แชร์

Pertemuan Pertama

ผู้เขียน: Mirielle
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-05-14 12:04:24

Chloe mengerang pelan saat mengecek sisa saldo tabungannya. Jumlahnya tidak seberapa dibandingkan angka yang tertera di kertas itu. Chloe menghela napas dalam-dalam, di sampingnya Alex sudah tidur di sofa.

Chloe tidak mau Alex terhenti, tidak ketika pendidikannya sudah hampir selesai. Dia berdiri, berjalan pelan dan membuka pintu menuju balkon. Dilihatnya bintang-bintang yang berarak, jumlahnya ribuan dan Chloe berdecak lagi. “Seandainya aku memiliki uang sebanyak jumlah kalian di langit,” katanya pelan.

Tak akan ada yang berani meminjamkan uang sebanyak itu padanya. Teman-temannya tahu bagaimana kondisi Chloe, jadi harapan itu turut dicoretnya dalam hati. Chloe memegang ponselnya, dia menggeser nama-nama di layar.

Dia tergoda untuk menelepon Bibinya, tapi diurungkannya niat itu cepat-cepat. Tidak. Chloe bisa melakukannya sendiri. Dia tidak akan meminta bantuan mereka.

“Siapa yang akan bisa membantuku?” gumamnya pelan, lalu matanya terhenti pada satu nama.

Nash Sulivan.

Nama pria itu tak pernah benar-benar dihapus Chloe dari ponselnya. Dia ingat, dia mendapatkan kontak pribadi Nash diam-diam dari data siswa ketika salah satu guru memintanya untuk mengantar sesuatu ke ruang guru. Tapi sejak Chloe menyimpannya di ponsel, Chloe tak pernah benar-benar menghubungi Nash.

“Apa kabarmu sekarang?” Dia bergumam pelan, air mata itu mengalir jatuh.

Walau Chloe mengaku penolakan Nash yang berbalut penghinaan membuat harga dirinya musnah, Chloe tidak bisa menutupi jika Nash selalu mendapatkan satu tempat khusus dalam hatinya. Mungkin karena efek cinta pertama, mungkin karena kegagalan, entahlah.

Keesokan harinya Chloe kembali bekerja seperti biasa, Alex juga kembali ke kampusnya untuk mengurus beberapa hal. Tapi sepanjang rapat, lalu pertemuan dengan klien, hingga rapat kedua di sore hari, Chloe tak bisa fokus.

Di otaknya hanya ada: $350.000 dan tenggat waktu satu minggu.

“Satu hari akan berlalu,” gumamnya pelan pada dirinya sendiri. “Kini hanya tersisa enam hari lagi.”

“Apa kalian mendengarnya?” Salah satu rekan kerjanya seperti biasa membuka gosip baru sebelum jam pulang kerja. “Nash Sullivan kembali ke kota ini. Dia benar-benar pulang!”

“Ya, aku baru membaca kabarnya tadi pagi. Rasanya mendebarkan melihat pesona pria matang seperti dia. Dan jangan lupa jika Nash kini melejit menjadi orang paling kaya dengan aset triliunan dollar, dan paling berpengaruh. Astaga, aku penasaran wanita mana yang sanggup menggoyahkan perasaannya.”

“Gosip mengatakan dia mengalami penyimpangan di bagian bawah sana,” bisik yang lain sambil menahan tawa cekikikan. “Katanya, dia menyukai pria.”

“Hah? Artinya, harapanku musnah?”

“Bagian ‘itu’ tak bisa berfungsi, jadi lebih baik kamu mencari pria lain.”

Chloe nyaris tertawa. Bahkan sampai sekarang, Nash masih menjadi impian banyak wanita. Banyak yang ingin menjadi pendampingnya, tapi Chloe tahu, Nash normal. Bisa jadi itu hanya sebuah gosip tak berdasar. Siapa yang tahu kehidupan pribadi Nash? Mungkin saja, ada ratusan wanita yang naik turun ranjangnya berulang kali.

“Tapi ku dengar dia ke luar negeri untuk pengobatan ibunya. Ckk! Dia cukup malang, bukan?”

Chloe melirik. “Benarkah?”

“Kau tidak membaca beritanya, Chloe? Sepuluh tahun lalu, ibunya mengalami kecelakaan yang membuatnya koma sampai sekarang. Tapi,” Rekan kerjanya memberi kode supaya Chloe mendekat, “katanya itu percobaan pembunuhan.”

