Share

7

The Coven

Garta (Bagian Tujuh)

Panik.

Ricuh.

Yep, dua kata itu cukup menggambarkan suasana Coven Childern Of Salem untuk saat ini. Setelah Mandy membawa Dannies yang pingsan dan menceritakan kalau adiknya itu tercebur ke danau, seperti inilah suasananya. Mandy malah heran, kenapa para healer dan perawat panik. Bahkan yang non magic seperti Rhena juga ikut panik. Apa gerangan yang membuat mereka panik?

“Bagaimana keadaan dia sekarang, Mad?” tanya Rhena setelah Mandy menidurkan Dannies di ruang kesehatan.

Mandy memiringkan kepalanya. “Masih belum sadar, tapi dia masih bernapas.”

“Benarkah?” Rhena justru tampak kaget. Respond Rhena yang tak biasa ini membuat dahi Mandy berkerut. Bukannya dia harusnya senang karena Dannies masih hidup? Oh tidak, Mandy membaca isi kepala Rhena secepat kilat.

“Kau pikir adikku sudah mati, huh? Dia tidak akan terbunuh secepat itu, jaga pikiranmu.”

Nah kan, benar. Tapi kenapa Rhena berpikir seperti itu? Aku tahu air danau itu beracun, Delnessie pernah menyebutnya. Tapi masa iya racunnya bisa membunuh orang? Lagipula Dannies tidak tenggelam berhari-hari, hanya beberapa menit! Demi bunda Gaia.

Rhena spontan menutup mulutnya. Oh sial, aku harus jaga kepalaku, batinnya.

“No need to protcet yout head, i alredy saw it.” Mandy melirik sinis Rhena. “Kenapa kau berpikir seperti itu? Dan kenapa orang-orang di sini panik? Apa aku yang buta situasi di sini?” tanya Mandy meminta kejelasan.

“Yah, mereka panik, aku pun. Yang kutahu, air di danau itu memang beracun. Penjaga kebun yang tercebur ke danau itu tak selamat setelah lima menit tenggelam di sana. Berapa lama Dannies tenggelam? Lebih dari lima menit?”

Mandy menelan ludah. Tak biasanya dia risih, apalagi panik. Tapi kalau itu menyangkut saudarinya ....

“I must tell Lea and Lyn about this.” Mandy pergi meninggalkan Rhena begitu saja. Rhena menatap Mandy yang berlari terburu-buru.

“Apa aku memperburuk keadaan, ya?”

***

Helyna, Helea, Mandy, dan Momo masuk ke ruangan Dannies. Di sana terlihat Dannies masih belum sadarkan diri. Wajah mereka semua cemas dan kusut. Helyna, jantungnya berdetak lebih cepat dari Helea dan Mandy. Tampaknya dia yang pali terpukul dengan keadaan Dannies yang seperti itu.

“Bunda, maafkan kelalaianku,” gumam Helyna pelan. Air matanya bahkan hampir menetes tanpa dia sadari.

Helea menepuk pundak adiknya. “Lyn, she will be fine.”

“Dia terbaring di sana, di kasur putih itu dan kau bilang dia baik-baik saja? Benarkah? Lalu kenapa dia belum bangun sampai sekarang?” tanpa sengaja Helyna meninggikan suaranya. Wajahnya merah, seperti kepiting rebus.

Wow, aku jarang melihat wajah Helyna seperti itu. Begitupun Helea dan Mandy.

“Lyn,” ucap Helea pelan.

Tak disangka sangka, Dannes akhirnya membuka matanya. Dia bergerak pelan untuk bangkit dan duduk. Dengan cepat Helyna membantunya untuk duduk. Tatapan Dannies kosong, diam mengamatisekitarnya.

“Dann, you okay?” ucap Mandy.

Detik berikutnya, Dannies menahan sesuatu dari mulutnya. Dannies memuntahkan air danau yang masuk ke mulut, hidung, dan telinganya. Air danau yang tak berwarna itu keluar dari mulut Dannies dan membasahi selimutnya. Momo yang melihat itu  spontan menutup mulutnya. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan.

“Aku panggil Kak Hena dulu,” ucap Momo setelah melihat Dannies sadar. Dia bergegas meninggalkan ruangan. Tak butuh waktu lama, Mother Coven itu akhirnya datang ke ruangan Dannies. Momo tak terlihat di sampingnya. Hena menatap Dannies lalu mendekatinya.

