LOGIN
“Dasar pria mesum! Berani sekali kamu melecehkan saya!”
Plak Satu tamparan keras, Serina layangkan ke wajah seorang pria tampan yang sejak tadi berdiri di belakangnya. Wanita cantik berusia 20 tahun itu, sudah tidak bisa menahan dirinya lagi ketika ia mendapatkan pelecehan di bus yang ia tumpangi sekarang. Kondisi bus yang sangat ramai membuat Serina harus berdiri karena tak mendapatkan kursi kosong. Ia juga harus rela berdesakan dengan penumpang lainnya yang juga tak mendapatkan duduk. Tubuh antar penumpang yang saling berdempetan membuat tangan-tangan jahil mulai beraksi untuk mengincar mangsa. Dan sialnya, kini Serina yang harus mengalami itu. Awalnya, Serina merasakan remasan di pantatnya. Tapi, Serina biarkan saja. Ia pikir itu hal yang tidak disengaja, apalagi tubuh mereka saling menempel satu sama lain karena penumpang yang membludak. Tapi, ketika Serina mendapatkan remasan yang kedua di susul dengan paha nya yang di raba secara seduktif, itu membuat Serina yakin jika ini bukanlah sesuatu yang tidak disengaja. Dan karena itulah, Serina langsung menampar pria tampan yang berdiri tepat di belakangnya yang ia yakini sebagai pelakunya. “Apa maksud, Mbak? Saya tidak melakukan apapun.” elak pria berwajah tampan itu sembari memegang pipinya yang terasa panas. Serina memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan. Pria di depannya ini sangat tampan. Wajahnya blasteran dengan tubuh yang tinggi tegap. Bahkan dari penampilannya saja, pria ini terlihat sangat berkelas. Meskipun hanya menggunakan kemeja hitam dan celana bahan. “Kamu sudah melecehkan saya!” Serina menunjuk wajah pria itu tanpa ragu. Pria bernama Damar itu mencoba untuk meredam situasi yang terlanjur memanas. Apalagi, ia sudah mendengar cemoohan dari penumpang lainnya. “Kamu salah paham. Saya tidak melakukan apapun padamu. Saya...“ “Huhhh, mana ada penjahat ngaku. Laporkan ke polisi saja , Mbak. Orang cabul kayak gitu harus di kasih hukuman.” seru pria paruh baya yang merupakan pelaku sebenarnya. Pria yang sudah beruban itu sedikit bisa bernapas lega karena Serina tak sadar jika dia lah pelaku sebenarnya dan bukan Damar. Dan tentunya, ia harus membuat Serina semakin yakin jika memang Damar lah pelakunya. “Saya lihat sendiri, tadi tangan mas nya remas-remas pantat Mbak. Dia juga meraba yang lainnya. Memang keterlaluan sekali. Dasar mesum!” hardik pria tua itu. “Ini salah paham. Kalian tidak memiliki bukti untuk menuduh saya seperti ini.” Tangan Serina mengepal kuat. Kesabarannya sudah habis, kini ia harus memberikan pelajaran yang setimpal untuk pria mesum ini. “Berhenti Pak!” Teriakan Serina membuat sopir bus menepikan busnya. “Ikut saya!” Dengan kasar, Serina menarik tangan Damar. Semua orang menepi dan memberikan jalan untuk Serina dan Damar. Damar sendiri pun tak mencoba menolak. Ia pikir masalah ini memang harus di selesaikan berdua. “Saya akan laporkan kamu ke polisi!” ancam Serina ketika mereka sudah turun dari bus. Detik itu juga, Damar merampas ponsel milik Serina, “Kamu tidak perlu melakukan itu. Begini saja, saya tidak punya waktu untuk meladeni kamu. Jadi, kita selesaikan masalah ini dengan cepat.” Damar mengambil beberapa lembar uang dari dalam dompetnya dan menyelipkannya di telapak tangan Serina. “Saya ulangi sekali lagi, saya tidak pernah melecehkan