Satu Minggu berlalu.
Sore itu, Zurich masih diselimuti kabut tipis, menyelimuti kota seperti rahasia yang belum terungkap. Tapi di sebuah kawasan pegunungan eksklusif, tersembunyi dari mata publik, sebuah mansion kaca berdiri megah di tepi Danau Lucerne. Kediaman Khairen yang baru, dipilih untuk acara pernikahan.Dikelilingi hutan pinus dan penjagaan ketat, hari ini tempat itu berubah menjadi neraka kecil bagi dua manusia yang akan melangsungkan pernikahan, pernikahan yang hanyalah formalitas, namun mengguncang banyak hati, termasuk hati mereka sendiri.Persiapan kilat, terencana matang, dan semuanya terasa begitu tak masuk akal. Tak ada awak media. Tak ada desas-desus. Tak ada publikasi.Undangan hanya dikirim secara personal kepada segelintir orang penting dan terpercaya. Beberapa petinggi Dewan Komisaris, para keluarga terpilih, dan tentu saja Magnus Crown, sang kunci strategi.Di antara tamu-tamu itu, hanya satu orang dari pihak mempelai wanita yang hadir, SSunrise melangkah ke basement dengan langkah letih namun mantap. Dentingan sepatu haknya bergaung lembut di antara kesunyian malam yang menempel di dinding kaca.Matanya masih berat, tapi pikirannya sudah lebih jernih setelah beberapa jam tertidur di kantor.Saat mendekati mobilnya, ia melihat sosok Nick berdiri di samping mobil Khairen. Tubuh tinggi itu menunduk hormat begitu melihatnya.Sunrise membalas singkat, nyaris hanya dengan anggukan.Kaca mobil Khairen terbuka pelan. Dari dalam, wajah dingin pria itu terlihat samar di bawah sorot lampu basement. Tatapannya gelap, sulit ditebak."Apa dia, sedang menungguku?" batin Sunrise, mencoba menepis gejolak yang muncul. Tidak. Itu bukan gayanya. Dia Khairen, pria yang hanya peduli pada untung dan rugi. Tapi tetap saja langkahnya terasa lebih ringan oleh kemungkinan itu.Ponsel Sunrise bergetar. Notifikasi baru.[CEO GILA]: Jangan memaksa menyetir mobil saat kau lelah dan mengantuk. Biarkan Nick yang mengant
Helikopter yang membawa mereka mendarat mulus di atap Crown Hotel. Dari kejauhan, gedung pencakar langit itu berdiri angkuh, menembus kabut seperti simbol kekuasaan yang tak bisa digoyahkan.Tak ada yang tahu bahwa dua orang di dalamnya kini memiliki status baru. Suami dan istri. Hukum yang mengikat, tapi perasaan masih samar.Begitu turun dari helikopter, mereka tidak bicara satu kata pun. Sunrise mengambil tas tangannya. Nick menghampiri dengan ekspresi netral, lalu menyerahkan kunci mobil kepada Sunrise."Mobil Anda sudah diparkir seperti biasa, Nona, em... Nyonya Sunrise," ralatnya sopan dan sedikit canggung dengan sebutan baru istri tuannya.Sunrise mengangguk. Ia melirik Khairen sekilas, yang langsung masuk ke mobilnya tanpa berkata apa pun. Nick pun menyusul, menjadi asisten seperti biasa.Sunrise masuk ke dalam mobilnya, mengemudi sendiri. Tapi saat Sunrise menyetir menuju gedung CNC, ia menyadari satu hal aneh. Mobil Khairen berada tepat di belakangnya,
Setelah pesta dansa usai, para tamu mulai berpamitan. Beberapa dari mereka menaiki helikopter pribadi yang telah disiapkan di helipad tersembunyi di balik bukit. Termasuk Summer yang meninggalkan mansion bersama Nick."Sampai bertemu lagi, Kak!" Summer berpamitan dan memeluk Sunrise seakan tak ingin berpisah."Jaga rahasia ini baik-baik." pesan Sunrise sungguh-sungguh Summer mengangguk patuh.Nick memberikan kode agar Summer segera naik helikopter yang siap lepas landas. Mereka berpisah dengan berat hati.Magnus menjadi salah satu yang terakhir meninggalkan tempat itu, tapi sebelum pergi, ia sempat menatap sekali lagi ke arah balkon utama mansion, di mana dua sosok pengantin masih berdiri, membisu dalam diam mereka sendiri.“Permainan baru saja dimulai,” gumam Magnus pada dirinya sendiri sebelum masuk ke helikopternya.Sunrise dan Khairen berdiri berdampingan di balkon lantai dua, menghadap danau yang tenang. Gemerlap lampu dari pesta perlahan mulai redup, me
