Gilang berulang kali mengecek suhu tubuh Risa karena khawatir jika sampai istrinya itu kembali panas dan dia tidak tahu. Berkali-kali juga Gilang mengompres kening Risa dengan air hangat hingga akhirnya dia memeluk istrinya itu dari belakang untuk memberikan kenyamanan.Matahari pagi menerobos melalui ventilasi jendela. Membuat Risa yang tertidur dengan pulas sedikit menyipit. Dia merasakan tubuhnya tengah dipeluk oleh seseorang dari belakang. Risa berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi pelukan dari belakang itu lebih erat membuat dia akhirnya menoleh."Kak ...." Risa membingkai wajah Gilang yang sedang tertidur sambil memeluknya. Betapa Risa merasa kagum melihat tampan wajah Gilang yang sudah berusia cukup dewasa. Lelaki itu tertidur dengan pulas tanpa sadar Risa yang memegangi rahang tegasnya dengan lembut."Seandainya saja aku bisa meraih hatimu. Pasti aku akan menjadi perempuan paling bahagia di dunia ini. Tampan wajahmu, kebaikan hatimu, ketegasan sikapmu, telah menjerat hatiku." R
Risa kaget bukan main karena Gilang menarik tubuhnya ke dalam dekapan dan memperdalam ciuman. Perempuan itu akhirnya mengikuti permainan ciuman Gilang."Kenapa?" Gilang mengangkat wajah Risa yang tertunduk malu karena mendapat ciuman yang begitu mendadak."Kakak akhir-akhir ini sering banget merampok bibirku," sungut Risa dengan wajah yang masih merona seperti kepiting rebus."Emangnya ada yang salah? Bukankah kita sudah berjanji untuk tidak lagi pelit dalam segala hal yang tidak kita sukai." Gilang menaikturunkan alisnya membuat Risa semakin merasa malu. Perempuan itu pun langsung berlalu meninggalkan Gilang yang masih tersenyum seorang diri.Risa sebenarnya hendak mandi dan membersihkan tubuhnya karena sudah mulai terasa lengket, Tapi Gilang melarangnya untuk mandi karena khawatir jika nanti Risa menggigil kedinginan. Mengingat kondisi Risa yang belum benar-benar sembuh total membuat Gilang memerintahkan Risa untuk tetap duduk di atas ranjang."Biar aku saja yang bersihkan tubuhmu.
Pagi yang cukup cerah. Matahari bersinar dengan begitu hangat sehingga sinarnya menerpa permukaan kolam ikan koi yang terletak di sudut pekarangan rumah. Risa berdiri di balkon kamar untuk menikmati hangatnya sinar matahari pagi. Menurut dokter, hangat sinar matahari pagi memberikan kekuatan dan energi pada orang sakit sepertinya.Risa melihat dari atas balkon, Amira tampak sedang asyik bermain dengan asisten rumah tangga. Dia bahagia setiap kali melihat gadis kecil itu tersenyum bahagia. Sejujurnya Risa ingin tahu banyak tentang ibunya Amira. Dia ingin tahu banyak tentang perempuan yang bernama Mega itu. Tapi dia tidak mungkin mempertanyakan hal ini kepada Gilang Karena dia tahu Gilang pasti akan marah. Pagi ini, kondisi Risa jauh lebih membaik. Dia sudah mampu berdiri dan menyiapkan pakaian kerja Gilang. Ini bukan kali pertama selama Risa menjadi istri Gilang, menyiapkan pakaian kerja Gilang. Risa menaruh pakaian itu diatas ranjang dan membuatkan kopi untuk suaminya, lalu meletakka
"Katakan!" Jawab Gilang singkat."Lepaskan Tante Tika, aku mohon." Risa menatap Gilang dengan penuh permohonan."Tidak." Gilang mendekap Risadengan erat."Tidurlah!" Gilang berbisik di telinga Risa."Tapi, Kak ...." Risa menatap tubuhnya yang dipeluk erat oleh Gilang. Dia ingin protes, tapi Gilang menarik selimut dan menutupi tubuh mereka."Aku akan memelukmu sepanjang malam. Jangan takut." Gilang berbisik sambil mengeratkan pelukannya.Risa pun tertidur dengan nyaman seakan ada yang menjaganya dengan kekuatan super.***Risa berada di sebuah ruangan operasi dengan bunyi komputer dan alat-alat kesehatan lainnya. Dia melihat seorang dokter melakukan operasi padanya dan dari luar sana dia melihat Om Herman menangisinya dengan banjir air mata.Saat Om Herman sedang menangis menatapnya dari luar ruang operasi, tante Tika tiba-tiba muncul dengan wajah merah padam. "Mas, apa yang kamu lakukan?" Tante Tika melempar sebuah kertas kepada Om Herman.Om Herman terbelalak karena Tante Tika memba
