Share

Tertawan Pesona Istri Bayaran
Tertawan Pesona Istri Bayaran
Penulis: El Nunna

Perjanjian

“Tanda tangani surat ini!”

Damian Marley, pewaris tunggal perusahaan Design Mobil menyodorkan selembar kertas di atas meja, tangan kekarnya memainkan pena dengan gerakan memutar, menunggu reaksi sekretarisnya yang masih mematung penuh kebimbangan.

“Saya tidak memaksa. Kau butuh uang, dan saya butuh ketersediaanmu menjadi istriku,” lanjutnya kemudian. Ia masih terlihat tenang, padahal sangat berharap jika Almeera, gadis berhijab ini setuju. Lagi pula apa masalahnya, hanya satu tahun, sampai ia benar-benar meyakinkan Medusa, jika ia sejatinya bisa berubah, dan mendapatkan istri yang baik, tak seperti tuduhan dan kutukan Medusa, yang mengatakan jika Marley akan mendapatkan istri dari dunia malam karena tabiat buruknya yang selalu main perempuan.

Marley kembali sibuk dengan laptopnya, mengetik sesuatu, dan tak lama selebaran kertas muncul dari mesin print. Lalu kembali menyerahkannya pada Almeera, tak ada gurat senyum di sana, lagi pula ia juga tak memiliki perasaan apa pun pada Almeera, gadis cantik, mungil, berwajah bersih, dan satu-satunya wanita yang memakai kerudung di kantor.

Di mata Marley, Almeera terlihat kolot dan membosankan, membuat ia mengambil kesimpulan jika Almeera juga pasti bukan tipe wanita agresif di ranjang, membayangkannya saja ia malas, tak merasa tertantang justru jenuh sekali pun kecantikan Almeera alami.

Almeera mulai fokus membaca surat yang baru dibuat Marley dengan teliti, tak ada satu nomor pun yang terlewat. Tak lama ia kembali meletakan selebaran itu ke tempat semula.

“Pak Marley tidak akan menyentuh saya sampai kita berpisah?” Marley mengendikan bahunya.

“Tentu saja. Saya tidak tertarik padamu, Almeera, jadi bagaimana?”

Ia menatap Almeera, wanita ini memang cantik dan pintar, selalu bisa diandalkan, kinerjanya sempurna, tapi ia tak punya pilihan lain, berada di antara ancaman Medusa yang berterus terang tak akan memberi warisan sepenuhnya pada Marley, selagi ia belum menikah, pun jika menikah, Marley harus mencari istri yang pantas, tak seperti boneka-boneka hidup yang sering ia mainkan itu.

Marley terlihat gemas dengan Almeera, seperti berat padahal peraturan yang ia buat sama sekali tak merugikan Almeera. Tiba-tiba benda pipih milik Almeera berdering, ia beranjak sedikit menjauh.

“Apa? Baik, Dokter. Saya akan segera ke sana.”

Buru-buru Almeera menutup telepon, kemudian mendekati Marley dengan wajah pucat pasi.

“Baik, Pak. Saya terima tawarannya.”

Marley tersenyum puas. Sebenarnya ia bisa saja meminjamkan uang ratusan juta pada Almeera, terlebih kinerjanya tak pernah mengecewakan, hanya saja ia juga tak ingin terus-terusan tertekan karena desakan Medusa, wanita yang sudah melahirkannya ke bumi. Jemari lentik gadis itu langsung menandatangani surat perjanjian.

Berhubung Marley adalah orang yang memegang teguh janjinya, ia langsung menyerahkan satu black card pada Almeera.

“Pakai ini!”

Hampir saja ia menangis di hadapan Marley, tapi sadar ia juga wanita yang menjunjung tinggi gengsi, pantang menangis di hadapan siapa pun. Ia lekas mengambil black card tersebut dan berniat meninggalkan ruangan, tapi langkahnya terhenti di depan pintu, lantas berbalik ke arah Marley.

“PIN nya?”

“Haishh! Kemarikan! Kau memang payah. Ikut aku!”

Marley merebut Black card dari tangan Almeera, kemudian berjalan mendahului gadis itu. Langkah lebarnya membuat Almeera sedikit kepayahan. Tak lama keduanya sudah tiba di tempat parkir kantor, tepatnya di dekat mobil sport milik Marley. Lagi, Almeera seperti tak percaya, ini akan menjadi kali pertama ia diajak masuk ke mobil atasannya.