Hena mendekati Dannies yang masih setengah sadar. Dannies menatap Hena dengan tatapan sayu. Dannies heran dengan ekspresi Hena yang terarah padanya. Jika Dannies gambarkan, Hena seperti terkejut, heran, takut menjadi satu. Entah kenapa.

Hena memegang telapak Dannies yang dingin lalu menatap kedua matanya. “Dannies sayang, apa kau sungguh tak memiliki sihir di dalam dirimu?”

Pertanyaan singkat itu berhasil membuat Dannies menahan napasnya. Dannies tak mengerti harus menjawab apa. Entah kenapa dia tak nyaman dengan pertanyaan itu.

“Ehm ... anu. Lyn?” Dannies menoleh ke arah Helyna.

“Yu?”

“Bisa antar aku ke kamar mandi? Tolong?” pinta Dannies.

Helyna segera menggandeng tangan Dannies lalu menuntunnya keluar ruangan. Kedua kaki Dannies bisa berjalan dengan baik. Dannies hanya sedikit pusing, karena itulah dia butuh dituntun.

Ah, Dannies dan Helyna memang selalu menempel di manapun, kapanpun. Jika ada Dannies, selalu ada Helyna. Begitupun sebaliknya. Walaupun terkadang Helyna tak berada di samping Dannies, tapi Helyna selalu mengawasi Dannies kapan saja.

“Sebenarnya apa yang terjadi, Kak Hen?” tanya Helea heran. Kenapa Hena memberi pertanyaan seperti itu pada adiknya? Apa ada sesuatu yang tidak dia ketahui tentang Dannies?

“Kita tahu bahwa danau di dekat coven ini beracun, bukan begitu? Racunnya akan netral jika sedang purnama. Bahkan kita mandi di danau itu ramai-ramai. Hrausnya racun itu dapat merusak organ dalam Dannies karena dia telah menelan air danau cukup banyak. Tapi kenapa dia bisa berjalan dengan kakinya seperti tadi?” Hena justru melempar pertanyaan yang membuat kedua saudari Dannies itu kebingungan.

“Kenapa?” tanya Mandy.

“Karena Dannies memiliki sihir tipe penyembuh, aku yakin itu. Dia berhasil bertahan dari racun di danau itu karena sihirnya sendiri.  Aku yakin kita memiliki healer terbaik di coven ini, luar biasa.” Penjelasan Hena berasil membuat Helea dan Mandy diam seketika.

“Kita beruntung mmeiliki anak itu,” ucap Hena.

“Tidak, Dannies tidak akan menjadi salah satu dari kita. Dia bukan penyihir, dan akan tetap seperti itu,” bantah Helea. Mandy melirik Helea sejenak lalu mengangguk setuju.

“Tapi Nak, bukankah dengan adanya adikmu di sini, dapat menguntungkan kita semua? Tak terkecuali dirimu sebagai kakaknya,” ucap Hena yakin.

Helea menggelengkan kepalanya cepat. “Tidak, tidak, dan tidak. Dannies tidak akan mempelajari sihir apapun. Maafkan aku, Kak Hen. Tapi aku ingin adikku tetap menjadi anak biasa, bukan penyihir.”

Well, Helea tak menyukai respond Hena yang terkesan ingin memanfaatkan potensi milik Dannies. Tentu saja, Helea tak akan membiarkan adiknya menjadi seperti dirinya apalagi di eksploitasi.

“Maaf Mother Coven, tapi juga kakak dari Dannies. Aku setuju dengan  Helea.” Mandy memberi pembelaan. Wow, aku tak menyangka Mandy akan angkat bicara. Biasanya dia lebih suka menikmati pertunjukkan.

Hena hanya tersenyum tipis menanggapi Helea dan Mandy.

***

Mari kita lihat Dannies dan Helyna. Oh, mereka sedang mengobrol di toilet rupanya. Aku penasaran apa yang mereka bicarakan. Bagaimana kalau kita menguping pembicaraan mereka?

“Dann, im sorry,” ucap Helyna.

Dannies mengerutkan kening, heran dengan pernyataan maaf barusan. “Untuk apa? Kau tak melakukan kesalaham, Lyn.”

“No no, ini salahku. Aku lalai Dann, aku tak  di sana saat kau tenggelam ke danau itu. Itu salahku, bagaimana bisa aku tak menyadarinya. Maafkan aku, please ....” Helyna menatap sayu ke arah Dann.

