Beberapa hari telah berlalu.
Pada sebuah pagi yang terik, Rais menghadiri pemakaman puluhan orang yang menjadi korban 11 September. Mereka diantar dan dimakamkan dengan diiringi tangisan dari keluarganya.
Rais ingin ikut menangis, ia sangat ingin. Bagaimanapun di antara mereka ada pegawai-pegawainya. Ia ingin menunjukkan simpati, tapi sekeras apapun ia berusaha, air matanya tak kunjung turun.
Kerumunan orang saling mengucapkan bela sungkawa, lalu disusul dengan ucapan-ucapan selamat tinggal. Rais berdiri di samping ayahnya sampai seluruh upacara pemakaman selesai. Perlahan langit tertutupi awan. Tidak lama kemudian cuaca cerah berubah menjadi rintik-rintik gerimis.
Pandji Hoetomo, ayah Rais, menepuk pundak anaknya.
“Ini akan menjadi masa sulit. Aku harap kau kuat.”
“Maksud Ayah?”
“Kita mengalami kerugian cukup besar, tapi asuransi akan menanggungnya. Tidak akan ada masalah finansial. Tapi ada sebuah kerugian besar yang lebih dari materi.”
Rais teringat ucapan petugas yang duduk di sampingnya usai kejadian menara kembar.
“Maksud Ayah, tentang siapa kita?”
Pandji mengangguk.
“Kau harus tahu bahwa saat ini kita harus saling mendukung. Kita harus jalankan bisnis kita, sambil memulihkan nama baik.”
“Kenapa kita yang harus menanggung semuanya, Ayah?”
“Selama ini kau mungkin tidak terlalu peduli. Tapi kita semua tidak bisa menyangkalnya. Kita adalah Muslim.”
Rais terdiam.
Pemakaman telah usai. Semua orang pulang, termasuk Rais. Ia berjalan menembus hujan gerimis. Ia menolak ketika pegawai ayahnya menawari untuk memayunginya. Rais memilih berjalan menembus gerimis yang semakin lama semakin deras, berubah menjadi hujan.
“Pulanglah, Ayah akan menyuruh Mrs. Elvie menyiapkan makan siang.” kata Pandji dari jendela Rolls Royce.
Rais mengangguk, melambaikan tangan. Beberapa orang yang tersisa melambaikan tangan mereka ke arah Rais. Entah ilusinya atau bukan, ia merasa melihat Malikha di antara mereka.
Di rumah mereka, Rais memandangi jendela yang diguyur hujan.
“Kau belum puas berhujan-hujanan sejak tadi?” tanya Pandji.
“Mereka semua tewas, Ayah. Aku ada di sana dan menyaksikannya,” Rais tak dapat menahan diri untuk menceritakan semuanya, bagaimana orang-orang yang dikenalnya meregang nyawa.
“Rais...”
“Aku di sana, Ayah. Dan aku tidak bisa berbuat apa-apa.”
“Rais, itu bukan salahmu...” Pandji meletakkan tangannya di pundak Rais.
“Tapi dunia menyalahkan kita,”
“Tidak...tidak...”
“Kenyataannya demikian, Ayah!”
“Tidak ada yang menyalahkan kita. Mereka hanya tidak paham perbedaan antara Muslim dan teroris Muslim,”
“Jika saja aku bisa berbuat sesuatu...”
“Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Tidak ada yang salah darimu. Ini semua tidak ada hubungannya denganmu. Kenapa kau menyalahkan dirimu sendiri?”
“Aku hanya menyesal, kenapa tidak bersikap lebih baik. Dan seharusnya aku bisa berbuat lebih,”
“Begitu juga denganku,”
“Aku perlu waktu sejenak untuk mengasingkan diri. Untuk membangun diriku kembali dan memikirkan apa yang harus kulakukan untuk memperbaiki ini semua.”
“Ayah mengerti, ambillah waktumu.”