Pasalnya ia tahu betul, Marley tak pernah mengajak siapa pun untuk masuk, bahkan belum ada wanita yang menduduki tiap kursi di mobil tersebut, entah apa alasannya.

“Masuk!” Almeera masih terdiam kaku.

“Almeera Zulaikha, kau ingin ibumu segera tiada?”

Pertanyaan yang terlontar dari bibir Marley, refleks membuat Almeera segera bergegas, ia masuk dan berniat duduk di kursi belakang, tapi bajunya malah ditarik keluar, membuatnya kesal setengah mati.

“Di sini! Saya tak sudi menjadi sopirmu,” ketus Marley dingin sembari menunjuk ke arah kursi samping kemudi, Tapi Almeera enggan.

“Kita tak akan bersentuhan. Harus berapa kali saya katakan, saya tak berhasrat padamu, Almeera.”

Marley tak habis pikir mengapa masih ada wanita lelet seperti Almeera, ia pikir gadis ini cekatan dalam segala hal, nyatanya salah, gadis-gadis simpanannya justru lebih cekatan dari Almeera. Sepanjang jalan mereka memilih diam, hingga akhirnya gedung rumah sakit tempat Mariam dirawat sudah mulai terlihat, tak lama kendaraan roda empat itu menepi, Almeera turun dan berlari kecil melewati koridor rumah sakit, diikuti Marley yang juga turut tergesa.

Almeera langsung berjalan menuju ruangan Mariam, sementara Marley membereskan administrasi Mariam agar segera ditangani. Benar-benar menjengkelkan, mereka hanya bergerak ketika melihat rupa uang, tak peduli pasien sekarat atau tidak.

Setelah semua selesai, Marley langsung menyusul Almeera yang berdoa sembari menitikkan air mata di dekat jendela, tatapan matanya tak lepas dari ruangan tersebut, tak lama pintu terbuka, Mariam segera dipindahkan ke ruangan operasi yang jauh lebih memadai, sesuai permintaan Marley. Marley hanya diam melihat Almeera, gadis itu seperti tak terusik oleh keberadaan Marley.

“Apa dengan menangis, semua bisa membaik?” tanya Marley yang memasukkan kedua tangannya di kantong celana. Almeera buru-buru mengusap air matanya, lantas menoleh ke arah Marley. Pria itu terlihat membuang pandangan, ia tak terlalu tertarik menatap wajah Almeera, terlebih melihat penampilannya yang memakai hijab, sekali pun penampilannya bisa dibilang modis, bukan kerudung lebar yang berkibar dengan gamis kebesaran, tetap saja Almeera bukan seleranya.

“Saya harap, setelah ini kau menepati janji. Besok saya akan menjemputmu.” Almeera terdiam, ia tak terkejut lagi harusnya.

“Lalu, pernikahan akan digelar besok?” tanyanya penasaran.

“Tidak! Masih lama.”

Degup jantung yang tadinya memburu, kini berubah menjadi tenang, akhirnya ia masih memiliki waktu untuk beradaptasi. Tapi, Marley kembali buka suara.

“Lusa pernikahan kita.”

“Apa?!”

Marley hanya diam, tak peduli dengan ekspresi terkejut yang ditunjukkan Almeera, ia melirik arloji di tangannya.

“Sampai ketemu besok, saya masih ada urusan.”

Marley berlalu, sembari memasukkan kedua tangannya di kantong celana. Baru saja masuk mobil, teleponnya berdering, dengan malas ia menjawab panggilan dari wanita yang sudah melahirkannya itu. Medusa, seperti namanya, ia memang terkesan jahat dan semena-mena.

“Iya, Mam?”

[Kau di mana? Dalam waktu lima menit, kau sudah harus berada di rumahmu. Berhenti membuatku pusing!]

Ponsel langsung dimatikan secara sepihak oleh Medusa, tanpa menunggu jawaban Marley sama sekali, membuatnya mendadak jengkel tapi tak dipungkiri jantungnya mendadak berpacu semakin cepat, pasti ada sesuatu di rumahnya, sampai Medusa melontarkan kalimat tadi.

“Egois! Dia hanya meminta waktu lima menit,” gerutunya lekas tancap gas. Tak peduli ada berapa mobil yang hampir ia tabrak, karena sejatinya perkataan Medusa adalah perintah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status