LOGINDamar melangkahkan kakinya dengan sangat yakin. Auranya yang sangat kuat mampu membuat siapa saja menjadi segan kepadanya.
Bahkan, para wanita di kelas ini sampai dibuat tak berkedip ketika memperhatikan Damar. Ketampanan Damar benar-benar mampu menyihir para wanita. Namun, beda cerita dengan Serina. Dari tempatnya yang berada di tingkat kursi paling belakang, Serina hanya bisa terdiam dan melongo melihat sosok dosen yang baru saja memasuki ruang kelasnya itu. Jantung Serina berdegup sangat kencang. Serina bahkan mengerjap berkali-kali untuk memastikan jika penglihatannya tidak salah. “Pria itu...“ Serina menutup mulutnya sendiri. Ia sama sekali tak menyangka jika pria yang terlibat insiden tadi pagi dengannya adalah dosen barunya. Dan detik itu juga, tatapan Serina bertabrakan dengan mata hazel milik Damar yang ternyata juga tengah menatap dirinya. “Tidak mungkin.” batinnya. Dengan penuh ketenangan, Damar berdiri di depan dan menghadap semua mahasiswanya. Dari tempatnya sekarang, jelas Damar melihat betapa pucat nya wajah Serina. Ada seringai tipis yang terbit di bibir Damar. Sosok Serina yang sudah mempermalukannya kini duduk di kelasnya. “Kamu!” Damar menunjuk ke arah Serina hingga membuat semua orang mengalihkan perhatiannya kepada Serina. “Apa kamu terlambat di kelas saya?” Keterkejutan Serina membuatnya diam bak patung di tempat duduknya. Hingga akhirnya, Ajeng lah yang harus menyadarkan sahabatnya itu. “Serina, ditanya Pak Damar." Ajeng bisikkan kalimat itu tepat di telinga Serina. Dan barulah, kewarasan Serina kembali. Serina tak menyangka jika dirinya menjadi pusat perhatian semua orang saat ini. “I-iya, Pak.” jawabnya sedikit gugup. “Kenapa kamu terlambat? Saya tidak melihat kamu sebelum saya pergi meninggalkan kelas tadi.” Serina meremas tasnya. Tatapan Damar yang sangat tajam membuat jantung Serina ingin melompat dari tempatnya. “Tadi, bus yang saya tumpangi mengalami kebocoran ban. Jadi, saya harus menunggu busnya di perbaiki dulu.” Tak ada yang bisa Serina lakukan sekarang, kecuali berdusta. Dan kita lihat saja, apakah Damar akan membuka semuanya disini atau malah mengikuti permainan Serina. “Jangan bohong. Saya paling tidak suka ada yang berbohong di kelas saya.” “Saya tidak bohong, Pak.” Damar menyeringai. Ternyata, Serina lebih memilih mengamankan dirinya, alih-alih membongkar semuanya disini. “Baiklah, untuk kali ini saya akan memaafkan kamu. Tapi, jika sekali lagi kamu terlambat, maka saya tidak akan mengijinkan kamu untuk ikut kelas saya. Mengerti?” Serina mengangguk dengan lemah, “Mengerti, Pak.” Ketegangan di kelas ini pun akhirnya berakhir. Sekarang, Damar sudah kembali duduk di kursinya. “Sebelum pelajaran di mulai, saya akan memilih penanggungjawab untuk mata kuliah saya.” “Biasanya untuk PJ mata kuliah itu kami tentukan sendiri, Pak,” ucap Jesselyn yang merupakan ketua kelas dari kelas ini. “Saya tidak mau mengikuti aturan kalian. Disini, saya dosennya. Jadi, saya berhak memilih siapa PJ mata kuliah saya. Dan saya tidak suka dibantah.” Disaat semua berharap di pilih oleh Damar, tapi pandangan Damar hanya tertuju pada satu orang yaitu Serina. “Siapa nama kamu?” tanya Damar dengan menunjuk Serina. “S-serina, Pak.” “Kamu yang akan menjadi PJ mata kuliah saya mulai sekarang.” “Tapi, Serina sudah menjadi PJ mata kuliah lain, Pak. Jadi, Serina-“ “Jika ada yang tidak setuju, silahkan keluar dari