipecat.

"Iya, Bu. Tidak apa-apa. Saya...hiks...mohon maaf, jika sudah melakukan hiks...banyak kesalahan, hikks..." tersedu Jaja meminta maaf, sambil mengusap air matanya dengan punggung tangan.

"Saya permisi, Bu. Mohon saya dimaafkan." Jaja berlalu sambil menunduk, bahkan ia tidak berani menatap wajah Yasmin yang saat ini, sedikit iba pada Jaja.

*****

Teman-teman di pabrik mengetahui Jaja dipecat, mereka sungguh tidak percaya bu Yasmin, bos mereka. Tega memecat Jaja yang pekerjaannya selama dua tahun ini sangat baik. Bahkan, saat pak Arman masih ada, Jaja pernah mendapatkan piagam karyawan dengan jam kerja full, tidak pernah izin atau pun sakit. Bahkan Jaja dengan senang hati mengambil jam lembur.

Satu persatu mereka menyalami Jaja. Nanang tampak begitu sedih, ia memeluk erat Jaja. "Semoga lu dapat kerjaan lebih baik dari sini ya, Ja. Sabar ya!" Nanang mencoba menguatkan Jaja.

"Pantesan aja lakinya mati duluan, orang aslinya perempuan kejam begitu!" Celetuk Dian dengan wajah sebal.

"Ga papa, Dian. Yang salah emang gue." Jaja menyunggingkan senyumnya pada semua teman-temannya. Dengan langkah gontai ia keluar dari pabrik.

Jika ia pulang sekarang, pasti ibunya curiga. Jadilah ia duduk di teras masjid. Menunggu waktu dzuhur hingga ashar.

"Permisi, Kak. Saya lapar!" Ucap seorang anak kecil, kira-kira berusia tujuh tahun. Pakaiannya lusuh begitu juga wajahnya. Tangannya menadah, minta belas kasihan Jaja.

"Ibu kamu kemana?"

"Ga ada, Kak. Saya tinggal sama nenek saja." Ucapnya sedih. Jaja terenyuh, ia bersyukur masih diurus oleh ibunya sendiri. Dengan sigap, Jaja mengeluarkan dompet lusuhnya. Masih ada tiga lembar uang lima puluh ribu disana dan beberapa lembar uang lima ribuan. Jaja mengambil satu lembar lima puluh ribuan, lalu memberikannya pada anak tersebut.

"Ini, De!"

Anak kecil itu menatap tidak percaya uang yang kini sudah berada di tangannya.

"Banyak sekali, Kak!"

"Belikan beras, telur dan mie  jadi nenek kamu juga bisa ikut makan."

"Ya Allah, makasih, Kak. Hikkss..." anak kecil itu berlari sambil menangis.

Disaat aku kehilangan pekerjaan, ternyata ada yang lebih susah. Anak kecil menahan lapar karena tidak memiliki uang untuk makan. Astaghfirulloh, aku tidak pantas bersedih, pasti ada jalan buatku untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Jaja bermonolog. Sambil menunggu waktu adzan magrib, Jaja membuka ponselnya.

Restoran Pojok Lesehan, mengundang anda untuk bergabung menjadi keluarga Restoran Pojok Lesehan. Ditunggu kehadirannya besok pukul sembilan pagi, untuk briefing.

Jaja mengusap air matanya yang tumpah.

"Alhamdulillah, Ya Allah!"

Yasmin berjalan keluar dari ruang produksi. Kepalanya menoleh, bagian mesin yang kini telah digantikan oleh orang lain. Yasmin menarik nafas lega, semoga setelah ini tidak ada lagi karyawan yang berperangai buruk seperti Jaja.

****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hadi Hanggoro
walaupun habis dipecat baik juga ini orang mau bantu orang lain
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status