Hari ini Rais telah melewati semuanya. Di usianya yang keduapuluh dua, ia memperhatikan apa yang terjadi dari waktu ke waktu sejak kejadian yang memilukan di New York City. Dari sana ia berpikir bahwa diriya harus bisa menjadi pembela masyarakat sipil. Membela mereka dari teror-teror besar maupun kecil. Juga menghancurkan para teroris yang menebar ketakutan di mana-mana.Maka ia harus mempelajari ilmu bela diri. Semua itu sebagai awalan dari rencana-rencana besarnya. Satu tahun sudah dihabiskannya waktu mempelajari martial arts yang sangat dinikmatinya.Ia menghadapi satu demi satu lawan tandingnya. Memukul, menendang, menghindar, mengelabui, dan merobohkan. Hari-hari indah yang sangat ia nikmati. Selain itu, apa yang ia lakukan ini juga cukup untuk membuatnya teralih dari tragedi besar umat manusia, di mana ia sendiri menjadi saksi hidupnya.Selama setahun Rais tidak pernah menghubungi keluarganya. Ia merasa perlu untuk mengunjungi orangtuanya, melihat
Ikhwan sekalian, hari ini aku berjalan-jalan berkeliling. Kudapati dunia ini begitu indah. Kuhirup napas dengan segar dan kuhembuskan kembali dengan nikmat. Di sini terasa keindahan dunia yang sesungguhnya.Tapi dunia di luar sana telah rusak. Itu tidak perlu terjadi andai saja dunia tidak perlu dikotori oleh ketamakan dari Amerika Serikat. Ya, andai saja Amerika Serikat tidak perlu ada di muka bumi.Dunia ini tentu akan lebih baik.Ikhwan sekalian, hari ini juga aku teringat bahwa diriku tidak akan selamanya berada di dunia. Secepatnya harus kulaksanakan misiku. Tentaraku sudah siap. Pasukanku akan melaksanakan apa yang kuperintahkan. Akan kuakhiri masa yang mengenaskan dari dunia ini. Kuharap semua akan berhasil. Meskipun akan ada harga yang harus kubayar.Telah kuputuskan untuk menyalurkan semua ilmuku kepada kalian, para pasukanku, para mujahidinku. Bagaimanapun aku harus memiliki penerus. Dan aku harus memilih orang-orang terbaik untuk menjalankan re
Rais telah memimpin perusahaannya selama beberapa bulan. Strategi-strategi korporasi telah dikuasainya, bahkan lebih dari orang-orang yang berkecimpung di perusahaan multinasional selama bertahun-tahun. Kejeniusannya merumuskan strategi telah membuat Hoetomo, Inc. kembali menguasai pasar. Namun Rais merasa misi utamanya bukan itu. beberapa hari sejak perusahaannya kembali memuncaki pasar modal, Rais menemui ayahnya.Ia mengatakan kepada ayahnya bahwa dirinya kembali meminta waktu untuk melakukan perjalanan. Rais mengatakan akan berkeliling Amerika, bahkan dunia, untuk mempelajari banyak hal. Motivasi sebenarnya adalah ia ingin melihat sejauh mana akibat yang ditimbulkan oleh 9/11 terhadap umat Muslim di Amerika. Oleh karena itu, perusahaannya sementara kembali akan dipegang oleh sang ayah, walaupun ayahnya terlihat berat melepas dirinya.Bagaimanapun Rais telah menunjukkan bahwa dirinya kader yang tepat untuk menjalankan Hoetomo, Inc.Rais pun memulai perjalanan
“Islam telah berkembang pesat di dunia. Tidak terkecuali di negara kita, Rais. Kita bahkan akan menjadi agama terbesar kedua di sini.” Terang Abdul Aziz.“Sampai tragedi sebelas September terjadi dan mengacaukan semuanya.” Timpal Rais.“Saudaraku, semua ini adalah kehendak Allah. Bahkan kita harus berterima kasih kepada para penyerang.”“Maksudmu?”“Kau lihat, setelah serangan itu, kita berada di bawah pengawasan ketat FBI. Kita merasa diintimidasi. Mesjid-mesjid kita, rumah-rumah kita, bahkan sekolah kita pun diawasi. Mereka memperlakukan semua Muslim di negara kita seperti tersangka, bahkan sejumlah televisi menggambarkan Islam sebagai musuh negara.Tapi engkau lihat, justru sekarang saudara-saudara kita lebih kuat spiritualitasnya. Mereka menggali Islam lebih giat untuk memastikan dan membuktikan bahwa ajaran mereka tidak seperti yang dituduhkan. Perempuan-perempuan Muslim semakin banyak yang
