แชร์

27. Sisi Yang Berbeda

ผู้เขียน: DF Handayani
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-28 09:00:40

Di sepanjang jalan pulang dari rumah Khatrina, suasana di dalam mobil begitu sunyi. Hanya suara halus mesin dan hembusan pendingin udara yang menemani.

Sunrise menatap keluar jendela, menyaksikan lampu-lampu kota Zurich yang menghiasi gedung-gedung klasik dan jalanan. Udara semakin dingin, tapi bukan itu yang membuat tubuhnya menggigil. Ada sesuatu yang lain. Perasaan campur aduk yang tak bisa ia uraikan dengan kata-kata.

Tiba-tiba, mobil melambat.

“Kita berhenti sebentar,” ujar Khairen pelan, tanpa menoleh.

Sunrise hanya mengangguk. Ia tak bertanya apa-apa. Mobil berhenti di tepi Danau Zurich, tempat yang sunyi, jauh dari hiruk pikuk. Langit malam membentang luas, dipenuhi bintang-bintang yang seolah ikut menyaksikan kisah dua manusia yang tengah tersesat dalam permainan hidup yang rumit.

Mereka turun. Angin malam menerpa pelan, membawa aroma danau dan rumput basah. Jembatan kokoh melengkung membentang di atas danau, menghubungkan dua sisi daratan. Khair
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • The CEO'S Forbidden Bride    56. Tamu Tak Diundang

    Steve keluar dari lift beberapa lantai setelah Sunrise. Ia berjalan menyusuri koridor dengan pandangan santai, seperti sudah hapal dengan setiap ruangan. Namun, matanya meneliti setiap detail gedung CNC seolah sedang memetakan sesuatu di kepalanya.Sementara itu, Sunrise sudah sampai di ruangannya. Ia menaruh tas di meja, menyalakan komputer, dan mulai memeriksa email. Sesekali ia meneguk kopi panas dari mug keramik favoritnya. Semua tampak normal, kecuali perasaan tidak nyaman yang menempel sejak bertemu lelaki bernama Steve di lift tadi."Dia sangat tidak sopan!" gumamnya masih kesal.Suara langkah cepat bercampur tawa ceria terdengar dari ujung koridor. Tak salah lagi, Carmen, dengan ekspresi penuh warna seperti biasa, memasuki lantai divisi teknologi. Ia menyapa setiap orang yang dilewatinya sebelum akhirnya melangkah ke ruangan kepala divisi.“Sunrise…” sapa Carmen hangat, seolah mereka tidak pernah berpisah.“Cutimu menyenangkan?” tanya Sunrise singkat, hanya melirik sekilas seb

  • The CEO'S Forbidden Bride    55. Ancaman Kedua

    Kediaman Utama Crown's. Magnus berdiri di sisi jendela ruang kerjanya. Ia menatap danau yang berada di samping ruangannya. Airnya tenang, gelap, seperti cermin jiwanya, datar, tapi penuh bahaya yang tersembunyi di kedalaman.Ada kelam di balik sorot matanya, karena ketegangan yang telah menumpuk sejak rencananya untuk menjatuhkan benteng emosi Khairen gagal total.Ia telah menyusun skenario begitu teliti, begitu lihai. Sunrise seharusnya menjadi celah. Tapi kini, celah itu justru mulai tumbuh menjadi sesuatu yang tak bisa ia kendalikan.Pintu berderit pelan. Langkah sepatu bergema mantap. Magnus tidak menoleh. Ia tahu siapa yang datang."Liem," gumamnya pendek.“Tuan,” Liem memberi salam singkat, lalu berdiri tegak seperti biasa. Hanya malam ini, bahunya terlihat lebih tegang. Napasnya lebih berat.“Ada kabar?” tanya Magnus tanpa menoleh, masih memandangi pantulan gelap dirinya sendiri di jendela."Ya, Tuan. Saya mendapat kabar kemarin malam, Tuan Khairen bermalam di apartemen Nona Su

  • The CEO'S Forbidden Bride    54. Salahkah Aku Mencintainya

    Wajah Paula memucat, seketika. Nafasnya tercekat di tenggorokan. Seolah-olah jantungnya mendadak berhenti berdetak dan digantikan oleh gumpalan ketakutan yang membesar, menggulung dirinya dalam gejolak yang tak bisa ia kendalikan.“Lucas, jangan ulangi kalimat itu. Tarik kembali ucapan itu, Nak.” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar. Namun tatapan matanya menusuk tajam, penuh kengerian dan penyangkalan.Tapi Lucas tak berpaling. Ia menatap ibunya lurus dengan mantap, meski matanya berkabut, hatinya berdarah, dan nadanya penuh dengan rasa bersalah yang tidak bisa ia hindari.“Aku tahu ini salah di mata Ibu,” suaranya parau, bergetar di antara emosi yang menyesakkan. “Tapi aku lelah terus berpura-pura. Aku lelah menyimpan semuanya sendirian selama bertahun-tahun."Paula terhuyung, punggungnya membentur sandaran kursi. Seolah Lucas telah menamparnya dengan kenyataan paling kejam. Ia memejamkan mata sejenak, berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Bahwa Lucas, tidak ben

