"Zeeta .... " Buah Khuldi pada batang leher Erga turun naik dengan cepat usai mendengar ungkapan Zeeta. Entah apa yang dipikirkannya. "Kalau Tuan memang orang baik, kenapa tidak membebaskan saya?" tanya Zeeta. "Padahal, saya berharap ... Tuan Erga yang membebaskan saya dari tangan Tuan Rezvan." Erga seolah bagai ditampar usai mendengar ucapan Zeeta. Ia hanya tak menyangka bahwa wanita yang tengah mengamuk itu berharap jauh darinya. Mendengar ucapan Zeeta, Rezvan terperangah seraya mengepalkan kedua tangan. Seolah tak menyukai apa yang baru saja dikatakan wanita itu. Namun, kali ini ia berusaha menekan emosi. "Wanita ini! Sudah digarap lima orang, masih segar bugar saja! Kek kuda tenaganya!" ucap Ethan seraya mengusap beberapa anggota tubuhnya yang terasa ngilu oleh pukulan yang dilayangkan oleh Zeeta.
"Ehemmhhh!" Rezvan terbatuk. "Jangan salah paham. Ini hanya demi menjagamu," lanjutnya. "Ma–maaf. Sa–saya .... " "Aku jangan saya!" potong Rezvan. "Tidak. Saya ... saya tidak bisa, Tuan!" "Baiklah!" Rezvan kemudian bangkit. "Ya?" "Kalau begitu ...," Rezvan menghentikan ucapan sejenak. "Kalau begitu aku tidak mempunyai alasan untuk menahanmu dari Ethan agar tak membawamu pergi dari sini." "A–Apa? Tu–tuan ... sa–saya tidak mau dibawa Tuan Ethan. Tolong kasihani saya, Tuan," Zeeta mengiba. "Pria itu ... dia tidak akan begitu saja melepaskanmu. Akan tetap berusaha mencari, walaupun kau kembali ke kampung halamanmu. Jadi, aku tidak bisa berbuat apa-apa kali ini
"Anda ini apa-apaan, sih, Tuan? Seperti ABG labil yang bertengkar masalah rebutan wanita saja!" omel Zeeta seraya mengompres pipi dan sudut bibir Rezvan yang lebam. "Argghhh! Sakit, Zeeta!" Rezvan meringis. "Ya, sudah ini kompres sendiri," suruh Zeeta. "Awwhhh!" seru Rezvan lagi. Seakan dengan sengaja ingin membuat Zeeta bertahan di posisinya. "Kenapa lagi, Tuan?" "Pundakku sakit sekali ini. Kayaknya kram," keluh Rezvan seraya menekan jemari pada bagian tubuh yang sakit. "Kok, bisa, Tuan?!" Zeeta tampak bingung antara ingin memijat atau diam saja. "Tadi terbentur pagar balkon. Sakit sekali. Kau saja yang bantu kompres," suruh Rezvan. Seraya memajukan
Rezvan terperanjat oleh sikap Zeeta. "Zeeta ... aku hanya .... " "Coba katakan pada saya, Tuan. Kenapa Anda bisa bersikap baik pada saya? Kenapa hanya pada saya Anda tidak pernah berusaha untuk merampas kehormatan saya? Padahal di rumah sesepi ini, Anda bisa melakukan apa pun yang Anda mau, Tuan. Apalagi hanya menghadapi seorang wanita yang tidak berdaya seperti saya. Coba tanyakan pada diri Anda mengapa hati Anda menjadi lemah saat menghadapi saya, Tuan. Coba Anda berpikir dan tanya pada hati Anda, Tuan, siapa yang bisa membuat Anda bisa bersikap seperti itu?" "Aku tidak tahu!" "Allah SWT yang membuat Anda bisa bersikap seperti ini, Tuan. Kalau Allah SWT sudah berkehendak, tiada siapa pun yang bisa melampaui kehendaknya, Tuan. Dan, jika Dia berkehendak saya habis di tangan Tuan, maka tidak ada juga yang bisa mencegahnya. Mungkin, Anda akan melakukan seperti yang Tuan Ethan katakan. Setelah Anda dan kawan-kawan Anda memerkosa dan
Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang terjadi di rumah sebesar ini. Memang terlihat megah dan indah, namun terasa gersang. Berpenghuni seakan tak ada kehidupan di dalamnya. Sukar mengartikan. Setelah melihat kebejatan para pria malam itu di rumah ini, jujur aku sangat ingin menghajar mereka satu per satu andai punya kuasa. Bagaimana mereka bisa membawa beberapa perempuan ke dalam sebuah kamar? Apa yang mereka lakukan? Apa yang mereka cari? Tuan Erga, sungguh tak ada bedanya ia dengan yang lain. Tak lebih dari seorang pria labil yang merasa kehausan di tengah derasnya hujan. Apa yang Anda cari, Tuan? Tuan Rezvan, pria itu memang terlihat apa adanya. Terlihat dari luar dalam, memang seperti itulah dia. Sangat arogan! Terkadang ingin sekali aku menghajarnya menggunakan gagang sapu.
