Raeli pikir dengan tidur sebentar rasa sakit kepalanya bisa hilang. Jadi setelah kunjungan tidak terduga Pangeran Ein, Raeli memilih beristirahat di kamar atas. Sayang sekali, tidur juga tidak membantu sama sekali. Malah pusingnya makin menjadi-jadi.Kalau memang Kris benar tentang pertunangan itu, jelas pangeran tidak akan setenang itu untuk mendatangi Raeli. Pangeran Ein juga pasti merasa perlu untuk menolak.Ya, Kris hanya bercanda.Namun, ada sesuatu yang mengganggu Raeli sejak kemarin. Pangeran kepala batu itu tidak henti menyebutkan utangnya. Jadi, di sinilah Raeli berdiri. Di depan ruangan Carry. Karena kakak tertuanya itu lebih sering berada di istana, Raeli jadi canggung ingin bicara dengannya. Tetapi tetap saja Raeli harus mencobanya. Ia harus melakukannya.Raeli mengetuk pintu sampai terdengan teriakan Carry yang memperbolehkannya masuk. Pria itu langsung berdiri begitu melihatnya. Memberikan senyum lebar yang bahkan Raeli sendiri tidak tahu harus memberikan senyum seperti
Raeli melirik ke kiri dan kanan bergantian. Ruangan ini hening. Hanya ada ratusan buku dengan rak-rak super bagus. Mirip seperti perpustakaan pribadi. Di depannya ada Pangeran Ein yang duduk santai, menunggu siapa yang lebih dulu mengakhiri keheningan.Raeli sepenuhnya sadar kalau ini tidak sopan. Meminta bertemu dengan putra mahkota tanpa janji. Tetapi pangeran menyetujuinya. Tujuan kedatangan Raeli adalah membicarakan tentang pertunangan yang masih belum diketahui alasannya ini. Lalu kenapa mereka dibiarkan berdua saja?Kenapa Tristan harus berdiri di luar?Ah, sialnya.Raeli kembali melihat pada pangeran. Pria itu masih duduk dengan tenang. Bersandar manatap Raeli. Baiklah, kali ini tidak ada yang ingin memulai pertengkaran lebih dulu?Pangeran Ein akhirnya mengalah. “Kenapa kau datang mencariku, Raeliana?”“Urusan penting,” jawab Raeli begitu saja tanpa repot memikirkan jawaban yang lebih bagus. Tentu saja karena ada hal penting yang tidak bisa Raeli abaikan. Jika tidak, ia takkan
“Aku akan memotong lehermu jika kau berani memeluknya, Xain.”Raeli melihat Pangeran Ein berdiri tidak jauh darinya dengan pandangan mengancam. Anak yang mungkin namanya Xain ini menoleh dan menyeringai pada pangeran.Mengancam anak kecil.“Aku hanya menyapanya, Ein. Jangan begitu.”Raeli terkejut dengan suara anak imut itu yang tiba-tiba saja berubah seperti layaknya suara pria dewasa. Apa-apaan panggilan itu? Terlalu santai untuk memanggil nama putra mahkota. Hanya beberapa orang di istana ini yang punya hak itu.“Panggil aku Yang Mulia Pangeran.”Wajah anak itu terlihat sedih, berusaha mencari simpati Raeli lagi. “Nona, Ein berubah jadi galak.”Raeli menatap pada Ein dengan pandangan marah. Pangeran memarahi anak kecil? Ternyata begini sifat asli putra mahkota yang dikagumi itu?“Kau selalu memanggilku dengan itu saat berdua, kenapa kau bisa punya alasan menyebut namaku di depan orang lain? Kau ingin mati?”Anak kecil itu tertawa. Sementara Raeli semakin bingung saja.Lalu tiba-tib
Ahirnya Raeli tahu apa saja yang dilakukan Anne dan ibunya selama ini. Kedua wanita itu sedang mati-matian mengurus sesuatu untuk menyambut datangnya malam ini. Ternyata Duchess Servant mendatangi seorang penjahit gaun yang paling bagus di ibukota hanya untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi Raeli.Tentu saja ibu Raeli menginginkan hal yang istimewa malam ini. Lalu di sinilah Raeli berada, di dalam kereta menuju istana kaisar untuk makan malam keluarga. Sekaligus malam yng mungkin di maksud oleh pengaran Ein beberapa hari sebelumnya.Kris sejak meninggalkan kediaman Servant terus memegang tangan Raeli, seolah takut ia kabur. Bedanya, Kris memegang tangan Raeli penuh dengan suka cita. Penuh kebahagiaan dan itu cukup membuatnya sedikit tenang.Atau mungkin memang sudah seharusnya Raeli menyerah pada kisah novel yang pernah dibacanya ini. Cerita dari kisah novel ini benar-benar sudah jauh berubah aluranya dan itu karean Raeli.Raeli harus menjalaninya. Itu saja.Kereta memasuki istana da