Chloe terkejut. “Percobaan pembunuhan?”

“Ya. Tapi sampai sekarang, belum terungkap siapa pelakunya dan juga motifnya. Aneh bukan? Bahkan sekelas Oasis Corp tak mampu mengungkap semua ini.”

Tentu saja itu aneh, atau lebih tepatnya tidak masuk akal. Nash memiliki banyak koneksi, atau lupakan soal koneksi, dia bahkan bisa menemukannya sendiri. Kenapa kasus ini dibiarkan sepuluh tahun terpendam begitu saja?

“Sudahlah, tidak ada gunanya mengurus pria yang kenyataannya hidupnya jauh lebih menyenangkan dari kehidupan kita,” kata temannya lagi. “Chloe, sampai bertemu besok.”

Sepulang kerja, Chloe memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Dia berhenti di sebuah bangunan pencakar langit dengan dinding kaca mengelilinginya. Gedung itu milik Oasis Corp, Chloe membaca jika Nash membelinya tahun lalu.

‘Dia memiliki aset triliunan dollar’, Chloe kembali teringat dengan pembicaraan rekan kerjanya. Dia menghela napas dalam-dalam. $350.000 bukan apa-apa bagi Nash, seandainya Chloe meminta bantuannya. Tapi tidak mungkin. Masih segar dalam ingatan Chloe bagaimana Nash menolaknya, bahkan menghinanya.

“Dia bahkan menyuruhku melihat diriku sendiri di cermin,” gerutu Chloe, dadanya masih sakit jika mengingat itu semua. “Memangnya kau sendiri bagaimana?”

Chloe menarik napas lagi. Dia mendongak, menatap bangunan itu hingga ke lantai akhir, lalu memutuskan pergi dari sana. Tapi ketika dia membalik badan, tatapannya terpaku pada seseorang, sosok yang terasa tidak nyata, tapi sedang berdiri di sana.

“Nash?” Suara Chloe nyaris tak terdengar.

Pria itu ada di sana, dengan jas hitam senada dengan bawahannya, menyatu dengan gelapnya malam. Dia tidak tersenyum, tidak menunjukkan wajah ramah. Chloe tahu, dia masih Nash yang sama seperti 10 tahun lalu.

Chloe menelan ludah. Sudah bertahun-tahun, tapi kehadiran Nash masih mampu membuat jantungnya berdetak tak teratur, entah kaerna gugup, takut, atau kebencian yang sepenuhnya belum padam. Chloe tahu Nash tidak akan lupa dengan pengakuan cintanya dulu.

Mungkin Nash masih menganggapnya sebagai Chloe yang berusia 16, tapi segalanya sekarang berubah. Chloe tidak membutuhkan cinta, tidak memiliki keinginan yang menggebu terhadap lawan jenisnya, sekalipun itu seorang Nash Sullivan.

Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Chloe ketika dia memutuskan pergi dari sana. Tapi saat dia baru melangkah tiga langkah, suara berat itu mengalun di telinga.

“Aku pikir aku salah melihat, ternyata benar kau!”

Chloe berbalik lagi, dia tersenyum. “Siapa aku?”

Mereka saling menatap dalam diam, lalu Nash tersenyum miring dan sinis. “Chloe Lynn, kau tidak berpikir aku akan melupakan wajahmu bukan?”

“Aku tersanjung kau mengingatku.” Chloe mencoba tenang. Wajah Nash terlalu mengintimidasi, dan senyum itu... Dia berbahaya, pikir Chloe.

“Kenapa kau ada di sini?”

Well, aku berdiri di sisi jalan, bukan gedung milikmu. Semua orang bisa ada di sini, bukan?

“Hanya berjalan-jalan,” sahut Chloe enggan. “Kalau begitu, aku pergi dulu.”

“Kau tidak sedang menghindariku karena masa lalu, bukan?”

Langkah Chloe kembali terhenti, tangannya mengepal kuat. Dia berbalik, tersenyum dengan kaku. “Masa lalu hanyalah masa lalu, siapa yang tidak melakukan kesalahan ketika muda?”

“Kesalahan?” Kening Nash mengernyit. “Kau berpikir jatuh cinta padaku adalah kesalahan?”

“Jatuh cinta bukan kesalahan. Tapi padamu,” Chloe menunjuk ujung rambut Nash hingga ke kakinya, “kaulah kesalahan itu. Kau menolakku dengan cara paling kejam yang bisa dipilih seorang pria, di depan seluruh teman-temanmu.”

