Janu menemui Kalila yang sudah terbaring di ruangannya dengan tidak sadarkan diri. Janu menatap kekasihnya itu, tanpa sadar, air matanya pun mulai menetes. Terlihat Janu membuka kacamata dan menghapus air matanya yang tak dapat lagi tertahankan.
Janu terduduk dengan tatapan kosong, dia bertanya-tanya mengapa kekasih sejatinya bisa mengidap penyakit seperti ini. Sebentar lagi Kalila bisa saja lupa sepenuhnya dengan dirinya.
Beberapa menit setelah Janu berada di ruangan, Kalila pun tersadar dan membuka matanya dengan perlahan. Dia melihat setiap ruangan yang tampak begitu asing. Lalu, tatapannya terhenti kepada Janu yang berada di sampingnya.
"Mas..." Ucap Kalila lemah kepada Janu
"Iya, sayang?" Tanya Janu sembari mengusap puncak kepala Kalila.
"Kita ada dimana?"
"Di rumah sakit, sayang."
"Aku kenapa, Mas?"
"Kamu lagi di rawat karna tiba-tiba kamu lupa ingatan waktu ada di mall. Kata dokter kamu mengidap penyakit demensia. Tapi gapapa aku bakalan ada di samping kamu." Jelas Janu sembari melemparkan senyum.
“Aku tadi gak kemana-mana, Mas. Aku di rumah lagi nonton tv. Mas bohong sama aku?” Komentar Kalila dan sontak jawaban Kalila membuat Janu terkejut.
“Nggak, Sayang. Mas gak bohong.” Ucap Janu yang tetap sebisa mungkin untuk tenang di hadapan Kalila.
"Kapan kita pulang ke rumah?" Tanya Kalila menuntut
"Besok kita pulang ke rumah. Kamu sabar dulu, ya, sayang. Mas bakal temenin kamu. Sekarang kamu makan dulu." Jawab Janu sembari mempersiapkan makanan untuk Kalila.
"Iya, Mas."
Saat Kalila tengah menyantap hidangannya bersama Janu, tiba-tiba memorinya mengingatkan akan kejadian masa lalu antara dia dengan Janu.
"Mas Janu? Kamu ngapain disini? Pergi!!! Aku benci kamu!!!" Teriak Kalila kepada Janu. Sontak perlakuan Kalila seperti ini membuat Janu terkejut membelalakkan mata.
"Sayang… Kamu kenapa?" Tanya Janu dengan lembut sembari menyentuh pipi Kalila.
Kalila menghempaskan tangan Janu dengan kasar "Jangan sentuh aku! Aku gak mau kamu disini!!" Teriak Kalila.
"I-iya, sayang. Kamu tenang, ya. Aku bakal tinggalin kamu dulu disini sementara sampai kamu tenang." Jawab Janu dan bergegas meninggalkan ruangan Kalila dengan berjalan perlahan menggunakan tongkatnya.
Adrian mendapati Janu yang baru saja keluar dari ruangan Kalila saat dirinya mendengar teriakan Kalila dari ruangannya “Pak Janu, Bu Kalila kenapa?” Tanya Adrian sementara dua orang suster terlihat masuk ke dalam ruangan Kalila untuk menenangkannya. Janu pun menceritakan perilaku Kalila dengan penuh kebingungan.
Adrian pun tampak menjelaskan kepada Janu mengenai reaksi yang di berikan oleh Kalila “Itu memang efek dari penyakit demensia, Pak. Jika nantinya penyakit Ibu kambuh, dia bisa saja menyakiti dirinya. Seperti yang saya katakan sebelumnya. Hmm—” Dokter Adrian pun tampak berpikir sejenak “Bapak yakin Ibu Kalila tidak memiliki trauma? Mungkin dulu Bapak pernah menyakiti Bu Kalila? Hal itu terlihat jelas dari perilaku yang di tunjukkan sama Bu Kalila, Pak. Perilaku trauma bagaimana Bu Kalila benci saat berhadapan dengan Bapak.” Jelas Adrian.
Sontak Janu terduduk dan melepas kacamatanya. Dia pun membuka memori yang pernah dia ciptakan bersama Kalila dulu. Dan, mengingat setiap kejadian saat dia pernah menyakiti Kalila.