Satu Minggu berlalu.Sore itu, Zurich masih diselimuti kabut tipis, menyelimuti kota seperti rahasia yang belum terungkap. Tapi di sebuah kawasan pegunungan eksklusif, tersembunyi dari mata publik, sebuah mansion kaca berdiri megah di tepi Danau Lucerne. Kediaman Khairen yang baru, dipilih untuk acara pernikahan.Dikelilingi hutan pinus dan penjagaan ketat, hari ini tempat itu berubah menjadi neraka kecil bagi dua manusia yang akan melangsungkan pernikahan, pernikahan yang hanyalah formalitas, namun mengguncang banyak hati, termasuk hati mereka sendiri.Persiapan kilat, terencana matang, dan semuanya terasa begitu tak masuk akal. Tak ada awak media. Tak ada desas-desus. Tak ada publikasi. Undangan hanya dikirim secara personal kepada segelintir orang penting dan terpercaya. Beberapa petinggi Dewan Komisaris, para keluarga terpilih, dan tentu saja Magnus Crown, sang kunci strategi.Di antara tamu-tamu itu, hanya satu orang dari pihak mempelai wanita yang hadir, S
Di sepanjang jalan pulang dari rumah Khatrina, suasana di dalam mobil begitu sunyi. Hanya suara halus mesin dan hembusan pendingin udara yang menemani. Sunrise menatap keluar jendela, menyaksikan lampu-lampu kota Zurich yang menghiasi gedung-gedung klasik dan jalanan. Udara semakin dingin, tapi bukan itu yang membuat tubuhnya menggigil. Ada sesuatu yang lain. Perasaan campur aduk yang tak bisa ia uraikan dengan kata-kata. Tiba-tiba, mobil melambat.“Kita berhenti sebentar,” ujar Khairen pelan, tanpa menoleh. Sunrise hanya mengangguk. Ia tak bertanya apa-apa. Mobil berhenti di tepi Danau Zurich, tempat yang sunyi, jauh dari hiruk pikuk. Langit malam membentang luas, dipenuhi bintang-bintang yang seolah ikut menyaksikan kisah dua manusia yang tengah tersesat dalam permainan hidup yang rumit. Mereka turun. Angin malam menerpa pelan, membawa aroma danau dan rumput basah. Jembatan kokoh melengkung membentang di atas danau, menghubungkan dua sisi daratan. Khair
Setelah rapat Dewan Komisaris usai, Khairen melangkah keluar dari ruang rapat dengan langkah tenang namun tegas. Wajahnya datar, nyaris tanpa ekspresi, tapi sorot matanya tetap tajam. Setelan jasnya jatuh sempurna, dan setiap gerakannya tampak seperti bagian dari sebuah rencana besar yang hanya ia sendiri yang tahu.Ia menuju lift, pikirannya masih dipenuhi strategi terutama mengenai Sunrise, yang kini secara teknis akan menjadi istrinya. Di atas kertas, sementara.Pintu lift terbuka dengan suara lembut. Di dalam, berdiri dua wanita yang tak lagi asing baginya, Sunrise dan Carmen.Carmen segera menyapa dengan senyum profesional. "Selamat siang, Tuan Khairen.”Sedangkan Sunrise hanya menunduk pelan, lalu mundur ke belakang, menjaga jarak aman. Jantungnya berdegup lebih cepat. Bukan karena takut. Tapi ada sesuatu yang berdesir dalam dadanya, gugup, canggung, dan entah begitu aneh.Khairen masuk tanpa berkata apa-apa, berdiri di depan mereka. Hening dan aroma maskulin yang memikat menyel