  • The CEO'S Forbidden Bride    53. Sunrise yang Ingin Kunikahi

    Di sisi lain Swiss, Yayasan Kasih Ibu. Lampu-lampu bilik kamar mulai padam. Lorong-lorong yang biasa terisi suara riuh tawa riang telah sunyi oleh gelapnya malam.Mata dari anak-anak yang memiliki sejuta impian telah terpejam lelap di bawah hangatnya selimut. Napas tenang dan damai mengisi ruang.Langkah pelan menuju taman, dari wanita yang sudah puluhan tahun mengabdikan hidupnya, untuk anak-anak yang tak memiliki orang tua dan tempat tinggal. Ia Paula White, guru seni yang kini menjadi pemilik yayasan. Malaikat pelindung dan penyelamat bagi mereka.Seorang berdiri di ujung taman, menanti dengan senyum hangat. Tatapan penuh cinta dari seorang anak lelaki yang begitu menyayangi ibu dan keluarganya, Lucas Anderson."Kau sudah pulang?" ucap Paula dengan senyumnya yang damai."Ibu..." Lucas merentangkan tangannya untuk menyambut hangat sang ibu.Paula berjalan mendekat dan menerima pelukan sang putra sulung dengan penuh kasih. Lucas mengecup pucuk kepala sang ibu yang rambutnya sudah mul

  • The CEO'S Forbidden Bride    52. Bayar Seumur Hidupmu

    “Nick, berikan kuncinya!” perintah Khairen tegas.Tanpa banyak bicara, Nick mengangguk dan menyerahkan kunci mobil berwarna hitam, lengkap dengan seluruh dokumen kendaraan kepada Sunrise.“Semuanya sudah atas nama Nyonya,” ucapnya sopan.Sunrise menatap buku kecil kepemilikan kendaraan itu. Namanya tertera jelas di halaman pertama. Meski hatinya berat, ia akhirnya menerima pemberian itu dengan sorot mata tak percaya.“Aku akan menerimanya, tapi aku tetap ingin mengangsurnya. Setiap bulan, setelah menerima gaji, aku akan membayar,” ucap Sunrise mantap, menyampaikan syaratnya.Tawa ringan lolos dari bibir Khairen. “Mengangsurnya?” Ia nyaris tak percaya kalimat itu keluar dari mulut Sunrise.Sunrise mengangguk. “Ya. Aku tidak ingin menerimanya secara cuma-cuma. Bagaimanapun, kecelakaan itu bukan sepenuhnya salahmu. Aku juga kurang fokus saat mengemudi. Jadi, aku akan terima mobil ini, jika kau setuju aku mencicilnya. Jika tidak, maka maaf, aku tak bisa menerimanya.”Ia hendak menyerahkan

  • The CEO'S Forbidden Bride    51. Makan Malam dan Kejutan Kecil

    Di ruangannya, Sunrise membuka laptop dan mulai merapikan berkas presentasi untuk rapat Kepala Divisi pagi ini. Tangannya cekatan menyusun laporan kinerja tim teknologi bulan ini, lengkap dengan grafik progres, kendala teknis, dan rekomendasi pengembangan berikutnya.Tak lupa ia menyelipkan juga berkas-berkas penting yang harus ditandatangani CEO. Semua ia persiapkan dengan teliti.Ia menatap bayangan dirinya di layar laptop yang memantul samar. Wajah itu masih menyimpan rona kemerahan dari kejadian semalam. Tidur bersama CEO-nya, dalam satu ranjang. Dalam pelukan di bawah selimut yang sama.Ia mendesah. “Fokus, Sunrise. Fokus!”Sepuluh menit kemudian, ia sudah duduk di ruang rapat Divisi. Semua Kepala Divisi sudah hadir, menyapanya ramah.“Pagi, Sunrise. Aku datang lebih dulu darimu" canda Kepala Divisi Keuangan yang tak pernah datang tepat waktu.“Pagi,” ia membalas pelan, mencoba tersenyum walau gugupnya tak kunjung reda.Tak lama kemudian, pintu terbuka. Langkah sepatu hitam yang

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status