mu. Saya bukan pria mesum seperti yang kamu tuduhkan. Jika memang kamu merasa di rugikan, maka ambil ini.” Serina menatap tak percaya lembaran uang yang sudah berada di telapak tangannya, “Kamu pikir, kamu bisa membeli harga diri saya dengan uang?” Serina lemparkan uang itu ke wajah Damar. “Ambil saja uangmu kembali!” "Ikut saya ke kantor polisi!" Serina menarik paksa kemeja hitam yang dikenakan Damar. Serina tak peduli jika saat ini mereka menjadi pusat perhatian semua orang. "Lepaskan saya!" "Tidak! Kamu harus..." Ucapan Serina menggantung ketika melihat kemeja Damar sobek karena tarikannya yang begitu kuat. Serina spontan melepaskan tangannya saat melihat perut sixpack milik Damar terpampang nyata di depan matanya. Damar menggeram kesal, "Kamu juga melecehkan saya. Kalau begitu, mari datang ke kantor polisi sama-sama. Dengan begitu saya bisa laporkan kamu atas tindakan pelecehan di tempat umum." Serina tergagap. Sungguh, ia tak bermaksud merobek kemeja Damar. "Saya..." "Kamu takut?" "Saya tidak sengaja." "Memalukan sekali." cibir Damar. Namun tanpa Serina duga, Damar memberhentikan sebuah taxi. "Kita anggap semua ini impas, meski saya tidak pernah melecehkan mu." pungkas Damar yang akhirnya masuk ke dalam taxi itu. “Hei! Mau kemana kamu? Jangan kabur!” teriak Serina frustasi. Selama hidupnya, Serina tak pernah mengalami pelecehan seperti ini. Padahal, Serina hampir setiap hari pulang dan pergi ke kampus naik bus. Dan tentu saja, itu membuat Serina sangat geram. Alhasil, karena insiden di bus tadi, akhirnya Serina harus rela terlambat masuk kelas. Ini sudah kelewat lima belas menit dari jam masuk kelasnya. Serina berlari sekuat tenaga hingga akhirnya ia sampai di depan kelasnya. Serina mencoba mengatur nafasnya yang berat dan juga mengelap keringat yang bercucuran. Tenaga Serina benar-benar terkuras habis karena harus naik tangga dari lantai satu ke lantai tiga. Dengan satu tarikan napas panjang, akhirnya Serina mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali dan barulah ia membukanya. Saat kakinya melangkah masuk, suasana kelas masih terlihat santai dan belum ada dosen di dalam.Sepertinya, keberuntungan masih berpihak pada Serina. “Serina!” Panggilan itu membuat Serina menoleh. Dari sudut ruangan, nampak seorang wanita berkacamata yang melambaikan tangan ke arahnya. Ya, wanita itu adalah Ajeng yang tak lain adalah sahabat dekatnya. Dengan langkah gontai, Serina menghampiri Ajeng. “Dosennya belum datang?” “Tadi sudah masuk, tapi dosennya keluar lagi. Sepertinya ada urusan mendadak.” Serina akhirnya bisa bernapas lega. Ia tumpukan kepalanya pada meja. “Kamu tahu tidak, dosen baru kita itu sangat tampan sekali. Ternyata, desas-desus yang selama ini beredar benar adanya.” Serina tak terlalu menanggapi. Ia terlalu lelah untuk mengobrol sekarang. “Wajahnya kayak aktor Hollywood. Tubuhnya tinggi, badannya atletis sekali. Terus wajahnya tegas, alisnya tebal, hidungnya mancung, bibirnya seksi. Haduh, aku pasti tidak akan pernah bolos di kelas ini.” “Dasar... Kalau ada yang ganteng aja langsung melek.” cibir Serina. “Ih, beneran tahu. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, dia adalah pemilik PT Emerson Farma.” “Benarkah?” Serina langsung mengangkat kepalanya. Topik ini langsung membangkitkan semangat Serina kembali, “Bagus dong. Itu artinya pengalamannya sangat banyak. Dan kita beruntung mendapatkan dosen baru seperti itu." Tak hanya Ajeng yang membicarakan dosen baru itu, namun yang lainnya pun tak kalah hebohnya menggosipkan dosen baru itu. “Pak Damar datang!” seru salah satu dari mereka. Tak lama kemudian pintu kelas terbuka. Suara gaduh di dalam kelas mendadak berhenti. Semua orang memposisikan dirinya dengan rapi untuk menyambut kedatangan dosen baru mereka. “Maaf, jika saya lama.” Suara bariton itu menyeruak dibarengi dengan kemunculan sosok dosen baru yang tak lain adalah Damar Renanda Emerson. Serina melongo dengan mata yang membulat sempurna, “Pria itu...”“Cepat kemari sekarang, Serina. Ibu tutup teleponnya.” Telepon yang ia dapatkan dari sang ibu, membuat Serina sedikit bisa bernapas lega. Serina mengusap air matanya dengan kasar lalu menerobos hujan deras. Ia abaikan tubuhnya sendiri karena yang utama sekarang adalah keselamatan dari Surya. Dengan tubuh yang basah kuyup, Serina berlari menuju ke IGD. Dari kejauhan, Serina masih bisa melihat Farah yang masih terduduk di ruang tunggu. “Ibu!” panggil Serina. Farah yang semula menunduk langsung mendongak ketika mendengar suara putrinya. Ada sebersit senyum dan juga kesedihan yang tergambar di wajah Farah.“Ibu sudah mendapatkannya?”Farah mengangguk. “Benar.”“Ibu meminjam uang itu kepada siapa?”Farah mendadak panik. Ia usap wajah sang putri yang masih basah dengan telapak tangannya. Bibir Serina membiru dan tubuh putrinya itu menggigil. Farah kemudian lepaskan jaketnya dan memakaikannya kepada Serina.“Nanti ibu beri tahu. Sekarang, kita harus masuk ke dalam karena sebentar lagi Ba
Tanpa berpikir panjang, Damar menarik Serina untuk pergi dari sana. Mereka tak mungkin membuang waktu lagi dan harus segera sampai ke rumah sakit. Serina yakin sekali jika sang ibu tengah ketakutan sekarang.Selama perjalanan, Serina tak berhenti berdoa. Air matanya terus mengalir tiada henti. Seolah, kerisauan hati yang Serina rasakan sejak tadi telah menemukan jawabannya. Ini adalah firasat dari seorang anak yang tak pernah salah.Sesampainya di rumah sakit, keduanya langsung menuju ke IGD dimana Surya masih mendapatkan penanganan. Serina berlari dan menghampiri Farah yang terduduk di ruang tunggu.“Ibu...” Farah yang semula menunduk pun seketika menoleh ketika mendengar suara putrinya. ”Serina!”Serina menghambur memeluk Farah. Tangisan kedua wanita ini pecah. Mereka sama-sama ketakutan sekarang.“Bapak kamu, Serin.”Pelukan mereka terurai. Serina genggam tangan Farah yang terasa dingin. Sedangkan, Damar yang juga ada disana, hanya menatap kedua wanita itu saja tanpa bersuara. “
“Bapak kemana, Bu?”Serina yang sudah siap berangkat ke kampus, menghampiri sang ibu yang terduduk di teras. Farah terlihat menunggu jualan nasi uduknya yang ia dasar di teras. “Bapak kamu barusan berangkat.”Serina cukup terkejut dengan jawaban Farah, “Berangkat kemana?” Farah mulai mengambilkan nasi dan lauk pauk sebagai bekal putrinya. Setiap harinya, Serina memang membawa bekalnya sendiri dari rumah untuk menghemat uangnya.“Bapak kamu diminta Pak Soleh untuk mengirim pasir ke rumah pembelinya.” “Naik apa?”“Naik mobil pick up.”Raut wajah Serina seketika berubah. “Kenapa ibu izinkan Bapak pergi?”Farah terdiam sejenak ketika hendak menutup kotak bekal milik Serina. “Bapakmu memaksa. Ibu sudah melarang, tapi dia tetap bersikeras untuk pergi.”“Ibu tahu kan, sejak kecelakaan itu, penglihatan Bapak sedikit terganggu. Bapak juga tidak mungkin menyetir jika sesak nafasnya kumat. Itulah kenapa, dokter melarang Bapak untuk berkendara di jalan raya. Kalaupun naik sepeda pun, Bapak ha