kelas ini. Dengan begitu, saya anggap kalian tidak mengikuti mata kuliah saya di semester ini. Dan itu artinya kalian harus mengulang tahun depan.” sela Damar dengan tegas. Semua tak lagi berani membantah. Daripada berakhir mengulang semester depan, lebih baik mereka setujui saja keputusan sang dosen. Apalagi, Damar bukanlah orang yang suka diatur oleh siapapun. Dan barang siapa yang berani menentangnya, maka Damar akan memberikan hukumannya. “Setelah kelas selesai, kamu temui saya di ruangan.” “Iya, Pak.” jawab Serina dengan tak bersemangat. Ini seperti mimpi buruk bagi Serina. Serina yakin sekali, jika Damar memiliki niat terselebung. Bisa saja, pria itu ingin balas dendam kepadanya. Perkuliahan yang berjalan cukup menegangkan itu akhirnya berakhir setelah 90 menit. Damar benar-benar meninggalkan kesan sebagai dosen killer di hari pertamanya mengajar. Pembawaan Damar yang tegas dengan metode kuliah yang dua arah nyatanya tak disukai oleh semua mahasiswa. Mereka sudah terbiasa menerima materi begitu saja. Tapi kali ini, mereka di paksa untuk lebih aktif dari Damar. “Melelahkan sekali. Ke kantin yuk.” ajak Ajeng. “Duluan saja. Aku harus menemui Pak Damar dulu.” “Baiklah. Nanti kalau sudah, langsung susul aku kesana.” Serina mengangguk lalu merapikan catatannya. Dan tanpa membuang waktu lagi, Serina bergegas pergi menuju ke ruangan Damar. Tak lupa, Serina ketuk pintu ruangan sang dosen sebelum berani untuk memasukinya. “Masuk!” Suara sahutan dari dalam membuat Serina dengan berat hati membuka pintu ruangan itu. “Permisi, Pak.” ucap Serina. Hal pertama yang Serina lihat adalah sosok Damar yang duduk santai seraya menikmati kopinya. “Duduklah.” Serina patuh dan kemudian duduk di kursi, “Apa yang ingin Bapak bicarakan dengan saya?” Damar menatap Serina sekilas dan kemudian mengarahkan pandangannya ke layar laptop. “Serina Veronika, usia 20 tahun. Mahasiswi fakultas farmasi semester lima. Salah satu mahasiswi berprestasi yang mendapatkan beasiswa hingga lulus. Cukup mengesankan.” Serina mengernyit mendengarkan ucapan Damar, “Maksud Bapak, apa?” “Portofolio mu sangat bagus sekali. Kamu juga sering menjadi perwakilan fakultas untuk ajang bergengsi. Tapi, siapa sangka jika mahasiswi berprestasi ini sudah menuduh dosennya sendiri sebagai pria mesum di bus.” Deg Serina terhenyak dengan sikap Damar. Sepertinya, pria di hadapannya ini sudah mengulik informasi tentang dirinya. “Saya tidak asal menuduh. Firasat saya mengatakan..." “Kamu tidak bisa menggunakan firasat sebagai dasar untuk menuduh seseorang yang tidak bersalah. Saya bisa melaporkanmu atas kasus pencemaran nama baik dan kekerasan di tempat umum.” “Kenapa Bapak berbalik mengancam saya? Disini, saya yang dirugikan. Saya bukan wanita murahan, yang bisa Bapak lecehkan di tempat umum.” Damar tersenyum sangat tipis. Nampaknya, Serina masih bersikeras menuduhnya sebagai pelaku itu. “Saya orang yang berpendidikan dan juga memiliki sopan santun. Pantang bagi saya melakukan tindakan cabul seperti itu kepada seorang wanita. Jika kamu mau menuduh saya, maka tunjukkan buktinya lebih dulu. Jika kamu bisa buktikan, maka saya akan minta maaf secara langsung padamu.” Sorot mata Serina berubah tajam. Hatinya terasa sakit sekali ketika Damar mencoba menyudutkannya. “Banyak yang melihat.” “Siapa? Hanya satu orang saja yaitu pria tua itu. Apakah kamu tidak berpikir jika pria itu kemungkinan