Share

07

Author: Nyemoetdz Kim
last update Last Updated: 2025-03-14 10:34:11

"Sepertinya meluangkan waktu dengan melukis akan jauh lebih baik."

Sekar diantarkan ke tempat yang dia mau, dia membeli beberapa alat untuk menggambar. Dia duduk di batu besar dekat jurang yang ada dihadapannya dengan alat gambar di tangan, sambil menatap bentangan hijau, dia tidak merasa takut duduk di sana. Suasana yang tenang dan juga udara yang segar membuat Sekar merasa nyaman. Pohon besar yang tak jauh darinya menutupi Sekar dari sinar matahari yang terik.

Perlahan tangannya digerakan untuk menggambar sesuatu yang ada di pikirannya. Panji dan pengawal yang lain ada di dekatnya, namun mereka tidak berani mengganggu. Panji memberinya waktu 1 jam untuk Sekar yang ingin melampiaskan kesedihannya dengan menggambar. Dia tidak bisa meluapkan kesedihan yang dirasakan di rumah, itu hanya akan membuat orang tuanya khawatir.

Sebuah rumah dengan taman yang indah, tergambar di kertas dari tangan Sekar. Bukan rumah istana, hanya rumah sederhana. Begitu detail gambarnya hingga terlihat nyata. Walau tidak ada warna dalam gambar itu, namun gambar itu begitu indah. Air mata menetes begitu saja tanpa di minta, kesedihan yang dia rasakan begitu menyiksa. Dia seperti sedang rindu dengan kesederhanaan yang dulu.

"Apa kita bisa pulang sekarang?" Panji yang merasa sudah 1 jam membiarkan Sekar di sana, coba menghampirinya.

"Bukankah rumah yang cantik, Mas?"

Sebelum menoleh, dia menyeka kasar air mata sebelum menjawab Panji. Dia menunjukkan hasil karyanya. Sebuah rumah sederhana dengan keluarga bahagia. Seperti keinginannya, dia berharap keluarga bahagia, meski itu sulit dia dapat. Padahal hal seperti ini sudah sejak lama dia lalui, namun dia masih berharap keluarga yang sederhana. Dia harus mulai menerima kenyataan, jika ini memang menjadi kewajibannya sebagai anak Adi Bagas.

Harus mengalah dengan pekerjaan orang tuanya, membuat Sekar kurang perhatian. Bukan berarti orang tuanya tidak sayang, ataupun tidak peduli. Hanya saja berkeinginan memiliki keluarga kecil yang bahagia tanpa memikirkan politik itu sulit Sekar lakukan.

"Apa memangnya itu?" tanya Panji. Dia coba mengajak bicara agar kegelisahan Sekar berkurang. Dia kesepian, karena dia belum terbiasa tinggal di rumah dinas yang baru.

"Entahlah, hanya aku selalu senang menggambar rumah kecil dengan keluarga bahagia," jawabnya.

"Apa kamu merasa Bapak dan Ibu tidak memperdulikan lagi? Mereka sedang menjalankan tugasnya menjadi pemimpin negara. Bukankah ada kita yang akan menemanimu."

"Benar, Mas. Hanya saja—" Sekar ragu mengatakannya, bukan itu saja masalah yang dia simpan, ada satu masalah lain yang tidak bisa dia katakan. Agar mereka tidak khawatir, belum lagi pasti dia akan semakin terkekang.

"Sebaiknya kita pulang, Mas. Nanti Ayah akan marah pada Mas lagi." Perlahan Panji membantu untuk kembali ke dalam mobil. Jam menunjukkan pukul 5 sore, dan memerlukan waktu 1 jam untuk sampai rumah dinas Presiden.

Sebelum sampai, Sekar langsung mengajak mereka untuk makan. Dari pengawal yang bersamanya hanya dia yang perempuan. Biasanya akan ada 1, tapi hari ini pengawal perempuan yang ada bersama Sekar sedang cuti. Dia seperti seorang putri yang dikawal 4 orang pria.