"Saya sudah transfer uangnya. Jadi, sekarang pergi dari rumah ini." ucap Damar dengan tegas. Pria itu tersenyum. "Baiklah. Ingat, mulai bulan depan kalian tidak boleh menunggak lagi." pungkasnya yang kemudian berlalu pergi dari sana. Farah dan Surya akhir bisa bernapas lega setelah Damar membantu keluarganya. “Terimakasih banyak atas bantuannya, Pak Damar. Kami berjanji akan mengembalikan uang Bapak secepatnya.” ucap Farah yang tak dapat membendung rasa bersyukurnya. Damar muncul bak pahlawan yang membantu keluarganya. Damar melunasi tunggakan tiga bulan hingga membuat petugas itu akhirnya tidak jadi merampas motor mereka. “Jangan pikirkan itu. Saya ikhlas membantu.” "Mari masuk dulu, Pak. Biarkan kami menjamu Bapak sebagai gantinya." Damar tak menolak dan akhirnya masuk ke dalam rumah milik keluarga Serina. Sebenarnya, Serina sedikit keberatan, tapi ia juga tak mau egois karena bagaimanapun Damar sudah membantu keluarganya. Ketika orang tuanya tengah berbincang dengan D
Serina berjalan gontai keluar dari ruangan Damar. Ucapan dari Damar cukup menampar Serina. Pria itu seolah ingin menunjukkan jika dirinya bukanlah pelakunya. Dari nada bicara Damar, tak sedikitpun menunjukkan keraguan. Serina hampir percaya dengan itu. Tapi, Serina juga tak bisa mengabaikan firasatnya. Jelas sekali, jika Damar yang berdiri di belakangnya. Jika bukan Damar, lalu siapa yang melakukannya? Apa benar pria tua itu? Entahlah, sampai saat ini, Serina masih meyakini jika Damar lah pelakunya. “Apa aku yang salah? Bagaimana jika Pak Damar bukan pelakunya? Lebih baik aku tidak mengusiknya lagi."Ketakutan Serina terhadap ancaman Damar tadi, jelas memunculkan rasa waspada dalam diri Serina. Bagaimana jika Damar serius dengan ancamannya?Sungguh, Serina tak mau menjadi penghuni sel di usianya yang masih sangat muda. Serina terus memikirkan hal ini hingga membuatnya tidak fokus mengikuti sisa perkuliahannya hari ini. Serina lebih banyak bengong di kelas karena bayangan wajah Dam
Damar melangkahkan kakinya dengan sangat yakin. Auranya yang sangat kuat mampu membuat siapa saja menjadi segan kepadanya. Bahkan, para wanita di kelas ini sampai dibuat tak berkedip ketika memperhatikan Damar. Ketampanan Damar benar-benar mampu menyihir para wanita. Namun, beda cerita dengan Serina. Dari tempatnya yang berada di tingkat kursi paling belakang, Serina hanya bisa terdiam dan melongo melihat sosok dosen yang baru saja memasuki ruang kelasnya itu. Jantung Serina berdegup sangat kencang. Serina bahkan mengerjap berkali-kali untuk memastikan jika penglihatannya tidak salah. “Pria itu...“ Serina menutup mulutnya sendiri. Ia sama sekali tak menyangka jika pria yang terlibat insiden tadi pagi dengannya adalah dosen barunya. Dan detik itu juga, tatapan Serina bertabrakan dengan mata hazel milik Damar yang ternyata juga tengah menatap dirinya. “Tidak mungkin.” batinnya. Dengan penuh ketenangan, Damar berdiri di depan dan menghadap semua mahasiswanya. Dari tempatnya







