Share

6

The Coven

Inamu (Bagian Enam)

Oh wow, kedatangan Momo ke kabin itu membuat suasana menjadi sedikit ramai. Setelah Momo dan Helea bertatap muka di warung kcil itu, Helea memutuskan untuk mengundang Momo ke rumahnya. Sebenarnya Helea mengundangnya juga berniat untuk mendiskusikan ajakan Momo tersebut. Walaupun Helea anak tertua, bukan berarti dia bisa mengambil keputusan seenaknya tanpa berdiskusi terlebih dahulu.

“Wah, satu lagi penyihir, kereeen!” seru Dannies. Pandangan berbinar-binar menatap ke arah Momo.

Momo balas menatap Dannies lalu tertawa kecil. “Yes Little girl, banyak sihir di luar sana. Apa kau mau melihat lebih banyak?”

Helea menggelengkan kepalanya. Dia sudah bisa menebak jawaban Dannies akan sepeerti apa.

“MAU MAU MAU!”

Yep, seperti tebakan Helea. Hal-hal tentang sihir selalu berhasil membuat Dannies tertarik. Terkadang Helea sampai kewalahan menahan Dannies dari rasa penasaran tentang sihir itu. Jika aku memberi spoil pada Dannies bahwa tidak semua sihir itu menyenangkan, pastinya tidak akan seru. Jadi biarkan saja Dannies menemukannya sendiri.

“Bisa kita langsung ke poinnya saja? Aku yakin kedatangan Momo kemari bukan untuk membuang waktu, kan?” ucap Mandy tiba-tiba. Senyum terkukir di wajahnya. Kalau tebakanku, Mandy sudah membaca niat Momo.

Momo jadi salah tingkah. Dia menggaruk kepalanya lalu menatap keempat gadis itu bergantian. “Baik maaf, sebenarnya aku ingin menawarkan sesuatu pada kalian.”

Helyna yang tampaknya tertarik tak bisa menahan diri. “Apa itu, apa itu, apa itu?”

“For Gad Sake, Lyn, sabar dong. Kak Momonya belum selesai bicara itu,” ucap Dannies seraya menepuk jidatnya.

“Yaaaay, tawaran, pastik menarik.”

Dannies menggelengkan kepalanya. “Mbuh Lyn.”

“Alright anak-anak, silent please. Mon, silahkan lanjutkan.” Helea mengakhiri perbincangan absurd dua adiknya itu.

Momo menghela napas panjang sebelum akhirnya bicara. “Aku menawarkan kalian semua untuk ikut denganku. Aku tinggal di sebuah coven yang letaknya tak jauh dari sini. coven ini masih baru, belum banyak anggota. Nama coven ini yaitu Childern Of Salem, coven bebas. Bahkan yang non magic bisa ikut bergabung, asalkan dia bisa berkontribusi untuk coven kecil ini,” jelas Momo mengutarakan tawarannya.

Aku penasaran respond keempat saudari itu.

Dimulai dari Dannies. Dia tampaknya masih ragu untuk menerima tawaran dari Momo. Pertama, Momo adalah orang asing baginya. Kedua, dia merasa minder karena akan tinggal bersama para pengguna magic sementara dirinya non magic. Walaupun Momo sudah menjelaskan kalau coven mereka menerima anggota non magic, rasa tidak percaya diri itu tetap ada. Ketiga, dia takut akan menjadi beban jika tinggal di sana.

Helyna, dia tidak memiliki keraguan atas tawaran itu. Dia malah tersenyum lebar. Kalau kugambarkan, Helyna seperti menunggu sesuatu yang besar yang akan terjadi. Sudah jadi rahasia umum para penyihir bisa mengintip masa depan, bukan begitu? Entah apa yang ditunggu Helyna sebenarnya. Dia langsung mengangguk cepat dan antusias.

Helea, dia yang mendapat tawaran ini lebih dulu tak banyak merespond. Dia lebih memilih menunggu respond dari ketiga saudarinya. Tapi aku tahu Helea tertarik untuk bergabung ke coven itu. Bagaimanapun Helea adalah penyihir, pasti merasa aman jika tinggal bersama sesamanya.