Kesedihan yang dia rasakan tadi seperti hilang ketika senyum manis mengembang saat mereka mengajaknya bercanda. "Benarkah Mas dekat dengan Lastri?" Sekar menatap Panji dengan tatapan terkejut setelah mendengar pengawal yang lain menceritakan kedekatan Panji.

"Bukan seperti itu, kan—"

"Sudah ngaku saja." Salah satu pengawal memotong ucapan Panji yang mau mengelak.

"Iya juga tidak apa-apa, Mas. Dia itu baik, walau sedikit cerewet," sahut Sekar, dia ikut menggoda Panji yang bingung dengan tuduhan mereka. Kedekatakan Panji karena Lastri dekat dengan Sekar. Agar jika ada apa-apa mendapatkan kabar darinya.

Ketika mereka sedang asyik bicara, suara ponsel Panji terdengar. Dia meminta mereka diam sebentar dan menjawab telepon yang masuk. Sekar menatap takut jika Panji akan diomeli ayahnya lagi karena menuruti kemauan Sekar.

"Mbak Sekar, bolehkah foto." Seorang pemuda mendekati Sekar yang sedang fokus pada Panji bicara. Namun, pengawal yang lain segera menghentikan pemuda itu agar tidak lebih dekat lagi.

"Aku hanya ingin minta foto, apa salahnya?" Pemuda itu terlihat tidak terima dengan larangan yang pengawal Sekar lakukan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   62 🩷

    "Mas—" Wira malah diam tanpa memberi jawaban atas apa yang Sekar katakan."Ya, aku pulang. Kalau begitu tutup teleponya." Wira tidak bisa membohongi Sekar dan memilih pulang.Dalam perjalanan pulang dia menghubungi Gala untuk tidak jadi pergi karena Sekar memintanya pulang. Mungkin belum waktunya dia menemukan kebenaran akan keluarganya.Dengan perasaan yang campur aduk, Wira masuk ke dalam rumah. Dia bersikap tidak terjadi apapun dan mendengarkan apa yang Sekar mau. Bukan apa-apa, hanya memeluk tubuh suaminya saja, dan mengajaknya bicara. Padahal ada hal yang lebih penting. Masalahnya Wira tidak menceritakan, kalau saja bilang dengan jujur mungkin Sekar mengiyakan."Mas tidak kembali ke Batalyon?" Setelah beberapa saat di rumah dan menemani suaminya makan, Sekar berbaring di pangkuan Wira yang duduk menatap layar TV."Tidak. Aku akan menemanimu. Mau ke kamar sekarang? Aku akan membantumu.""Tidak ap

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   61 🩷

    "Mas, ada apa? Bangunlah! Mas!" Panggilan Sekar membuat Wira yang tidur sambil berteriak membuka mata dengan nafas memburu."Ada apa, Mas?" tanya Sekar yang duduk sambil menatap Wira.Tanpa menjawab, Wira bangun dan memeluk erat tubuh istrinya. Nafasnya masih memburu tanpa mengatakan apapun. Sekar yang khawatir membalas pelukan Wira dengan mengusap pelan punggung suaminya. Keringat membanjiri tubuhnya, tapi tidak peduli akan itu Sekar masih memeluknya."Maaf, aku bermimpi buruk. Seseorang mengejarku sampai akhirnya dia berhasil mencekik ku.""Minumlah dulu." Sekar menyodorkan air minum untuk suaminya. Dia tampak seperti orang yang baru berlari bermil-mil jauhnya."Beberapa hari ini Mas terus bermimpi buruk, ada apa sebenarnya? Apa ada beban pikiran yang Mas tidak katakan padaku? Ceritakan saja Mas jika itu menganggu dirimu." Wira hanya menggeleng pelan. Dia kembali membawa Sekar dalam pelukanya.Sete