“Aku tidak menyangka ternyata kau selicik itu, Raeliana.” Ein bersandar di muara teras, menatap punggung Raeliana yang bertopang dagu di pembatas teras. Ein tersenyum. Gadis itu memanfaatkan tawarannya habis-habisan. Raeliana mendapatkan keuntungan dari semua pilihan. Sedangkan Ein malah sebaliknya. Bahkan Raeliana memikirkan alasan yang pas untuk memenangkan pertempuran dengan kaisar di meja itu. Alibi yang cukup kuat untuk menunda pengumuman pertunangan. Menunggu perintah Ein. Jika memang itu yang diajukan oleh Raeli, maka ia ingin melakukannya sekarang juga agar tidak ada bangsawan di luar sana yang mencoba merayu Raeliana selagi dirinya mengurusi perang negara. Sayangnya Raeliana terlalu mengenali Ein. Gadis itu tahu ia takkan mengingkari janji. “Terima kasih sudah memberiku banyak keuntungan, Yang Mulia,” jawab Raeliana. “Ein.” “Ya, terserahlah.” Kaisar menyetuji semua syaratnya termasuk tidak ingin memiliki pengawal pribadi. Tetapi sebagai gantinya Raeliana harus tinggal
Raeli tidak berselera melakukan apa pun setelah kembali dari istana kaisar semalam. Ia sulit tidur dan bahkan sudah bangun sebelum Anne berteriak masuk ke kamarnya.Raeli memilih untuk beristirahat saja di kamar pegawai lantai atas tokonya. Berbaring di ranjang tidur bertingkat milik Rose. Setiap kali Raeli memejamkan mata, wajah penuh beban Pangeran Ein menghantuinya. Seakan sebagian dari penderitaan di wajah pria itu disebabkan olehnya.Mengirimkan surat ketika pangeran di medan perang, ya?Raeli rasa itu tidak masalah. Tetapi pria itu mengatakannya seolah-oleh akan berangkat tidak lama lagi. Padahal perburuan menjelang musim dingin masih akan diadakn sekitar satu setengah bulan lagi.Ah, tidak tahu!Makin dipikirkan, Raeli semakin pusing. Raeli ingin beteriak, tetapi ia tidak bisa membiarkan semua pekerjanya di lantai bawah mendengar. Jadi ia hanya menutup wajahnya dengan bant
Raeli menatap keluar kereta kuda selama perjalanan pulang. Setelah Rose berlari mencarinya dan menyampaikan pesan Pangeran Ein, ia langsung bergegas pulang.Pria itu datang ke toko hari ini pasti punya sesuatu untuk di sampaikan dan tidak sengaja berada di situasi tersebut. Raeli hanya merasa harus berterima kasih karena sudah menyelamatkan nyawanya.Jika saja pangeran tidak cepat datang, mungkin Raeli sudah mati dengan keadaan pisau tertusuk ke leher. Hanya saja ia tidak menyangka bahwa pangeran akan menangkap pisau itu dengan tangannya dan terluka.Karena Raeli, pria itu tidak bisa memegang pedangnya.Kenapa peran utama malah harus menyelamatkan pemeran pembantu seperti Raeliana ini? Apa-apaan pula ucapannya yang bilang ingin menyelamatkan tunangan?Jujur saja, Raeli sedikit tersentuh karena apa yang dilakukan pria itu.Tanpa sadar pintu kereta terbuka, pel
Raeli harus segera menyiapkan dirinya untuk pindah ke istana kaisar. Maka setiap saat ia akan bertemu dengan pangeran dan hanya beberapa hari sekali bisa berkunjung ke toko. Lalu kaisar akan menempatkan pengawal untuknya.Raeli menutup wajahnya dengan bantal. Pangeran Ein jadi sangat menyeramkan dengan tampang seperti itu. Bahkan Raeli jadi tidak tahu harus mengucapkan apa untuk membantah pria itu.Di sisi lain ia mencemaskan pangeran dan lukanya. Karena Raeli pangeran terluka. Pria itu tidak bisa memegang gelas teh dengan benar.Aahh, Raeli tidak bisa tidur sama sekali. Kepikiran pangeran.Andai ia sudah pindah ke istana, Raeli bisa memastikan pangeran menemui dokter istana untuk mengobati tangannya. Paling tidak ia bisa melakukan sesuatu untuk pria itu sampai tangannya sembuh total.Dengan tangan seperti itu, pangeran tidak akan muncul di lapangan latihan. Sementara setiap kesa