Nash melirik sekilas, ekspresinya tak terbaca. “Dan kau pikir aku menyesal? Tidak Chloe. Aku tidak pernah menyesal menolak seorang gadis yang memakai air mata untuk menarik simpati.”

Dada Chloe kembali dipenuhi rasa sesak dan sakit hati. Rahangnya mengetat, pertemuan bodoh ini meninggalkan penyesalan padanya. “Kau tak tahu apa pun soal air mataku. Dan aku tidak pernah mengambil simpati padamu. Tidak dulu, tidak sekarang atau di masa depan.”

Nash tertawa kecil, mengejek rasa percaya diri Chloe. Tunggu hingga kau berlutut meminta pertolongan dariku, wanita munafik. Kau akan tahu bagaimana rasanya menelan ludahmu sendiri. “Aku mungkin tidak tahu kau bagaimana dulu, tapi sekarang, aku tahu banyak!”

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Tertawan Kontrak Panas CEO Arogan   Ruang Rahasia

    Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari ketika Nash membuka pintu rahasia di sisi Timur kediamannya. Pintu rahasia itu mengarahkannya ke ruang bawah tanah, tempat Nash lebih banyak menghabiskan waktu.Dinding bata abu-abu itu terlihat biasa saja bagi siapa pun, kecuali bagi dia yang tahu persis letak panel tersembunyi di balik lukisan klasik yang menggantung diam. Dia menekan kombinasi angka di keypad kecil dan pintu besi terbuka perlahan.Udara steril dan dingin menyambutnya. Lorong itu remang-remang dan sunyi. Hanya bunyi alat monitor dan detak pelan yang terdengar dari ruangan paling ujung. Nash berjalan pelan, jaketnya sudah dia lepas, lengan kemejanya digulung.Ruangan itu terlihat seperti ruang perawatan VVIP, lengkap dengan mesin pendukung hidup, sistem sirkulasi udara mandiri, dan ranjang medis elektronik. Seorang wanita paruh baya terbaring di sana, rambutnya yang dulu gelap kini memutih si sisi pelipis.Wajahnya tenang, tapi mata itu tak pernah terbuka lagi sejak hari dia

  • Tertawan Kontrak Panas CEO Arogan   Wanita Tajam

    Hari pertama sebagai istri Nash Sullivan diawali bukan dengan ucapan selamat pagi atau ciuman hangat di kening. Ketika Chloe bangun, Nash sudah tidak ada di sofa. Sambil melihat pantulan dirinya di cermin, Chloe sadar, sebenarnya Nash tidak sepenuhnya brengsek.Pria itu memang menyakiti perasaannya tanpa Chloe tahu sebabnya apa. Tapi mungkin dia sedang menghadapi trauma, bisa jadi karena keluarganya. Mungkin bersikap kasar dan semena-mena adalah pelarian dari semua penderitaannya selama ini.Chloe menoleh ke arah pintu, cukup terkejut ketika Nash mendorong pintu lebar-lebar. Mata tajamnya langsung mengarah pada Chloe yang sedang menggulung rambutnya. Di tangannya dia memegang selembar kertas.“Aku tidak memintamu berdandan,” ucap Nash datar, dia mengenakan setelan jas hitam dan jam tangan mewah. “Kita punya jadwal untuk sore ini.”Chloe kembali memperbaiki rambutnya di depan cermin. “Aku tahu. Aku hanya tidak ingin mempermalukanmu.”Nash menatapnya selama beberapa detik, lalu di

  • Tertawan Kontrak Panas CEO Arogan   Penjara Pribadi

    Chloe melangkah keluar dari sedan hitam yang membawanya kembali ke kediaman Nash, tanpa kata sedikit pun. Gaun putihnya diangkat agar tidak menyentuh lantai. Dia terlihat lelah, tapi kedua matanya masih tetap menyala, bukan karena harapan, tapi karena keputusasaan.Nash berjalan di depannya, membukakan pintu besar tanpa menoleh. Dia tidak bicara, hanya memberi isyarat pada para pelayan agar mereka menyingkir dari hadapannya. Pria itu naik, Chloe menyusul setelahnya.Chloe berdiri di ambang pintu kamar utama, matanya menyapu ruangan, lalu terhenti pada Nash yang berdiri di sudut kamar sambil melepas dasi.“Jangan khawatir,” kata Nash akhirnya, suaranya rendah tapi tajam. “Aku tidak akan menyentuhmu. Setidaknya bukan malam ini.”Chloe masuk, dia berdiri di dekat ranjang. Siapa yang ingin disentuh olehmu? Sungutnya. Aku tidak rela. Bahkan jika kau adalah cinta pertamaku, aku tidak akan sudi bersentuhan denganmu. Membayangkannya saja membuatku muak.“Orang akan berpikir kau menghormatiku,