Samar terlihat, Security pun mencoba melerai pergulatan tak imbang antara kami. Namun, bagai orang kesetanan, wanita itu masih tetap saja menarik jilbab sehingga menyebabkan tubuhku bangkit di luar kehendak. Entah wanita bertubuh ramping itu mendapat kekuatan dari mana."Karena kau, Erga selalu menghindariku! Sesama wanita kenapa kau begitu tidak berperasaan!" makinya lagi.Tuan Erga?!Kepalaku terasa berputar-putar. Begitu tak tertahan."Hei! Ada apa ini?" Terdengar suara lantang dari dalam. Samar terlihat Tuan Rezvan muncul.Security pun berhasil melepaskan rekatan wanita itu dari tubuhku. Sedangkan Tuan Rezvan menarik lenganku, lalu memosisikan badanku di balik tubuhnya.Tubuhku ambruk seketika. Namun dalam kondisi masih tersadar."Zeeta!" Tuan Rezvan mendekat padaku
Zeeta menatap datar pada pria di hadapannya. Masih tak mengerti dengan perasaan yang bertahta. "Bagaimana keadaanmu, Zeeta?" tanya Erga lembut. "Alhamdulillah baik, Tuan." "Syukurlah. Bagaimana kau bisa terluka?" "Saya terpeleset saat menjemur pakaian, Tuan," timpal Zeeta. "Kau tidak seharusnya melakukan pekerjaan berat." "Bukan masalah! Sudah tugas saya, Tuan," singkat Zeeta. "Hemh!" gumam Erga. Ada sesuatu yang tak biasa bagi pria itu dari dalam diri Zeeta. Ia merasa bahwa wanita itu selalu berusaha menghindar dari tatapannya. "Ada apa denganmu?" tanyanya kemudian. "Maaf, Tuan. Untuk apa lagi Anda selalu mencari saya?" Zeeta mengangkat kepala, lalu menat
Rezvan mencengkram kaus Erga. "Kau tahu kenapa dia terluka, Ga? Kenapa aku harus membawanya ke rumah sakit?" Erga mengerutkan kening. "Alisha ..., " ucap Rezvan. "Alisha?!" "Kau tanyakan sendiri saja pada wanita itu," tukas Rezvan. "Kau tahu kenapa Zeeta berbohong padamu? Itu karena dia ... memilih untuk mundur!" Pandangan Erga pecah ke seantero sudut ruangan. Bagaimana Alisha bisa tahu akan hal ini? Siapa yang menceritakan semua ini pada wanita itu? Ia tak habis pikir. "Jangan bermimpi, Ga!" Rezvan melepaskan cengkraman pada kaus Erga. "Urus saja kekasihmu yang kurang sopan santun itu!" ***Athikah_Bauzier*** "Aku ingin mengenalkanmu dengan keluargaku," ajak Rezvan. &