***
W******p Notification (Mas Radit)
"Dila, kamu dimana?" -Radit
"Aku masih di bandara Charles de Gaulle. Mas udah sampe di Jakarta?" -Dila
"Belum. Aku lagi transit di Singapore." -Radit
Dila dan Radit adalah anak dari Janu dan Kalila. Mereka berdua mendengar kabar dari Janu bahwa Kalila mengidap penyakit demensia, penyakit yang membuat Kalila lupa ingatan.
Dila dan Radit memang tidak tinggal di Indonesia. Radit meneruskan bisnis Janu yang ada di Dubai sedangkan Dila menikah dengan laki-laki pilihannya dan menetap di Paris.
Beberapa hari kemudian…
Sesuai dengan kesepakatan Janu dan Adrian, Kalila pun akhirnya menjalani perawatan di rumah dengan Adrian yang menjadi dokter pribadinya dan juga satu orang suster khusus untuk merawat dan menemani Kalila selama 24 jam.
Janu tengah mengusap puncak kepala Kalila dengan tulus saat berada di ruangan Kalila, kamar utama yang saat ini sudah dijadikan ruangan khusus untuk wanita itu. Kalila pun masih terbaring di ranjang dengan jarum infus yang masih tertancap di tangan kirinya. Seketika Dila pun menghampiri Janu yang masih memandang Kalila dengan lekat.
"Pa… Mama masih suka marah-marah ya sama Papa?" Tanya Dila kepada Janu saat dia melihat perlakuan Ibunya kepada Janu beberapa hari yang lalu.
"Iya, sayang. Kata dokter Adrian, perilaku Mama kamu memang gejala dari penyakit yang diderita orang-orang yang mengidap penyakit ini." Jelas Janu melempar senyum kepada anaknya perempuannya itu.
"Papa kenapa gak nyerah aja, sih? Mama gak akan bisa lagi balik kaya dulu. Kemungkinannya kecil banget untuk sembuh, Pa. Mending Papa istirahat aja. Biar aku sama Mas Radit yang jagain Mama disini. Untuk sementara, Papa jangan masuk ke kamar ini dulu." Jelas Dila.
"Nggak. Papa gak akan pernah ninggalin Mama kamu." Tegas Janu.
"Tapi, Pa. Papa juga butuh istirahat." Komentar Dila kepada Ayahnya dengan raut wajah yang sangat kesal.
“Gak bisa, Dila. Papa mau ada di samping Mama kamu di sisa hidupnya Papa.”
Dila menghela napas melihat respon Ayahnya yang sangat setia menemani Kalila, Ibunya. "Kalo gitu kita makan dulu yuk, Pa. Mas Radit sama dokter Adrian udah nungguin di ruang makan."
Saat Janu, Radit, Dila, dan juga dokter Adrian tengah menyantap makanan di ruang makan, Radit pun seketika menanyakan kondisi Kalila kepada Janu.
"Sebenarnya Mama kenapa sih, Pa? Kenapa Mama bisa benci sama Papa? Padahal Papa gak pernah salah apa-apa dan selalu nemenin Mama sampai saat ini." Ucap Radit dengan raut wajah kebingungan.
“Iya, Mas. Aku juga bingung Mama tuh kenapa sama Papa. Papa selama ini gak pernah nyakitin Mama. Justru Papa dan Mama selalu bersikap romantis.” Ucap Dila menyetujui Radit.
"Nggak, nak. Papa yang salah sampe buat Mama kamu jadi kaya gini. Kalian mungkin memang harus tau apa yang sebenarnya terjadi waktu itu." Jawab Janu sembari menghela napas dalam.
Janu pun menceritakan masa lalunya bersama Kalila di hadapan Radit, Dila, dan Juga Adrian yang sudah menjadi dokter pribadi Kalila.
