Home / Romansa / The CEO'S Forbidden Bride / 59. Terbongkarnya Rahasia Sunrise

Share

59. Terbongkarnya Rahasia Sunrise

Author: DF Handayani
last update Last Updated: 2025-08-06 21:20:35

Sunrise menutup kembali layar ponselnya. Jemarinya berhenti mengetuk meja, namun bukan karena tenang, melainkan karena pikirannya sedang bergerak cepat.

Ia sadar, pesan Steve bukan hanya ancaman. Itu undangan. Sebuah permainan yang ingin ia mulai, dan Sunrise, entah kenapa, merasa ia bisa memanfaatkannya.

Tapi ia juga sadar, satu langkah saja yang salah, ia akan menghancurkan dirinya sendiri.

Jam di layar laptop menunjukkan pukul 14.05. Sunrise mencoba kembali fokus pada pekerjaannya, tetapi matanya sesekali melirik pintu ruangan. Setiap kali bayangan orang lewat, jantungnya berdegup lebih keras, takut jika Steve muncul begitu saja.

Sementara itu, di ruang CEO.

Nick berdiri tegak di hadapan Khairen.

“Nyonya menerima pengawalan,” lapor Nick. “Namun saya rasa dia belum sepenuhnya paham situasinya.”

Khairen tidak langsung menjawab. Pandangannya terpaku pada berkas di meja, tapi pikirannya melayang ke arah lain.

“Sunrise bukan tipe yang mudah percaya,” gumamnya. “Tapi itu juga yang membua
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • The CEO'S Forbidden Bride    63. Saling Khawatir Tapi Gengsi

    Pelayan itu berhenti di depan pintu kayu tinggi yang menjulang, menundukkan kepala ragu. Ia takut akan mendapatkan hukuman. “Nyonya, tuan berpesan tidak ingin—”Sunrise tidak memberinya kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya. Ia menekan kenop pintu dan mendorongnya perlahan.Aroma samar obat-obatan langsung menyambutnya. Tirai tebal menutup hampir seluruh cahaya, hanya menyisakan sedikit semburat jingga yang menembus celah. Dan di sana di atas ranjang besar berlapis seprai putih, Khairen terbaring.Infus menancap di tangan kirinya. Wajahnya pucat, hanya pipinya yang memerah menandakan suhu tubuhnya meninggi. Napasnya berat, namun teratur.Ada kilasan rasa sesak yang tiba-tiba merambat di dada Sunrise saat melihatnya seperti itu.“Khairen…” bisiknya nyaris tak terdengar.Ia segera melangkah mendekat, lututnya nyaris menyentuh tepi ranjang. Dengan ragu, ia mengangkat tangannya dan menyentuh dahi pria itu. Panas.Sunrise menahan napas, merasa seolah panas itu merembes masuk ke hatinya

  • The CEO'S Forbidden Bride    62. Kegelisahan Sunrise

    Pagi itu, udara Zurich terasa lebih dingin dari biasanya. Hujan semalam masih menyisakan aroma tanah basah yang samar menyelinap dari celah jendela kamar.Sunrise membuka pintu kamarnya dengan langkah pelan, setengah berharap mendapati suara atau gerak di ruang tamu.Tapi, kosong."Dia benar-benar pergi?" ucapnya pelan, lebih ke kecewa. Matanya mencari-cari sosok yang jelas sudah tak ada.Sofa yang semalam menjadi tempat Khairen duduk masih rapi seperti tidak pernah disentuh. Jas hitam yang sedikit basah oleh hujan sudah hilang. Sepatu kulitnya tidak ada.Bahkan botol air mineral yang ia berikan pun sudah lenyap dari meja. Seakan Khairen hanya datang sebagai mimpi yang singkat dan berakhir sebelum fajar.Sunrise berdiri beberapa detik di ambang ruang tamu. Ada rasa aneh yang menyeruak di dadanya, sebuah rasa kosong yang entah mengapa sulit ia abaikan.Bukankah semalam ia sendiri yang menghubungi Nick untuk menjemput Khairen? Bukankah ia yang menutup pintu, menegaskan jarak? Lalu kenap