Dannies menggeleng pelan. “No Lyn, sudahlah. Berhenti menyalahkan dirimu seperti itu, aku tidak suka. Itu bukan salahmu, itu kecelakaan.”

“Kecelakaan, benarkah? Aku berpikir kau tak sebodoh itu terpeleset ke dalam danau. Apa ada sesuatu yang coba kau tutupi dariku?”

Dannies tampak bimbang. Dannies bingung akan menceritakan kejadian sebenarnya atau tidak. Tapi jika Dannies tak menceritakannya, Helyna akan .....

“Kau tak akan memberi tahuku?” desak Helyna.

Dannies menghela napas panjang. “Okay, begini ceritanya. Awalnya aku ikut dengan Nessie untuk melihat sihirnya. Dia menunjukkan sihir transformasi air, makanya dia membawaku ke danau. Lalu dia membuat kabut yang tebal. Sesuatu atau seseorang mendorongku, akhirnya aku sadar kalau aku tercebur ke danau itu.”

Mari kita lihat respond Helyna setelah ini.

Wajah Helyna yang tenang berubah menjadi merah, tatapannya mendadak menjadi tajam. Wajahnya seperti mendidih, hanya kurang asap putih yang keluar dari telinganya saja. Kedua tangannya menggeggam erat. Atmosfir di sekitarnya pun menjadi gelap seketika. Detik berikutnya, wajahnya kembali tenang. Senyum manis itu menghiasi wajah imutnya.

Senyum manis? Ya, itulah yang kulihat. Walaupun sebenarnya senyum manis itu lebih mirip senyum jahat.

Dannies yang menyadari perubahan reaksi Helyna mendadak menutup mulutnya. Dannies sadar sebentar lagi akan ada sesuatu yang buruk. Dannies hafal sikap Helyna ketika dia sedang marah. Jika dia sudah terlanjur marah dan emosinya terusik, maka tanganya yang akan bergerak untuk membalas.

“Lyn, kau tidak berniat untuk ....”

Sebelum Dannies menyelesaikan ucapannya, telunjuk Helyna mendarat di bibirnya. “Sshh ... tidak usah dilanjutkan. Aku tahu apa yang harus kulakukan.”

Dannies hanya bisa menelan ludah.

Delnessie, kau dalam masalah besar, batin Helyna sambil tersenyum lebar.

***

Keesokan harinya, Helyna mendatangi kamar Delnessie. Terlihat Delnessie masih terlelap dengan selimut menutupi tubuh. Helyna tak mau menunggu sampai gadis itu bangun. Segera dia mengambil segelas air lalu menyiramkannya ke wajah gadis rambut pirnag itu.

“What the hell?” Delnessie yang bangun dengan wajah basah terkejut melihat Helyna berada di kamarnya. “Apa begitu caramu membangunkan orang, Lyn?”

“Aku tak punya banyak waktu untuk basa-basimu. Bisa kau ikut aku?” tanya Helyna sambil memiringkan kepalanya.

“Sepagi ini. Ke mana?” Delnessie turun dari ranjang.

Akhirnya mereka berdua sampai di danau beracun itu. Nama danau itu rupanya adalah Black and White Lake. Nama itu menggambarkan danau yang beracun di luar bulan purnama. Tempat itu sepi, tentu saja. Siapa juga yang mau mendatangi danau itu pagi sekali seperti ini? Hanya terlihat burung yang melintasi langit sejauh ini.

“Kenapa kita ke sini?” Delnessie menatap Helyna heran.

Detik berikutnya, akar dengan diameter seukuran paha orang dewasa mencuat dari tana dan melilit Delnessie hingga bahunya. Delnessie tak sempat menghindar dari akar yang muncul mendadak itu. Untungnya tubuhnya tidak remuk di dalam lilitan akar itu. Tak hanya sampai di situ, Helyna meraih lehernya lalu mencengkramnya cukup keras. Delnessie kesulitan bernapas, napasnya menjadi lebih pendek.

“Aku bisa lakukan yang lebih buruk dari apa yang sudah kau lakukan pada saudariku, tahu?” tatapan Helyna menajam. “Kau bisa pilih, mati karena akarku atau karena danau bercaun itu?” telunjuk kiri Helyna menunjuk danau jernih di depan mereka.

Delnessie tak bisa membalas. Matanya melebar menatap Helyna, mulutnya terbuka lebar. Gadis rambut pirang itu berusaha membebaskan diri dari jeratan akar Helyna, namun tidak ada hasil.