Mandy yang sudah mengetahui niat Momo dari awal setuju untuk bergabung. Sama seperti Helea, dia juga merasa aman jika berkumpul dengan sesamanya. “Apa di covenmu ada kelompok yang memiliki elemen sama sepertiku?” tanya Mandy.

“Oh? Necromancer? Ada, tentu saja,” jawab Momo singkat.

“Bukan, tapi ahli manipulasi dan trik.” Mandy mengoreksi Momo. Tentu saja elemen dia adalah itu, karena dia penganut Loki, dewa tipu daya.

“Ada, walau tak terlalu banyak anggotanya,” jelas Momo lagi.

“Sebenarnya aku tidak khawatir dan tidak ragu. Tapi satu yang harus kupastikan, apa di covenmu tidak ada konflik internal? Kau tahu, ada anggota non magic di sana bukan, tidak ada penindasan kareka mereka non magic?” tanya Helea.

Oh, Helea sangat peka rupanya. Dannies ingin menanyakan hal yang sama, tapi tidak pnya nyali. Tak disangka kakaknya itu yang akhirnya buka suara.

Momo mengangkat alisnya. “Kak Hena tak suka ada konflik di covennya, tentu hal itu tak terjadi di sana.”

“Kak Hena?” tanya Helyna.

“Mother Coven di Childern Of Salem, dia ketua dari coven ini,” jelas Momo.

Sebenarnya Dannies penasaran seperti apa Mother Coven yang diceritakan Momo ini. Jika dia adalah ibu-ibu galak atau nenek-nenek seperti di film penyihir, nyalinya langsung ciut seketika. Namun detik berikutnya Dannies menepis pemikiran tak masuk akal itu.

“Okay, kurasa semuanya sudah setuju. Kita akan berangkat nanti siang, bagaimana? Kalian sebaiknya berkemas,” usul Momo.

Keempat saudari itu mengangguk kompak.

Well, ini baru permulaan sebenarnya. coven yang mereka tinggali akan membuka lembaran baru, cerita yang baru. Oh Helyna tampaknya sudah tidak sabar. Terlihat dari caanya mengemas barang-barang dengan super cepat. Helea hanya menggelengkan kepala melihat tingkah adiknya itu.

***

Setelah beberapa jam mereka berjalan, akhirnya mereka sampai di suatu tempat. Di hadapan mereka, berdiri sebuah bangunan tua. Bangunan itu adalah pabrik tua dengan cat yang sudah luntur dan dinding yang kotor. Bangunan itu tampaknya tak disentuh penduduk dilihat dari kondisinya.

Dannies mengerutkan kening heran. “Huh? Coven? Ini?”

Momo tersenyum lebar. “Tunggu kau sampai melihat ke dalamnya, Dann. Jangan kaget ya.”

Begitu mereka berlima memasuki bangunan itu, yang mereka lihat sungguh berbeda dengan yang ada di luar. Mereka disambut dengan pemandangan yang tak biasa. Pemandangan rumah abad pertengahan dengan tiga lantai. Perabot klasik, aroma sage, dan beberapa sigil tertempel di dinding yang menandakan tempat inim memang milik para penyihir.

Dannies sampai kehabisan kata-kata. Dibenaknya sama sekali tak terlintas perkiraan akan melihat pemandangan di depannya saat ini. Bagaimana bisa ada bangunan pabrik tua yang di dalamnya justru tersembunyi rumah tiga lantai seperti ini?

“Ah Momo, kau pulang? Dan hei, kau tidak sendiri?” ucap seorang gadis berambut pirang panjang yang menyambut kedatangan Momo di lantai dasar.

“Delnessie, thanks sudah menyambutku. Apa Kak Hena ada di ruangannya?” tanya Momo pada gadis yang dia panggil Delnessie itu. Yah, iu memang nama si gadis pirang itu.

Delnessie mengangguk. “Ya, ada. Ngomong-ngomong mereka siapa?” Delnessie menatap keempat orang asing yang belum dia ketahui namanya itu.

“Nanti kau akan tahu sendiri, aku permisi.” Momo yang biasanya banyak bicara kini menjadi sedikit cuek di hadapan Delnessie. Dia mengarahkan Helyna dan yang lainnya menuju ke sebuah pintu kayu yang tertutup. Di balik pintu itulah ruangan Mother Coven mereka.