pelakunya? Biasanya, pelaku yang sebenarnya akan mencari kambing hitam untuk disalahkan, Serina.” Mata Serina berkaca-kaca. Apakah ucapan Damar benar? Tapi, bisa saja pria ini mencoba memanipulasinya sekarang. “Kamu sudah menghancurkan reputasi saya sebagai seorang dosen karena tuduhan kamu yang tidak berdasar. Kamu merugikan saya hingga semua orang menganggap saya sebagai pria mesum. Kamu juga sudah merobek kemeja saya di jalanan. Mungkin, itu akan menjadi cukup bukti untuk melaporkan kamu ke polisi." Wajah Serina mendadak takut. “S-saya...” “Saya masih berbaik hati dengan tidak melaporkanmu ke polisi. Tapi, jika sekali saja kamu berani menuduh saya seperti itu, maka siapkan dirimu untuk masuk ke penjara. Sebab saya tidak suka dengan orang yang berusaha merusak reputasi saya. Ingat itu baik-baik, Serina.”“Cepat kemari sekarang, Serina. Ibu tutup teleponnya.” Telepon yang ia dapatkan dari sang ibu, membuat Serina sedikit bisa bernapas lega. Serina mengusap air matanya dengan kasar lalu menerobos hujan deras. Ia abaikan tubuhnya sendiri karena yang utama sekarang adalah keselamatan dari Surya. Dengan tubuh yang basah kuyup, Serina berlari menuju ke IGD. Dari kejauhan, Serina masih bisa melihat Farah yang masih terduduk di ruang tunggu. “Ibu!” panggil Serina. Farah yang semula menunduk langsung mendongak ketika mendengar suara putrinya. Ada sebersit senyum dan juga kesedihan yang tergambar di wajah Farah.“Ibu sudah mendapatkannya?”Farah mengangguk. “Benar.”“Ibu meminjam uang itu kepada siapa?”Farah mendadak panik. Ia usap wajah sang putri yang masih basah dengan telapak tangannya. Bibir Serina membiru dan tubuh putrinya itu menggigil. Farah kemudian lepaskan jaketnya dan memakaikannya kepada Serina.“Nanti ibu beri tahu. Sekarang, kita harus masuk ke dalam karena sebentar lagi Ba
Tanpa berpikir panjang, Damar menarik Serina untuk pergi dari sana. Mereka tak mungkin membuang waktu lagi dan harus segera sampai ke rumah sakit. Serina yakin sekali jika sang ibu tengah ketakutan sekarang.Selama perjalanan, Serina tak berhenti berdoa. Air matanya terus mengalir tiada henti. Seolah, kerisauan hati yang Serina rasakan sejak tadi telah menemukan jawabannya. Ini adalah firasat dari seorang anak yang tak pernah salah.Sesampainya di rumah sakit, keduanya langsung menuju ke IGD dimana Surya masih mendapatkan penanganan. Serina berlari dan menghampiri Farah yang terduduk di ruang tunggu.“Ibu...” Farah yang semula menunduk pun seketika menoleh ketika mendengar suara putrinya. ”Serina!”Serina menghambur memeluk Farah. Tangisan kedua wanita ini pecah. Mereka sama-sama ketakutan sekarang.“Bapak kamu, Serin.”Pelukan mereka terurai. Serina genggam tangan Farah yang terasa dingin. Sedangkan, Damar yang juga ada disana, hanya menatap kedua wanita itu saja tanpa bersuara. “
“Bapak kemana, Bu?”Serina yang sudah siap berangkat ke kampus, menghampiri sang ibu yang terduduk di teras. Farah terlihat menunggu jualan nasi uduknya yang ia dasar di teras. “Bapak kamu barusan berangkat.”Serina cukup terkejut dengan jawaban Farah, “Berangkat kemana?” Farah mulai mengambilkan nasi dan lauk pauk sebagai bekal putrinya. Setiap harinya, Serina memang membawa bekalnya sendiri dari rumah untuk menghemat uangnya.“Bapak kamu diminta Pak Soleh untuk mengirim pasir ke rumah pembelinya.” “Naik apa?”“Naik mobil pick up.”Raut wajah Serina seketika berubah. “Kenapa ibu izinkan Bapak pergi?”Farah terdiam sejenak ketika hendak menutup kotak bekal milik Serina. “Bapakmu memaksa. Ibu sudah melarang, tapi dia tetap bersikeras untuk pergi.”“Ibu tahu kan, sejak kecelakaan itu, penglihatan Bapak sedikit terganggu. Bapak juga tidak mungkin menyetir jika sesak nafasnya kumat. Itulah kenapa, dokter melarang Bapak untuk berkendara di jalan raya. Kalaupun naik sepeda pun, Bapak ha