“Kau tahu, dengan cara mencekik penyihir seperti inilah mereka bisa menunjukkan diri mereka yang sebenarnya. Dan aku sudah melihat dirimu yang sebenarnya. Mengejutkan ketika anggota coven yang populer sepertimu bermasalah dengan saudariku yang non magic,” ucap Helyna masih tak melepaskan cekikkannya. “Kau tidak malu karena menindas anggota non magic? Kak Hen pasti malu dengan tingkahmu.”

Delnessie ingin membalas, tapi tak berdaya.

“Aku ingin kau mengaku pada Mother Coven kalau kau yang mencelakai Dannies,” pinta Helyna. “Atau aku akan menjejalkan air danau yang beracun itu padamu!”

***

Dannies terbangun dengan jantung berdetak tak karuan. Napasnya memburu, keringat dingin mengucur dari keningnya. Di sampingnya, Helea langsung menengkan Dannies. Helea hafal dengan tingkah Dannies yang satu ini. Apalagi kalau bukan mimpi buruk? Atau bisa kubilang, spoil yang buruk? Kenapa aku bilang spoil? Oh kalian akan segera mengetahuinya.

“Dannies, ada apa?” Helea mengusap punggung Dannies yang basah karena keringat.

Dannies menggeleng cepat. “Kak, Lyn mana?”

Helea memiringkan kepalanya. “Tidak tahu, sepertinya di dapur untuk poti paginya.”

“Aku akan cek ke dapur.” Dannies hendak turun dari ranjang namun ditahan oleh Helea.

“No no, kau belum boleh banyak bergerak sebenarnya, Dann. Keadaanmu belum pulih sepenuhnya, istirahatlah dulu.”

“Aku cukup istirahat, Kak. Aku ingin mencari Lyn.”

Helea menggeleng pelan. “Apa yang kau lihat, Dann? Kenapa moodmu seperti itu? Wanna tell me?”

“Kak, i saw Lyn. Her mood is ... i dont know. Moodnya buruk, sepertinya dia marah, kesal, campur aduk, Kak. Aku lihat juga Nessie di sana, keadaannya kurang bagus, Kak! Aku takut terjadi sesuatu pada Helyna. Please, cari dia Kak.”

“Dannies, tenang dulu.” Helea menepuk pundak Dannies pelan. “Baik, ayo kita cari Lyn.”

Tiba-tiba saja Mandy muncul dari balik pintu. Senyum lebarnya menyambut Helea dan Dannies yang sebenarnya heran. Mandy menikmati ekspresi keheranan itu beberapa detik sebelum akhirnya dia angkat bicara.

“Yow, my sister darling. Kalau kalian mencari Lyn, dia ada di dekat danau hitam dan putih. Kau tahu di maan tempatnya kan, Lea?” ucap Mandy.

“Ya.”

“Kenapa kakak tidak bertanya padaku? Kan, aku pernah ke danau itu?” Dannies menunjuk dirinya sendiri.

Mandy tersenyum mengejek. “Apa kau ingat jalan ke sana?”

Hening.

“Okay, aku akan ke sana dengan Dann. Thanks fo your info, Mad.” Helea menggandeng tangan Dannies lalu mengajaknya keluar ruangan.

“Your welcome, sister.”

***

Wow, seandainya mereka tidak buru-buru, mungkin mereka tak akan melihat kejadian ini. Mereka yang kumaksud adalah Helea dan Dannies. Mereka pergi ke danau dengan berlari, terburu-buru. Sayang sekali mereka harus melihat ....

Delnessie yang terlilit akar dan terecekik oleh tangan Helyna. Gadis berambut pirang itu tampak mengenaskan. Wajahnya pucat, seperti otang kekurangan oksigen. Rambut pirang indahnya acak-acakkan, seperti tak disisir. Matanya melebar sempurna mengarah pda Helyna.

“Demi Tuhan Lyn, apa yang kau LAKUKAN?”

Oops, Dannies melihatnya. Sepetinya ini akan seru. Oh tidak, mungkin buruk.

Helyna melepas cengkraman di leher Delnessie begitu dia mendengar teriakan Dannies. Helyna menoleh, menatap Dannies yang berdiri bersama Helea di sampingnya.

“Dannies ... aku ....” Helyna tak bisa melanjutkan ucapannya.

Yep, buruk.

Atau baik?

Aku sendiri tidak tahu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status