  • The CEO'S Forbidden Bride    61. Ungkapan Hati Khairen

    Lewat tengah malam, hujan mulai turun di Zurich, rintiknya membasahi kaca balkon. Sunrise masih duduk termenung di lantai ruang tamu, punggungnya bersandar pada sofa, rambutnya sedikit berantakan. Lampu tetap mati, hanya cahaya samar dari kota yang menyusup melalui tirai.Ponselnya masih tergeletak di meja, layar terkunci. Namun, setiap beberapa detik, ia menoleh ke arahnya, seperti menunggu pesan yang ia sendiri takut untuk terima.Dari kejauhan, suara petir bergemuruh. Sekilas, ia merasa seperti kembali ke malam itu, malam ketika dunia yang ia kenal runtuh.Sorak-sorai pesta tahun baru di kapal D’Amore Marittimo berubah menjadi jeritan, kaca pecah, darah di lantai dek yang licin. Dan di tengah semua itu, nama Eleonora Loredan menjadi kutukan yang membakar telinganya."Ayah, Ibu..." ratapnya pelan. Ia menunduk, memeluk lututnya lebih rapat.Jemarinya menyentuh luka kecil di lengannya, bekas dari malam itu. Luka itu tak pernah benar-benar hilang.Tiba-tiba, pintu apartemennya diketuk.

  • The CEO'S Forbidden Bride    60. Antara Sunrise dan Steve

    "Kau..." Suara Sunrise bergetar.Steve tertawa menang. Kartu As telah ia pegang, dan dapat mengendalikan Sunrise untuk mencapai tujuannyaIa memandangi perubahan ekspresinya dengan kepuasan yang nyaris menjijikkan. “Jadi, kau masih mengingatnya. Bagus. Aku tak perlu membuang banyak waktu.”Pundak Sunrise nampak turun. Ia benar-benar masuk ke dalam jebakan. Tak ada pilihan selain bekerjasama dengan bajingan yang ada di depannya ini."Tak perlu tegang Nona. Kau hanya perlu kerjasama. Maka semua tetap menjadi rahasia." Udara di restoran kecil itu terasa semakin berat. Sunrise memaku pandangannya pada Steve, mencoba membaca setiap gerakannya, mencari celah untuk membalik keadaan.Namun nama itu, Eleonora Loredan, terus menggema di kepalanya, seperti lonceng kematian yang tak mau berhenti berdentang.Dulu, ia bersumpah tak akan pernah lagi mendengar nama itu. Nama yang menjadi saksi malam terburuk dalam hidupnya. Malam di kapal D’Amore Marittimo, malam tahun baru yang merenggut semua keba

  • The CEO'S Forbidden Bride    59. Terbongkarnya Rahasia Sunrise

    Sunrise menutup kembali layar ponselnya. Jemarinya berhenti mengetuk meja, namun bukan karena tenang, melainkan karena pikirannya sedang bergerak cepat.Ia sadar, pesan Steve bukan hanya ancaman. Itu undangan. Sebuah permainan yang ingin ia mulai, dan Sunrise, entah kenapa, merasa ia bisa memanfaatkannya.Tapi ia juga sadar, satu langkah saja yang salah, ia akan menghancurkan dirinya sendiri.Jam di layar laptop menunjukkan pukul 14.05. Sunrise mencoba kembali fokus pada pekerjaannya, tetapi matanya sesekali melirik pintu ruangan. Setiap kali bayangan orang lewat, jantungnya berdegup lebih keras, takut jika Steve muncul begitu saja.Sementara itu, di ruang CEO.Nick berdiri tegak di hadapan Khairen.“Nyonya menerima pengawalan,” lapor Nick. “Namun saya rasa dia belum sepenuhnya paham situasinya.”Khairen tidak langsung menjawab. Pandangannya terpaku pada berkas di meja, tapi pikirannya melayang ke arah lain.“Sunrise bukan tipe yang mudah percaya,” gumamnya. “Tapi itu juga yang membua

  • The CEO'S Forbidden Bride    58. Kegelisahan Khairen

    Steve.Nama itu terus berputar di kepala Sunrise seperti badai. Ia memejamkan mata, menunduk dalam. Berjalan cepat menuju lift. Ia menguatkan kaki untuk bergerak. Tumit sepatunya berdetak pelan di lantai marmer, langkah yang ia paksakan agar terlihat tenang.Sunrise tak berani berlama-lama berhenti. Ia segera melangkah cepat, menekan tombol lift, berharap pintu itu terbuka sebelum Steve menoleh dan melihatnya.Saat pintu lift terbuka, ia melangkah masuk dan menekan tombol lantai divisi teknologinya dengan tangan yang masih bergetar.Begitu pintu tertutup, ia menyandar pada dinding lift, mencoba menahan rasa sesak yang merayap."Steve, sepupu Khairen." Ia berbisik. "Sepertinya dia dan Khairen tak memiliki hubungan baik. Apa yang dia rencanakan?" batinnya berkecamuk.Bayangan Steve menatapnya tajam kembali muncul di kepalanya. Mata itu bukan hanya milik orang yang ingin tahu. Akan tetapi, mata orang yang menyimpan sesuatu, dan siap menggunakannya kapan saja.---Sementara itu, di ruang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status