"Saya sudah transfer uangnya. Jadi, sekarang pergi dari rumah ini." ucap Damar dengan tegas. Pria itu tersenyum. "Baiklah. Ingat, mulai bulan depan kalian tidak boleh menunggak lagi." pungkasnya yang kemudian berlalu pergi dari sana. Farah dan Surya akhir bisa bernapas lega setelah Damar membantu keluarganya. “Terimakasih banyak atas bantuannya, Pak Damar. Kami berjanji akan mengembalikan uang Bapak secepatnya.” ucap Farah yang tak dapat membendung rasa bersyukurnya. Damar muncul bak pahlawan yang membantu keluarganya. Damar melunasi tunggakan tiga bulan hingga membuat petugas itu akhirnya tidak jadi merampas motor mereka. “Jangan pikirkan itu. Saya ikhlas membantu.” "Mari masuk dulu, Pak. Biarkan kami menjamu Bapak sebagai gantinya." Damar tak menolak dan akhirnya masuk ke dalam rumah milik keluarga Serina. Sebenarnya, Serina sedikit keberatan, tapi ia juga tak mau egois karena bagaimanapun Damar sudah membantu keluarganya. Ketika orang tuanya tengah berbincang dengan D
Serina berjalan gontai keluar dari ruangan Damar. Ucapan dari Damar cukup menampar Serina. Pria itu seolah ingin menunjukkan jika dirinya bukanlah pelakunya. Dari nada bicara Damar, tak sedikitpun menunjukkan keraguan. Serina hampir percaya dengan itu. Tapi, Serina juga tak bisa mengabaikan firasatnya. Jelas sekali, jika Damar yang berdiri di belakangnya. Jika bukan Damar, lalu siapa yang melakukannya? Apa benar pria tua itu? Entahlah, sampai saat ini, Serina masih meyakini jika Damar lah pelakunya. “Apa aku yang salah? Bagaimana jika Pak Damar bukan pelakunya? Lebih baik aku tidak mengusiknya lagi."Ketakutan Serina terhadap ancaman Damar tadi, jelas memunculkan rasa waspada dalam diri Serina. Bagaimana jika Damar serius dengan ancamannya?Sungguh, Serina tak mau menjadi penghuni sel di usianya yang masih sangat muda. Serina terus memikirkan hal ini hingga membuatnya tidak fokus mengikuti sisa perkuliahannya hari ini. Serina lebih banyak bengong di kelas karena bayangan wajah Dam
Damar melangkahkan kakinya dengan sangat yakin. Auranya yang sangat kuat mampu membuat siapa saja menjadi segan kepadanya. Bahkan, para wanita di kelas ini sampai dibuat tak berkedip ketika memperhatikan Damar. Ketampanan Damar benar-benar mampu menyihir para wanita. Namun, beda cerita dengan Serina. Dari tempatnya yang berada di tingkat kursi paling belakang, Serina hanya bisa terdiam dan melongo melihat sosok dosen yang baru saja memasuki ruang kelasnya itu. Jantung Serina berdegup sangat kencang. Serina bahkan mengerjap berkali-kali untuk memastikan jika penglihatannya tidak salah. “Pria itu...“ Serina menutup mulutnya sendiri. Ia sama sekali tak menyangka jika pria yang terlibat insiden tadi pagi dengannya adalah dosen barunya. Dan detik itu juga, tatapan Serina bertabrakan dengan mata hazel milik Damar yang ternyata juga tengah menatap dirinya. “Tidak mungkin.” batinnya. Dengan penuh ketenangan, Damar berdiri di depan dan menghadap semua mahasiswanya. Dari tempatnya