***

Setelah lima belas menit berdiskusi, Momo dan Mother Coven mereka, Hena, kini menghampiri Dannies beserta ketiga saudarinya. Sosok wanita muda berkulit sawo matang mirip dengan Helea, berambut hitam pendek, dan mengenakan pakaian serba hitam yang tak lain adalah Hena Rhee memperhatikan mereka satu persatu.

“Helyna Madalena, pengguna akar hitam ya? Kau bisa bergabung dengan pengguna akar lainnya, Nak.” Hena Rhee memberikan sebuah anting pada Helyna. “Gunakan ini, benda ini akan membuatmu terhubung dengan anggota coven yang lain. Jika terjadi sesuatu padamu, akan cepat mengetahuinya.”

Kini Hena beralih pada Helea. “Helea Madalena, pengguna sulur, ahli ramuan dan obat-obatan, benar? Kau akan berkontribusi untuk coven pada bagian ramuan dan herbal. Gunakan kalung ini.”

“Mandy Grimmie, ahli tipu daya dan jebakan. Oh ... penganut Loki tentunya, apa aku benar? Ada kelompok yang pas untukmu, kau bisa bergabung dengan mereka. Gunakan cincin ini untuk saling terhubung.”

Hena kini sampai pada Dannies. Wajah Dannies pucat, jantungnya berdetak kencang. Kalau tebakanku benar, Dannies akan ditanya memiliki keahlian sihir apa.

“Nak, apa elemen sihirmu?”

Yep, tebakanku benar.

Dannies tak bisa menjawab. Dia hanya tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dannies bingung juga ingin menjawab apa, dia jelas bukan seorang penyihir. Dannies menunduk malu, menyembunyikan wajah pucat dan takutnya.

“Em ... permisi, Mother Coven.” Helea angkat bicara. “Maafkan aku Mother Coven, tapi adikku Dannies bukan pengguna magic, dia anak biasa. Kuharap Mother Coven bisa menempatkan adikku di posisi yang sekiranya cocok?”

Dannies menghela napas lega. Dia bersyukur kakaknya akhirnya yang angkat bicara. Dia ingin menjelaskan hal itu, namun kalimat itu tertahan di tenggorokannya. Dannies seolah tak punya keberanian untuk mengucapkan itu semua.

Hena mengangguk. “Baik Lea, aku mengerti. Oh ngomong-ngomong, jangan panggil aku seperti itu. Panggil saja aku Kak Hena atau Kak Hen. Panggilan Mother Coven membuatku merasa tua,” jelas wanita muda itu.

Akhirnya Hena menempatkan Dannies di bagian pengurus kebun sage. Hena juga memberi Dannies akses ke ruang baca, tentu saja didampingi oleh salah satu saudarinya, Helyna. Dannies merasa bersyukur akhirnya dapat tinggal di coven ini bersama ketiga saudarinya.

***

Keesokan paginya, Dannies terlalu bersemangat. Dannies bangun pagi untuk bersiap ke kebun di halaman belakang. Jujur Dannies tak begitu memahami cara bekerja di kebun karena dulu di panti asuhan, dia terbiasa membantu di bagian dapur atau menjemur pakian. Untungnya dia tidak sendiri, di sana ada pembimbing yang dikenalkan padanya.

“Kak Nana, good morning,” sapa Dannies pada sosok wanita dua puluh lima tahun yang mengenakan dress berwarna ungu. Rambutnya panjang terurai, kacamata bundar bertengger di hidungnya.

Nana menoleh ke arah sumber suara. “Oh Dannies, kau bisa bangun pagi rupanya, hmm?” ledek perempuan itu.

“Please Kak, aku tidak mau jadi gadis malas terus-terusan. Malu kan, dengan anak yang lain,” balas Dannies.

Wanita muda bernama Rhena, tapi dia lebih suka dipanggil Nana. Setelah Hena mengelompokkan Danies dan ketiga saudarinya sesuai bakat masing-masing, Momo mengenalkan Dannies pada wanita ini. Rhena juga sama seperti Dannies yang tak memiliki magic. Oleh sebab itulah Mother Coven menempatkan dirinya di kebun ini.

“Apa kau sebaiknya tak membantu kakakmu di dapur, honey? Aku berpikir kau tak begitu menyukai pekerjaan ini,” ucap Rhena seraya mengambil botol berisi cairan berwana hijau pekat.

