Home / Romansa / The CEO'S Forbidden Bride / 58. Kegelisahan Khairen

Share

58. Kegelisahan Khairen

Author: DF Handayani
last update Last Updated: 2025-08-05 09:54:54

Steve.

Nama itu terus berputar di kepala Sunrise seperti badai. Ia memejamkan mata, menunduk dalam. Berjalan cepat menuju lift. Ia menguatkan kaki untuk bergerak. Tumit sepatunya berdetak pelan di lantai marmer, langkah yang ia paksakan agar terlihat tenang.

Sunrise tak berani berlama-lama berhenti. Ia segera melangkah cepat, menekan tombol lift, berharap pintu itu terbuka sebelum Steve menoleh dan melihatnya.

Saat pintu lift terbuka, ia melangkah masuk dan menekan tombol lantai divisi teknologinya dengan tangan yang masih bergetar.

Begitu pintu tertutup, ia menyandar pada dinding lift, mencoba menahan rasa sesak yang merayap.

"Steve, sepupu Khairen." Ia berbisik. "Sepertinya dia dan Khairen tak memiliki hubungan baik. Apa yang dia rencanakan?" batinnya berkecamuk.

Bayangan Steve menatapnya tajam kembali muncul di kepalanya. Mata itu bukan hanya milik orang yang ingin tahu. Akan tetapi, mata orang yang menyimpan sesuatu, dan siap menggunakannya kapan saja.

---

Sementara itu, di ruang
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • The CEO'S Forbidden Bride    60. Antara Sunrise dan Steve

    "Kau..." Suara Sunrise bergetar.Steve tertawa menang. Kartu As telah ia pegang, dan dapat mengendalikan Sunrise untuk mencapai tujuannyaIa memandangi perubahan ekspresinya dengan kepuasan yang nyaris menjijikkan. “Jadi, kau masih mengingatnya. Bagus. Aku tak perlu membuang banyak waktu.”Pundak Sunrise nampak turun. Ia benar-benar masuk ke dalam jebakan. Tak ada pilihan selain bekerjasama dengan bajingan yang ada di depannya ini."Tak perlu tegang Nona. Kau hanya perlu kerjasama. Maka semua tetap menjadi rahasia." Udara di restoran kecil itu terasa semakin berat. Sunrise memaku pandangannya pada Steve, mencoba membaca setiap gerakannya, mencari celah untuk membalik keadaan.Namun nama itu, Eleonora Loredan, terus menggema di kepalanya, seperti lonceng kematian yang tak mau berhenti berdentang.Dulu, ia bersumpah tak akan pernah lagi mendengar nama itu. Nama yang menjadi saksi malam terburuk dalam hidupnya. Malam di kapal D’Amore Marittimo, malam tahun baru yang merenggut semua keba

  • The CEO'S Forbidden Bride    59. Terbongkarnya Rahasia Sunrise

    Sunrise menutup kembali layar ponselnya. Jemarinya berhenti mengetuk meja, namun bukan karena tenang, melainkan karena pikirannya sedang bergerak cepat.Ia sadar, pesan Steve bukan hanya ancaman. Itu undangan. Sebuah permainan yang ingin ia mulai, dan Sunrise, entah kenapa, merasa ia bisa memanfaatkannya.Tapi ia juga sadar, satu langkah saja yang salah, ia akan menghancurkan dirinya sendiri.Jam di layar laptop menunjukkan pukul 14.05. Sunrise mencoba kembali fokus pada pekerjaannya, tetapi matanya sesekali melirik pintu ruangan. Setiap kali bayangan orang lewat, jantungnya berdegup lebih keras, takut jika Steve muncul begitu saja.Sementara itu, di ruang CEO.Nick berdiri tegak di hadapan Khairen.“Nyonya menerima pengawalan,” lapor Nick. “Namun saya rasa dia belum sepenuhnya paham situasinya.”Khairen tidak langsung menjawab. Pandangannya terpaku pada berkas di meja, tapi pikirannya melayang ke arah lain.“Sunrise bukan tipe yang mudah percaya,” gumamnya. “Tapi itu juga yang membua

