Share

21. Tragedi

Sekitar pukul 10.00 pagi, acara ijab kabul akan dimulai. Wisnu tampak gagah dengan tuksedo hijau lumutnya. Berkali-kali kulihat dia mematut dirinya di depan cermin dengan sesekali mengatur napasnya. Aku terkekeh.

“Sudah siap, Kapten?” tanyaku.

“Vin, gini ya kalau mau ijab kabul? Jantung gue kayak lagi nabuh rebana tau nggak.”

Bukannya menjawab, malah tanya balik.

“Eh, Bokir, mana gue tahu? Lu ngeledek apa nyindir?” sungutku.

Wajah Wisnu masih terlihat tegang.

“Eh, Nu, lu kalau begini jauh dari kata tentara tau, nggak?”

“Gerogi, Vin.”

Aku menatap jam di pergelangan.

“Udah setengah sepuluh. Mau turun sekarang apa entar habis Zuhur?”

“Ya sekaranglah,” jawab Wisnu.

“Udah siap?”

“Bismillah, siap.”

“Sekali lagi. Sudah siap, Kapten?”

“Siap!” jawab Wisnu lebih tegas.

“Nah, gitu dong. Oke, cuss.”

Aku berdiri dan mengawal Wisnu untuk keluar kamar. Bersamaan dengan pintu terbuka, Om Warman dan salah satu kerabatnya menghampiri kami. Katanya sudah ditunggu. Penghulu sudah on the wa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
waduh hati²
goodnovel comment avatar
Wildatuz Zaqiyyah
iya, kasian, kasian, kasian. huhu
goodnovel comment avatar
nawi wina
Walsh saaken vino, huhuhuu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status