Seiring waktu berlalu, banyak orang yang mempertanyakan ke mana perginya Rais Hoetomo. Ia dikenal sebagai pemuda jenius yang baru beberapa bulan aktif di jajaran direksi Hoetomo, inc. Menghilangnya Rais tanpa jejak tentu menimbulkan sejumlah pertanyaan.Hanya segelintir orang yang mengetahui keberadaan Rais saat ini.“Apakah ia berlibur keliling dunia?”“Atau ia pindah ke Eropa dan menikahi gadis yang ditemuinya di sana?”“Mungkin dia sedang berpelesir menghabiskan uangnya di kasino-kasino Las Vegas tanpa ada yang mengenalinya,”“Kudengar ia melakukan operasi plastik,”“Jangan-jangan sekarang ia berubah menjadi manusia siluman,”“Apakah dia masih hidup?”“Mungkin akhirnya dia menemukan kedamaian.”“Bisa jadi ia telah menjadi seorang biksu.”Semua gosip dan rumor tentang dirinya begitu ramai menghiasi kehidupan orang-ora
Untuk kesekian kalinya, Rais mencoba bangkit dan kembali bertarung. Ia telah kembali kepada perjalanan martial arts-nya. Pelatihnya sama sekali tidak peduli tentang siapa dirinya. Ia menerjunkan Rais dalam kehidupan jalanan. Rais diharuskan bertahan hidup di masyarakat kelas bawah, yang merupakan sisi lain Amerika. Dengan demikian, Rais harus terbiasa menghadapi pertarungan jalanan.Walaupun ia harus terbunuh.Rais dibiarkan berjuang mempertahankan hidup di arena latihan. Setiap pertarungan yang ada adalah kepedihan. Lawannya tidak akan menaruh belas kasihan, walaupun Rais telah berada di titik nadir. Memang ini yang diinginkannya, dan untuk itu Rais membayar mahal.Rais melatih apa pun yang bisa dilatihnya. Ditempanya dirinya dengan mengangkat beban, menarik rantai, memanjat gedung, bahkan menghajar ban traktor. Di akhir hari tentu tubuhnya hancur lebur. Ototnya lemas, punggungnya sakit, kepalanya berdenyut, dan kakinya serasa tidak bisa diger
Malikha Russel menanti kabar dari Rais. Setiap hari diperiksanya telepon selulernya, sampai benda tersebut benar-benar bergetar. Ia berharap itu adalah kabar dari Rais. Meskipun akhirnya ia harus kecewa. Tapi setiap hari ia selalu memeriksa ponselnya. Yang ia dapati hanya pesan masalah pekerjaan dan pekerjaan.Berbagai macam pikiran berkelebat di benaknya.Di mana anak itu?Baik-baik sajakah dia?Kenapa tidak ada kabar sama sekali?Apakah dia masih hidup?Malikha memandangi Malikha Nature. Masih terbayang sosok Rais di pagi buta, yang diam berdiri mematung di dalam kebun hidroponik. Namun begitu, Rais tampak menikmatinya ketika itu. Malikha mengambil ponselnya. Dilihatnya nomor kontak Rais, lalu didekapnya ponsel itu.Dan ia merasakannya.Hangat.
Rais telah menjadi seseorang yang baru. Ia telah jauh dari Rais Hoetomo tiga tahun silam. Seorang jenius arogan yang selalu mendapatkan semua keinginannya tanpa kesulitan, walaupun itu berasal dari usahanya sendiri.Untuk pertama kalinya Rais merasakan kesendirian. Ia miskin dan kelelahan. Semua yang dilakukannya harus melibatkan ototnya, dan ini benar-benar jauh dari yang dipikirkannya selama ini. Bahwa orang yang bekerja dengan otak jauh lebih terhormat. Kini ia hampir mati karena harus bekerja dengan ototnya.Dan untuk bertahan hidup, hanya itulah yang bisa diandalkannya. Pelatihnya tidak memberi kelonggaran, pokoknya jalankan sampai ia menjadi seorang ksatria seutuhnya. Dipikirkannya sudah sejak kapan ia tidak merasakan tempat tidur dan ruangan dengan penghangat? Sudah tidak terhitung. Bahkan kapan terakhir kali ia mandi dengan air panas pun tidak lagi diingatnya.Rais duduk bersandar di bangunan tempatnya bekerja. Ditatapnya langit yang mulai menurunkan huj