  • The CEO'S Forbidden Bride    58. Kegelisahan Khairen

    Steve.Nama itu terus berputar di kepala Sunrise seperti badai. Ia memejamkan mata, menunduk dalam. Berjalan cepat menuju lift. Ia menguatkan kaki untuk bergerak. Tumit sepatunya berdetak pelan di lantai marmer, langkah yang ia paksakan agar terlihat tenang.Sunrise tak berani berlama-lama berhenti. Ia segera melangkah cepat, menekan tombol lift, berharap pintu itu terbuka sebelum Steve menoleh dan melihatnya.Saat pintu lift terbuka, ia melangkah masuk dan menekan tombol lantai divisi teknologinya dengan tangan yang masih bergetar.Begitu pintu tertutup, ia menyandar pada dinding lift, mencoba menahan rasa sesak yang merayap."Steve, sepupu Khairen." Ia berbisik. "Sepertinya dia dan Khairen tak memiliki hubungan baik. Apa yang dia rencanakan?" batinnya berkecamuk.Bayangan Steve menatapnya tajam kembali muncul di kepalanya. Mata itu bukan hanya milik orang yang ingin tahu. Akan tetapi, mata orang yang menyimpan sesuatu, dan siap menggunakannya kapan saja.---Sementara itu, di ruang

  • The CEO'S Forbidden Bride    57. Bahaya Terbesar

    Sunrise merasakan getaran aneh di dadanya, bukan takut, tapi naluri waspada yang sama persis seperti yang ia rasakan di lift pagi tadi.Steve menyunggingkan senyum kecil. “Ah, jadi ini dia.”Kalimatnya meluncur pelan, namun cukup jelas untuk membuat Nick spontan mengerutkan dahi.Sunrise menatapnya dengan alis sedikit berkerut. “Maaf, apa kita saling mengenal?” tanyanya sinis.Mata Steve melirik singkat ke arah Khairen. Ia tersenyum miring. "Apa karyawan terbaik juga bisa menjadi pelupa? Bukankah kita sudah berkenalan di lift?" Steve sengaja menekan kalimatnya agar terdengar oleh Khairen.Sunrise tertawa getir. "Berkenalan? Aku sama sekali tak menganggapnya sebagai perkenalan."Steve tidak menimpali ucapan itu. Ia justru menoleh pada Khairen, bibirnya terangkat sedikit. “Kau tidak bilang kalau istrimu secantik ini, Khairen.”Ruangan seketika hening. Kata "istrimu" menggantung di udara seperti bom waktu yang siap meledak.Sunrise membeku, matanya membulat, jantungnya berdebar tak karua

  • The CEO'S Forbidden Bride    56. Tamu Tak Diundang

    Steve keluar dari lift beberapa lantai setelah Sunrise. Ia berjalan menyusuri koridor dengan pandangan santai, seperti sudah hapal dengan setiap ruangan. Namun, matanya meneliti setiap detail gedung CNC seolah sedang memetakan sesuatu di kepalanya.Sementara itu, Sunrise sudah sampai di ruangannya. Ia menaruh tas di meja, menyalakan komputer, dan mulai memeriksa email. Sesekali ia meneguk kopi panas dari mug keramik favoritnya. Semua tampak normal, kecuali perasaan tidak nyaman yang menempel sejak bertemu lelaki bernama Steve di lift tadi."Dia sangat tidak sopan!" gumamnya masih kesal.Suara langkah cepat bercampur tawa ceria terdengar dari ujung koridor. Tak salah lagi, Carmen, dengan ekspresi penuh warna seperti biasa, memasuki lantai divisi teknologi. Ia menyapa setiap orang yang dilewatinya sebelum akhirnya melangkah ke ruangan kepala divisi.“Sunrise…” sapa Carmen hangat, seolah mereka tidak pernah berpisah.“Cutimu menyenangkan?” tanya Sunrise singkat, hanya melirik sekilas seb

  • The CEO'S Forbidden Bride    55. Ancaman Kedua

    Kediaman Utama Crown's. Magnus berdiri di sisi jendela ruang kerjanya. Ia menatap danau yang berada di samping ruangannya. Airnya tenang, gelap, seperti cermin jiwanya, datar, tapi penuh bahaya yang tersembunyi di kedalaman.Ada kelam di balik sorot matanya, karena ketegangan yang telah menumpuk sejak rencananya untuk menjatuhkan benteng emosi Khairen gagal total.Ia telah menyusun skenario begitu teliti, begitu lihai. Sunrise seharusnya menjadi celah. Tapi kini, celah itu justru mulai tumbuh menjadi sesuatu yang tak bisa ia kendalikan.Pintu berderit pelan. Langkah sepatu bergema mantap. Magnus tidak menoleh. Ia tahu siapa yang datang."Liem," gumamnya pendek.“Tuan,” Liem memberi salam singkat, lalu berdiri tegak seperti biasa. Hanya malam ini, bahunya terlihat lebih tegang. Napasnya lebih berat.“Ada kabar?” tanya Magnus tanpa menoleh, masih memandangi pantulan gelap dirinya sendiri di jendela."Ya, Tuan. Saya mendapat kabar kemarin malam, Tuan Khairen bermalam di apartemen Nona Su

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status