Dannies menggeleng. “Aku tidak pandai memasak sebenarnya. Aku mendapat bagian mencuci piring saja, bukan memasak. Kak Lea memang koki handal sih, aku akui itu.”

“Kau sangat dekat dengan mereka, ya?” Rhena menyiramkan cairan hijau pekat itu. Begitu cairan itu keluar dari botol, bau tak sedap menyeruak keluar. Spontan Dannies menutup hidungnya.

“Mereka?” tanya Dannies, takut tebakannya salah.

“Ya, Helea, Helyna, dan Mandy.”

Dannies tersenyum tipis mendapati tebakannya benar. “Ya, kan kami tinggal serumah, pastilah kami dekat. Walau bukan saudara sedarah, tapi kami tak kalah akrabnya dari hubungan macam itu.”

“Ah ya, aku bisa melihatnya.” Rhena melirik Dannies yang masih menutup hidung. “Oh maaf, bau pupuk ini memang kurang sedap.”

Demi Tuhan, apa aku harus berkutat dengan cairan bau itu? Batin Dannies tak terima. Pikirnya, dia lebih baik berkutat dengan cucian kotor daripada cairan bau tak sedap itu.

Begitu Dannies ingin membantu Rhena, lonceng bertanda sarapan sudah siap terdengar nyaring. Dannies buru-buru menarik tangannya lalu melesat secepat kilat meninggalkan kebun dan Rhena.

Rhena tertawa kecil lalu menggelengkan kepala. “Anak itu .....”

***

Seusai menikmati sarapan, Dannies memutuskan pergi ke perpustakaan yang ada di coven. Hena memberinya akses ke perpustakaan begitu Helea menjelaskan padanya kalau Dannies suka membaca. Hena juga tak keberatan jika Dannies membuat cerita fiksi tentang dunia magic, asalkan keberadaan dan nama coven ini disamarkan.

“Waw, tak pernah kulihat buku sebanyak ini!” Dannies berseru begitu melihat rak-rak bejejer rapi. Setiap rak terisi penuh dengan buku. Mata Dannies menyapu isi perpustakaan yang luas. Ada beberapa meja dan kursi di sana. Dannies mulai menjelajahi perpustakaan dari rak yang paling ujung.

“Enam elemen dasar?” Dannies membaca judul dari salah satu buku yang dia ambil. Tangannya mengambil buku secara acak, dan buku itulah yang didapatnya. Terdapat gambar api, air, udara, tanah, logam, dan kayu di sampul bagian depannya. “Apa ini elemen seperti yang ada di avatar?” gumam Dannies.

Dia membawa buku itu bersamanya lalu duduk di salah satu kursi kayu. Dannies mulai membuka halaman demi halaman buku itu. Ekspresinya berubah-ubah ketika membaca buku tua di hadapannya itu. Aku juga penasaran dengan bukunya, akhirnya ikut membaca juga. Dannies sampai pada bab transformasi elemen.

“Waw, jika dibaca dan dibayangkan, memang terlihat simpel, tapi bagaimana dengan prakteknya, ya?” Dannies bergumam sendiri smabil terus membaca.

“Praktek magic tidak sesimpel yang ada di buku, kau tahu?”

Suara asing itu menarik perhatian Dannies. Spontan Dannies menoleh ke arah sumber suara. Didapatinya sosok gadis berambut pirang yang dipanggil Delnessie oleh Momo.

“Kau, Delnessie?”

Gadis itu mengibaskan tangannya. “Nessie is fine.”

“Ah iya, Nessie,” sahut Dannies agak canggung. “Maaf, ada perlu apa mencariku?”

Delnessie melipat tangannya di dada. “Oh tidak ada, kok. Aku hanya ingin berkenalan dengan anak panti non magic yang baru terdaftar di coven ini.”

Dannies menelan ludah mendengarnya.

“Oh jangan tersinggung, kawan. Bukankah kenyataannya seperti itu?”

Dannies masih diam.

“Okay, maafkan sikap tidak sopanku. Aku datang kemari untuk mengajakmu ke suatu tempat, daripada menghabiskan waktumu dengan tumpukkan buku tua, bagaimana jika ikut denganku?”

“Ke mana?”