Mentari pagi mulai menemani hiruk pikuk kota Jakarta yang selalu memadati jalan raya setiap harinya. Kalila harus bergegas ke kampus untuk mengikuti bimbingan skripsi karena dua minggu lagi dia akan mengikuti sidang akhir untuk Skripsi, sebuah mata kuliah akhir yang menentukan kelulusan bagi setiap mahasiswa yang tengah mengambil gelar sarjana."Kalila, kamu jadi bimbingan?" Tanya Janu yang seketika sudah berada di samping Kalila saat Kalila terlihat berjalan dengan buru-buru.Kalila terbelalak terkejut melihat Janu sudah berada di sampingnya "Ya ampun! Mas Janu ngagetin aku. Jadi, Mas. Ini aku mau ke ruangan dosen. Mas ngapain di kampus aku?” Tanya Kalila dengan menyipitkan matanya."Aku disuru ngisi seminar untuk anak Fakultas Manajemen Bisnis. Kamu gak jadi moderator?” Tanya Janu memastikan kepada Kalila.Pertemuan Kalila dan Janu terjadi ketika Kalila menjadi moderator seminar yang diadakan di kampusnya. Terlihat Janu seringkali menjadi pe
"Selamat pagi, Sayang. Hari ini aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Aku yakin kamu pasti bakal suka. Tunggu aku di rumah kamu." Sebuah surat dibuka oleh Kalila dari Janu saat Kalila tengah mengecek kotak surat yang ada di depan rumahnya.Kalila tersenyum saat membaca surat dari Janu. Dia begitu senang dengan setiap sikap manis yang di berikan oleh laki-laki itu. Saat Kalila masih berdiri di dekat kotak surat sembari memegang surat dari Janu, seketika mobil Rolls Royce pun mendekat ke arah Kalila.Kalila mematung saat laki-laki bertubuh tinggi dengan dada bidang, hidung mancung, kulit sawo matang, dan memiliki brewokan tipis itu menghampirinya. Ya, dia adalah Janu yang baru saja keluar dari Rolls Royce miliknya. “Kamu udah baca surat aku, kan? Kita pergi yuk.” Ucap Janu dengan tatapannya yang membuat Kalila selalu terpesona.“I-iya, Mas. Tapi, aku belum izin sama Ibu. A—”“Ya udah, aku bakal min
“Intinya abang gak suka kamu berhubungan sama Janu, Lila.” Tegas Adam yang sedari tadi berdebat dengan Kalila di dapur.“Bang, masalah kalian udah lama banget. Kenapa gak di lupain aja, sih, bang?! Mas Janu baik banget sama aku.” Komentar Kalila“Aku gak mau kamu di sakitin sama Janu. Kamu paham kan maksud abang? Abang gak mau kamu sampe terbuai dengan dia!!!” Teriak Adam“Dia tulus sama aku!” Seru Kalila dan langsung membuang pandangannya dari Adam.“Hei, hei. Kalian berdua kenapa ribut di dapur? Persedian beras masih ada kan?” Tanya Arwan, Ayah Kalila dan Adam dengan memberikan sedikit candaan.“Ini, Pak. Aku larang Kalila berhubungan sama Janu. Tapi dia tetep gak dengerin.”“Bang, masalah pribadi aku kenapa harus di atur, sih?” Kalila pun seketika meletakkan pisau yang di pegangnya dengan kasar di meja dapur.“Sebentar… Janu siapa?&rdqu
Semuanya terlihat hening saat Janu menceritakan kisah cintanya dengan Kalila di hadapan Radit, Dila, dan dokter Adrian di ruang makan.“Jadi dulunya keluarga Mama gak setuju?” Tanya Radit menginterupsi cerita Janu.“Iya, sayang. Tapi Papa benar-benar tulus mencintai Mama kamu.”“Salahnya Papa dimana? Dan yang buat Mama punya trauma tuh dimana?” Tanya Dila penasaran.“Dan, apa karna orangtua Mama dan Om Adam gak setuju yang menjadi alasan Mama dan Papa pernah cerai waktu itu?” Tanya Radit menatap Janu dengan tatapan interogasi“Mas Janu---” Teriak Kalila dari ruangannya dan sontak memotong penjelasan yang ingin dikatakan oleh Janu kepada Dila dan Radit.“Eh kayanya Mama bangun. Sebentar, sayang.” Janu pun bergegas berdiri dari duduknya dan mengambil tongkat untuk berjalan menuju ke kamar.“Gapapa, Pa. Aku aja.” Ucap Radit yang menghentikan langkah