  • Tertawan Kontrak Panas CEO Arogan   Pernikahan

    Chloe mengalihkan pandangannya, tapi bibirnya melengkung samar. “Aku tidak sedang mencari pengakuan darimu,” katanya pelan dan tegas. “Dan aku tidak menjual diriku. Aku membayar harga.”Nash tertawa pendek. “Oh, Chloe. Kau benar-benar berkembang. Dulu kau gadis yang mengaku cinta padaku dan hampir menangis waktu ku tolak. Sekarang, kau berubah menjadi lebih tangguh.”“Kau akan berubah menjadi tangguh ketika kau kehilangan arah hidupmu,” gumam Chloe, dia memejamkan matanya. “Kalau tidak keberatan, aku ingin tidur sebentar.”Mata Nash menyipit, tapi tatapannya tak lepas dari wajah Chloe. Teduh, damai, dan tenang. Jika tidak melihat video itu, Nash mungkin akan terkecoh oleh paras Chloe. Dia mengalihkan tatapannya, langit makin bergulung oleh awan hitam. Tidak. Chloe adalah penyebab ibunya koma. Tujuannya menikahi Chloe adalah untuk membalas dendam, tidak ada alasan lain di balik itu.***Langit sore berangsur-angsur pucat ketika sinar matahari harus kalah oleh gulungan awan yang makin b

  • Tertawan Kontrak Panas CEO Arogan   Hinaan di Meja Makan

    Chloe meremas jemari Nash, hanya sebuah gerakan refleks, tapi itu sukses membuat Nash membungkam mulut. Pria itu melirik Chloe yang bahkan tidak melihatnya. Ada sensasi aneh dalam diri Nash yang membuatnya enggan untuk meladeni Foster. Apa itu karena sentuhan Chloe?“Jadi Chloe. Apa pekerjaanmu? Atau Nash cukup murah hati menjemputmu dari semacam... jalanan?”Suasana meja makan membeku. Sialan kau, pikir Chloe, dia menatap Helena yang memotong daging di piringnya dengan santai. Chloe meletakkan garpu dengan tenang dan tatapannya masih terpaku pada wanita itu tanpa kehilangan kendali.“Aku bekerja sebagai investigator lepas di salah satu perusahaan swasta,” sahut Chloe. “Aku tidak berasal dari jalanan, Nyonya!”Jamuan makan siang yang seharusnya menjadi sebuah cara untuk menyatukan keluarga malah beralih menjadi panggung ketegangan. Bunyi alat makan terdengar pelan diantara sunyi yang mencekam. Helena memainkan anggur di gelas dengan ekspresi puas melihat Chloe berusaha tetap tenang.F

  • Tertawan Kontrak Panas CEO Arogan   Pertemuan Keluarga

    Rumah pribadi Nash lebih mirip istana daripada tempat tinggal. Dinding-dinding terbuat dari marmer yang berkilau, lampu gantung kristal, dan tangga melingkar tinggi yang menjulang ke lantai dua. Tapi tidak ada kehangatan di dalamnya, hanya keheningan dan gema langkah Chloe ketika dia memasuki rumah itu dengan koper kecilnya.“Nyonya Chloe, Tuan Nash memintaku untuk membawa Anda ke kamar.” Seorang pelayan datang menemuinya.“Bisakah kau membawaku ke kamar tamu?” tawar Chloe.“Tapi Tuan Nash berpesan agar Anda tidur di kamar utama, Nyonya!”Chloe akhirnya mengangguk. Dia berjalan di belakang si pelayan dan naik ke kamar utama yang ditempati Nash. Ruangan itu luas, bahkan sepertinya lebih luas dari apartemennya sendiri. Chloe duduk di tepi ranjang besar dan memandang ke luar jendela. Dadanya terasa berat. Dia akan menjadi istri dari pria yang dia sukai, tapi anehnya pria itu sangat membencinya.Chloe tidak tahu bagaimana Nash bisa begitu memusuhinya, seolah mereka memiliki dendam yang be

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status