“Ke suatu tempat yang bagus, kau akan suka. Akan kutunjukkan sesuatu yang tak kalah keren dengan yang dimiliki saudarimu itu, how is that?”

“Magic?” Dannies mulai tertarik.

Oh tidak, sebaiknya kau tidak terjebak umpan itu Dannies. Jangan.

“Ya, magic. Kau akan suka.” Senyum lebar menghiasi wajah Delnessie. Untuk gadis polos seperti Dannies, senyum itu tampak manis. Tapi untuk sosok seperti Mandy, senyum itu tampak seperti senyum berbisa ular.

“Baik, aku ikut.”

Senyuman Delnessie makin lebar. Dia menarik tangan Dannies lalu meninggalkan perpustakaan. Buku yang dibaca Dannies dia tinggalkan begitu saja di atas meja.

***

Dannies sampai di sebuah danau luas yang letaknya tak jauh dari tempat bangunan coven itu berdiri. Pemandangannya memang bagus, penuh pohon hingga suasana menjadi sejuk. Danau di hadapannya terlihat jernih. Air jernih itu menggoda siapapun untuk meminumnya. Delnessie melarang Dannies untuk mencoba airnya.

“Jangan tertipu dengan airnya yang jernih, airnya mengandung racun,” ucap Delnessie. Kemudian dia melangkah menjauhi Dannies, Jarak mereka terpisah beberapa meter. “Akan kutunjukan salah satu transformasi elemen yang kukuasai, perhatikan.”

Delnesie mulai menggerakkan kedua tangannya, seperti mengendalikan sesuatu. Dannies pernah melihat Mandy mengendalikan paladin yang menyerang mereka. Gerakan tangan Delnessie tak secepat Mandy. Dannies menoleh ke kanan dan ke kiri, menanti apa yang terjadi. Dilihatnya air di danau yang menguap, walau tidak semua.

“Transformasi air,” gumam Dannies.

Uap air itu semakin banyak, semakin mengumpul membentuk kabut. Kabut itu semakin tebal hingga pandangan Dannies terhalangi. Dannies mulai cemas, bagaimana jika dia tersesat di dalam kabut tebal ini? Dannies tak bisa berdiri saja di sini, dia harus keluar dari kabut ini.

Begitu kakinya melangkah, dia terkejut. Seseorang mendorong sisi kanan dirinya hingga tubuhnya terhuyung. Dannies mengira dia akan menghantam kerasnya tanah. Ternyata tidak, bukan tanah tempat dia mendarat. Dia merasakan sensasi dingin yang langsung menyerang otaknya. Disusul dengan hidung, mulut, mata, serta telinga yang dipenuhi air. Sialnya lagi, Dannies tidak bisa berenang!

Oh demi bunda alam, sudah kukatakan agar tidak terpancing kan, Dannies? Kenapa kau polos sekali sih? Sesekali cobalah seperti Mandy atau Helea yang selalu waspada. Oh sial, kenapa aku malah berceloteh sendiri? Oh tidak, oh tdak, ini buruk. Bagaimana Dannies bisa bertahan? Sebaiknya aku memanggil bantuan. Oh astaga, aku lupa kalau hanyalah narator di cerita ini. Siapa saja, tolong Dannies sekarang! Bunda Alam, kumohon biarkan dia hidup. Jika Dannies mati di sini, cerita ini akan putus sampai di sini juga.

Oh tunggu, aku melihat sesuatu. Aku melihat, sosok gadis yang tampaknya kukenali. Siapa ya itu? Helyna? Atau mungkin Helea? Atau Mandy? Ah, pandanganku kurang jelas karena kabut ini menganggu. Siapapun itu, tolong kemari! Seseorang membutuhkan bantuan.

Gadis itu melompat ke dalam air. Dia meraih lengan Dannies lalu menariknya ke permukaan. Dannies tak sadarkan diri, tentu saja dia tidak tahan tenggelam seperti itu. Gadis misterius itu menggerakkan tangannya. Seketika kabut yang menyelimuti lenyap seketika. Hebat.

Dia menggendong Dannies lalu menyandarkannya di salah satu pohon. Ditatapnya wajah Dannies yang basah, matanya terpejam.

“For Loki Sake, kenapa kau merepotkanku begini, heh?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status