Kalila terdiam di kursinya dengan wajahnya yang terlihat gugup. Ya, memang begitulah perasaan setiap mahasiswa tingkat akhir saat menunggu hasil keputusan tugas akhir mereka. Seketika Kalila terbelalak terkejut saat melihat Janu sudah di hadapannya dengan menggenggam bouquet bunga.“Hei, Sayang. Gimana sidangnya? Ini bouquet buat kamu.” Ucap Janu mengejutkan Kalila sembari memberikan bouquet bunga ke hadapan Kalila yang terlihat semakin gugup.“Mas, kenapa tiba-tiba ada disini?!” Tanya Kalila dengan meninggikan suaranyaKalila tidak suka jika terus-terusan di beri kejutan oleh Janu. Lagipula, Kalila adalah tipe yang memang sangat tidak suka dengan kejutan. Apalagi kejutan saat itu, akan sangat malu jika hasil sidang Kalila nantinya tidak sesuai harapan sementara Janu sudah terlihat menaruh harapan bahwa Kalila akan lulus.“Loh, kan kamu sidang hari ini. Jadi, aku bawain kamu bunga deh.” Jawab
Sudah kesekian kalinya Janu mengajak Kalila untuk pergi ke tempat clubbing sehingga membuat Kalila menjadi terbiasa dengan tempat seperti itu. Awalnya canggung namun semakin hari Kalila terlihat menikmatinya. Dia juga tampak sangat menikmati dance floor bersama Janu dan juga teman-teman yang lain.Walaupun Kalila sampai saat ini belum menyentuh minuman itu, namun tetap saja Janu sudah ingkar untuk menjaga Kalila. Janu terlihat tidak sadarkan diri karena terlalu banyak meneguk minuman beralkohol. Justru Kalila yang malah menjaga Janu dan mengantarnya kembali ke rumah ditemani oleh Reva dan Doni.Kalila merangkul tubuh Janu dan membaringkannya ke ranjang. Dia pun membuka sepatu Janu dan menyelimuti tubuh Janu yang sudah tidak sadar itu.“Lila, jangan pergi.” Seketika Janu menggenggam tangan Kalila namun matanya masih tertutup. Janu pun membuka matanya perlahan dan bergegas duduk. Dia tampak meraih tubuh Kalila dalam keadaan mabu
Pagi itu, Kalila di sibukkan dengan menjadi moderator di acara kampusnya dengan Janu yang menjadi pembicara. Ya, rutinitas yang membawakan takdir Kalila dan Janu bersatu.Menjadi moderator di pagi itu suasananya pasti sangat berbeda bagi Kalila. Dimana waktu itu Janu dan Kalila hanya manusia yang saling bertegur sapa tanpa adanya ikatan cinta di dalam diri mereka.Janu menatap Kalila terus-terusan dari sudut panggung dengan beberapa dekan fakultas dan juga rektor yang duduk di dekatnya. Menurutnya, dia adalah laki-laki yang beruntung bisa mendapatkan wanita cerdas, cantik, dan pekerja keras seperti itu. Sementara Kalila tengah memberikan kata sambutan kepada peserta yang mengikuti seminar dengan kemampuan komunikasinya yang tidak diragukan lagi.“Baiklah, saat ini kita kedatangan pembicara hebat loh. Pengusaha muda sukses dan udah buka beberapa cabang usahanya di Indonesia. Mau tau kan gimana perjalanannya beliau? Kita langsung saja memberikan waktu kepada
“Kamu kenapa, Lila? Kok senyum-senyum sendiri?” Tanya Widia menginterogasi Kalila saat dia mendapati Kalila tengah membersihkan dapur.“Eh… I-ibu.” Ucap Kalila gugup dan terkejut disaat bersamaan “Hmm--- Nggak, kok, Bu. Cuma inget obrolan aku sama temen aja.” Jelas Kalila sembari memberikan senyuman lebar kepada Widia.Widia menepuk bahu Kalila sembari tertawa kecil “Kamu gak bisa bohongi ibu, Nak. Kamu pasti lagi inget Janu, ya?”“Ha? Nggak, Bu.” Ucap Kalila panik sementara Widia masih saja terus menggodanya.“Sssttt… Ibu jangan bahas Mas Janu. Nanti ketahuan Bapak sama Bang Adam.” Ucap Kalila sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir.“Suka banget ngalihin kamu.” Ucap Widia terkekeh melihat Kalila masih saja tidak mau mengaku.Widia merasa bahagia melihat Kalila yang pada akhirnya bisa membuka hatinya kepada seorang pria. Widia mengenal per