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   60 🩷

    — Flashback —Seorang anak laki-laki berusia 19 tahun sedang menggendong adiknya keluar rumah agar tangis sang adik berhenti, namun tidak. Sepanjang jalan adiknya terus menangis dalam gendongannya. Terpaut usia 14 tahun, tidak membuat anak laki-laki itu lantas malu memilik adik, apalagi dia harus merawat adiknya ketika kedua orang tuanya sibuk bekerja.Hidupnya sendiri sudah berat dan jarang mendapatkan kasih sayang, sekarang di usianya 18 tahun, dia harus merawat adiknya yang baru 5 tahun. Tubuhnya sangat lelah, namun dia tetap coba membujuk adiknya agar tidak menangis lagi. Sejak pagi sang adik sudah menyusahkan neneknya.Dia, Wira Cahyadi, peserta Taruna Akmil yang sedang menjalani pendidikanya untuk menjadi Perwira. Dia mendapatkan ini karena kemapuannya, selain tampan, dia juga pintar. Itu sebabnya dia berhasil masuk dengan sekali tes, dan beasiswa yang dia dapat."Mas, mau ibu ..." rengek anak kecil yang ada di gendonganya.

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   59 🩷

    10 lembar uang pecahan 100 dolar berserta surat menjadi fokus Wira. Dia diam dalam mobil sebelum melajukannya, dia penasaran siapa sebenarnya yang mengirimkan uang sebanyak itu."Bawa Mas saja, aku tidak mau membawanya," ucap Gala."Jika ini memang dari mereka, untuk apa baru sekarang mereka memberinya." Wira langsung berpikir jika itu dari orang tuanya, siapa lagi pikirnya, apalagi kata-kata dalam suratnya seperti itu."Tidak tau, bagiku Mas jauh berarti dari mereka, karena Mas aku bisa seperti ini. Aku tidak mengenal mereka dan tidak ingin bertemu dengan mereka."Wira diam, dia sendiri bingung. Hati kecilnya mengatakan hal yang sama, namun dia juga ingin tau apa orang tuanya masih hidup atau tidak dan alasan apa yang membuat mereka pergi begitu saja."Jangan ceritakan pada Sekar nanti, aku tidak ingin dia malah kepikiran dengan hal yang tidak jelas kebenaranya. Iya kalau ini dari mereka, jika tidak bagaimana. Se

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   58 🩷

    "Masih terasa mual? Kita pulang saja ya?" Pria yang mengenakan Jas biru dongker, kemeja putih dengan kancing atas dibuka itu sedang berjongkok menatap istrinya yang mengeluh mual. Wanita cantik dengan kebaya warna baby blue itu coba mengatur nafas agar tidak memuntahkan isi perutnya. Sikapnya begitu manja dengan menyandarkan kepala pada bahu sang suami."Tidak mau," rengeknya."Tunggu di sini biar aku minta air hangat." Wira kemudian beranjak untuk mengambilkan air hangat untuk istrinya. Penuh perhatian hingga seseorang yang sejak tadi menatap interaksi mereka berjalan menghampiri Sekar."Suamimu baik sekali, tampan lagi. Beruntung kau mengenalnya, Mbak," sahut salah satu sepupu Sekar."Makanya jadi cegil agar kau bisa mendapatkan apa yang kau mau. Jangan hanya diam sambil menunggu.""Ngomong-ngomong, Mas Panji apa sudah menikah. Dia terlihat sangat tampan, lihatlah," tuturnya sambil menatap Panji y

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   57 🩷

    "Sudah merasa lebih baik?" Wira menopang tubuh istrinya yang lemas karena sejak tadi terus memuntahkan isi perutnya. Tanpa rasa jijik Wira membantu sang istri ke kamar mandi. Tak hanya itu, dia juga menggendong tubuh istrinya. Membawa kembali ke atas tempat tidur. Bertambah hari, perut Sekar sering merasa mual hingga muntah. "Tidurlah lagi, masih terlalu pagi," ucap Wira dengan lembut. "Maafkan aku mengganggu waktu tidur Mas," jawab Sekar. "Sudah jangan pikirkan, mau minum yang hangat dulu?" Wira mengambilkan istrinya minum air hangat agar lebih enakan. Setelahnya mereka kembali berbaring dengan Sekar memeluk tubuh suaminya. Usia kandungannya jalan 12 minggu, dan beberapa hari ini Sekar mulai merasakan mual yang mengganggu harinya. Dia beruntung suaminya, Wira, selelah apa dia masih mau membantu istrinya. Seperti sekarang, dia baru pulang pukul 11 malam dan saat akan tidur malah Sekar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status