Pagi yang cerah, Risa menggeliat kecil saat sinar matahari menerobos masuk melalui celah ventilasi kamar dan menyilaukan matanya yang masih terpejam. Perempuan itu meraba samping ranjang dan tidak mendapatkan Gilang berada di sampingnya. Risa pun melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.Risa menoleh ke arah pintu kamar mandi yang terbuka dan terkejut melihat Gilang yang sedang memakai handuk masuk ke dalam kamar. Gadis itu terkesiap karena Gilang tidak memakai pakaian dan hanya mengenakan handuk saja. Lelaki bermata elang itu kemudian mengambil pakaiannya di dalam lemari."Kenapa Kakak tidak bangunkan aku?" tanya Risa. Gilang menoleh sesaat, lalu menerbitkan senyum di wajahnya. Dia pun berjalan ke arah ranjang dan mengusap kepala Risa dengan lembut."Kamu belum sembuh total, jadi aku tidak ingin membangunkan tidurmu yang sedang nyenyak," sahut Gilang seraya mengeringkan rambutnya dengan sebuah handuk kecil."Kakak mau ngapain?" tanya Risa saat melihat K
Keadaan Risa perlahan sudah mulai benar-benar pulih. Gilang mengizinkan Risa kembali mengerjakan pekerjaan rumah termasuk memasak dan membuatkan sarapan pagi untuknya.Pagi itu, sebelum Gilang berangkat ke kantor, Risa meminta izin padanya untuk pergi mall bersama Kak Vani.Awalnya Risa mengira kalau Gilang tidak akan mengizinkannya untuk pergi kemanapun, tapi ternyata Gilang menyetujui istrinya itu bergabung bersama teman-teman karena menurut Gilang, Risa memang harus rajin menjalin komunikasi dengan para wanita sosialita itu.Risa pun membuat janji dengan Vani untuk belanja di Mall dekat kantor Kak Gilang. Vani menjemput Risa kerumah dengan mobilnya. Mereka berbelanja bersama teman-teman komunitas. Sebenarnya Risa tidak terbiasa, tapi Gilang memaksanya untuk ikut Vani hang out atau shopping. Katanya supaya Risa tidak stres di rumah. Gilang memberikan Risa kartu ATM miliknya."Risa, kamu harus beli tas ini deh. Ini limited edition, loh." Vani menyodorkan sebuah tas berharga puluhan
Pagi ini, Risa dan Gilang memantapkan niat mereka untuk menyekolahkan Amira di sekolah taman kanak-kanak di dekat kantor Gilang."Kamu yakin ingin menjaga Amira di sekolah? Kalau memang keberatan, biar Mbak Asih saja ia menunggui dia di sekolah," tanya Gilang."Sangat yakin, Kak. Kebanyakan ibu-ibu yang menunggu anaknya di sekolah. Aku tidak mau kalau Amira merasa bahwa dia tidak memiliki Ibu sehingga dijaga oleh seorang babysitter." Risa menyahut dengan penuh kemantapan.Hari itu Risa sudah memakaikan Amira seragam yang sudah mereka beli di mall kemarin siang. Dia sangat bahagia melihat Amira memakai seragam taman kanak-kanak yang berwarna biru putih tersebut."Apa sekolah tersebut memiliki seragam seperti ini?" Gilang bertanya kepada Risa saat melihat Risa memasangkan dasi dan topi kepada Amira."Aku nggak tahu, Kak, tapi menurut teman-teman kemarin kebanyakan sekolah di Jakarta memakai seragam seperti ini untuk seragam nasional. Kalau ternyata nanti sekolah itu memakai seragam yang
"Gading, aku seperti pernah mendengar nama itu. Akh, aku lupa. Di mana aku mendengar nama itu." Risa memijat pelipisnya agar bisa mengingat di mana Dia pernah mendengar nama Gading.Risa lanjut membaca Akte kelahiran. "Lahir tanggal sepuluh bulan Januari tahun Dua Ribu tujuh Belas. Anak pertama dari Ayah Gading Eka Adiguna dan Ibu Mega Naomi."Risa semakin membelakkan mata. "Jika akte kelahiran berbunyi seperti ini. Apakah ini berarti Amira bukan anak Kak Gilang?" Risa kembali bergumam di dalam hati sambil menoleh ke arah Amira."Bunda, Kenapa lama sekali Bunda memeriksa mapnya? Ada yang tertinggal?" Ucapan Amira membuyarkan lamunan Risa. Gadis itu pun segera tersenyum pada Amira."Nggak apa-apa, Sayang. Bunda hanya mengingat beberapa hal yang Bunda lupakan," sahut Risa tergelagap.Risa memasukkan kembali berkas-berkas itu ke dalam map berwarna biru. Pikirannya benar-benar berkelana. Tidak ada nama Gilang di akte kelahiran Amira. Apa itu berarti Amira bukan anak Gilang? Lalu, mengap